TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Vaksin China penyelamat nyawa

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, October 23, 2023

Share This Article

Change Size

Vaksin China penyelamat nyawa President Joko "Jokowi" Widodo speaks during the opening ceremony of the third Belt and Road Forum for International Cooperation at the Great Hall of the People in Beijing on October 18, 2023. (AFP/Pedro Pardo)
Read in English

P

eringatan 10 tahun China Belt and Road Initiative (BRI) di Beijing pekan lalu merupakan momen yang tepat bagi Presiden China Xi Jinping untuk menampilkan pencapaian pemberian pinjaman infrastruktur besar-besaran dari China bagi negara-negara berkembang, khususnya di Asia dan Afrika. Dalam pidatonya, Xi juga menyoroti program vaksin COVID-19 dari negaranya.

Di hadapan para tamunya, termasuk Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Presiden Xi menunjukkan bahwa BRI menjadi skema penyelamat bagi banyak negara, terutama selama pandemi COVID-19. China menyediakan lebih dari 10 miliar masker dan 2,3 miliar dosis vaksin bagi negara-negara lain, termasuk mitra BRI. Selain itu, mereka berkolaborasi memproduksi vaksin dengan lebih dari 20 negara. Vaksin berkontribusi besar dalam perang melawan COVID-19 di berbagai negara, bahkan dunia.

Setelah sekitar tiga tahun, pandemi dinyatakan berakhir. Banyak orang, termasuk masyarakat Indonesia, mungkin sudah lupa bagaimana vaksin China hadir segera, ketika pandemi mulai berkembang.

Xi mengakui bahwa China juga didukung oleh lebih dari 70 negara ketika negara itu terdampak parah oleh pandemi. “Kami telah belajar, bahwa kerja sama yang saling menguntungkan adalah jalan pasti menuju keberhasilan dalam meluncurkan inisiatif-inisiatif besar yang bermanfaat bagi semua pihak,” kata Xi.

Berkat China, Indonesia berhasil memvaksinasi jutaan orang, terutama kelompok berisiko tinggi, secara tepat waktu. Saat itu banyak yang meragukan efektivitas vaksin. Bahkan, Presiden Jokowi termasuk orang pertama yang menerima suntikan COVID-19, agar dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap vaksin China.

Kita tidak dapat membayangkan apa yang terjadi seandainya China menolak membagikan vaksinnya kepada negara-negara berkembang, lalu mengikuti jejak negara-negara industri tertentu yang hanya membantu saat stok vaksin domestik mereka sudah tercukupi. China layak mendapatkan penghormatan dan rasa terima kasih atas kebijakan vaksinnya.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Presiden Xi berhak mengklaim bahwa selama 10 tahun terakhir, China telah berkontribusi pada jaringan konektivitas global "yang terdiri dari koridor ekonomi, rute transportasi internasional dan infrastruktur telekomunikasi. Demikian juga pembangunan jalur kereta api, jalan raya, bandara, pelabuhan, jaringan pipa, serta jaringan listrik. ".

China telah menjadi magnet bagi negara-negara pencari bantuan pembangunan sejak tahun 2013. Saat itu, China setuju menggelontorkan miliaran dolar AS untuk membangun infrastruktur di negara-negara berkembang. Secara bertahap, China mengambil alih peran dominan negara-negara Barat dan Jepang. China bahkan berfungsi layaknya lembaga-lembaga keuangan yang dikendalikan oleh negara Barat dan Jepang, seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).

Presiden Xi kini berupaya menjadikan BRI lebih kecil dan lebih ramah lingkungan. BRI beralih dari proyek-proyek besar seperti bendungan ke proyek-proyek berteknologi tinggi seperti keuangan digital dan platform e-commerce. Menurut buku putih pemerintah China yang dirilis minggu lalu, BRI juga akan lebih fokus pada isu-isu seperti perdamaian, perubahan iklim, krisis energi, kecerdasan buatan (AI), dan banyak lagi bidang lainnya.

Negara-negara berkembang lebih memilih meminjam dari China karena skema yang ditawarkan adalah murni bisnis. China tidak mempertimbangkan unsur-unsur seperti hak asasi manusia, kebebasan pers, dan liberalisasi ekonomi. Ini bedanya dengan negara-negara pemberi pinjaman yang bersikap mendikte seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. Banyak pinjaman dari mereka yang pada akhirnya lebih menguntungkan pemberi pinjaman daripada peminjam.

China telah membangun infrastruktur seperti jalan raya, kereta api, dan pelabuhan, yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara miskin. Namun kita tidak bisa menutup mata terhadap permasalahan pinjaman infrastruktur, karena sering kali baik pemberi pinjaman maupun peminjam mengabaikan pentingnya studi kelayakan yang komprehensif sebelum proyek infrastruktur dilaksanakan.

Mereka juga terkadang lupa mempersiapkan kerangka hukum yang lengkap untuk kerja sama tersebut, termasuk skema finansial, sebelum memulai pekerjaan. Kelalaian tersebut seringkali berakhir dengan perselisihan atau kesalahpahaman di antara kedua pihak.

Yang lebih buruk lagi, dalam beberapa kasus, proyek-proyek yang didanai China telah mengakibatkan “jebakan utang”. Hal ini terjadi ketika penerima pinjaman tidak dapat melunasi utangnya. Tentu saja, hal tersebut menjadi masalah serius bagi China dan negara-negara debiturnya.

Terkait proyek-proyek yang bermasalah, baik China maupun negara-negara peminjam harus bekerja sama untuk mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Solusi, terutama, harus mempertimbangkan masyarakat yang menjadi pengguna proyek-proyek tersebut.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.