alam beberapa pekan terakhir, penumpang pesawat udara yang tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten, mendapat sambutan kurang ramah berupa asap tebal saat mendarat.
Kepulan selimut asap tebal yang tertiup angin bukanlah pemandangan di luar jendela pesawat yang ingin dilihat oleh siapa pun sebelum mendarat.
Pada satu titik, asap mengurangi jarak pandang pilot. Akibatnya, pihak berwenang terpaksa mengalihkan beberapa penerbangan yang masuk ke ibu kota melalui bandara lain demi alasan keselamatan. Untuk pesawat komersial berukuran besar, jarak pandang minimum agar bisa mendarat biasanya sekitar 1.800 meter.
Karena gangguan asap, pengunjung yang baru pertama kali ke Jakarta akan dimaafkan jika pemandangan tersebut membuat mereka mempertanyakan lagi, apakah sebuah ide bagus mengunjungi ibu kota Indonesia.
Ternyata asap yang menjengkelkan tersebut berasal dari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) yang terbakar. Lokasinya hanya 3 kilometer dari bandara. Kebakaran di TPA Rawa Kucing di Tangerang, Banten, tersebut terjadi pada 20 Oktober. Api melahap sebagian besar sampah tanpa henti selama beberapa hari. Api dipicu oleh tumpukan sampah yang mudah terbakar di TPA, sementara angin kencang memperparah kebakaran.
Kebakaran telah memaksa lebih dari 150 orang yang tinggal dalam radius 500 meter dari TPA untuk mengungsi ke tempat penampungan sementara. Mereka diungsikan karena kebakaran di TPA bisa memicu masalah kesehatan yang serius.
Dari peristiwa kebakaran tersebut, kita kini paham bahwa buruknya pengelolaan sampah tidak hanya berbahaya bagi lingkungan dan membahayakan kesehatan, tetapi juga menimbulkan ancaman keamanan dan keselamatan.
Sungguh membuat frustrasi karena kebakaran di TPA terjadi berulang kali di Indonesia. Padahal, sudah ada larangan membakar sampah.
Fenomena cuaca El Niño telah memperpanjang musim kemarau hingga beberapa bulan. Akibatnya, tahun ini terjadi peningkatan jumlah kebakaran TPA di Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir, terjadi serangkaian kebakaran TPA yang mengkhawatirkan, karena menggambarkan buruknya sistem pengelolaan sampah di negara ini.
Kebakaran di Rawa Kucing merupakan satu dari sedikitnya 10 kebakaran TPA yang dicatat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama beberapa pekan terakhir.
Berita bahwa kebakaran TPA telah mengganggu penerbangan membuat kekhawatiran makin tinggi karena artinya masalah pengelolaan sampah telah menimbulkan bahaya yang lebih luas.
Kebakaran yang melanda TPA Rawa Kucing, misalnya, tidak terjadi begitu saja. Kelebihan kapasitas TPA sudah meresahkan warga setempat. Pada 2020, tumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik di sana sempat menjadi berita utama karena menyebabkan masalah sanitasi. Warga sekitar mengeluhkan bau busuk yang menimbulkan rasa mual dan menyebabkan muntah. Belum lagi banyaknya lalat yang menyerbu rumah mereka.
Para ahli telah memperingatkan bahwa insiden asap mencerminkan perencanaan kota yang buruk di wilayah tersebut. Hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah daerah gagal mengantisipasi pertumbuhan penduduk yang signifikan. Pemerintah juga tidak berhasil memitigasi dampak dari ekspansi yang dilakukan oleh Bandara Soekarno-Hatta selama beberapa dekade terakhir.
Bandara Soekarno-Hatta hanya memiliki satu terminal ketika mulai beroperasi pada 1985. Kini, bandara tersebut memiliki tiga terminal. Di masa depan, masih mungkin akan dibangun beberapa terminal lagi. Sedangkan TPA Rawa Kucing ada sejak 1992.
Bukan berarti pemerintah tidak menyadari masalah ini. Undang-Undang Pengelolaan Sampah, yang disahkan pada 2008, mengharuskan semua TPA diubah menjadi fasilitas sanitasi, bukan tempat pembuangan sampah terbuka.
Sejak 2013, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membatasi pengoperasian tempat pembuangan sampah terbuka. Namun, menurut kementerian, setidaknya sepertiga tempat pembuangan sampah di Indonesia masih menggunakan metode pembuangan terbuka. Pemerintah daerah pun mengaku kesulitan menaati peraturan tentang TPA yang menjadi fasilitas sanitasi tersebut.
Masyarakat tentunya dapat dan harus berkontribusi terhadap perbaikan pengelolaan sampah, melalui perubahan kebiasaan. Yang bisa dilakukan adalah mengurangi dan mendaur ulang sampah rumah tangga. Namun, tanggung jawab yang lebih besar ada di tangan para pejabat.
Kebakaran TPA yang berdampak pada penerbangan harus menjadi peringatan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengambil tindakan, sebelum asap mengakibatkan kecelakaan pesawat. Kita tidak boleh diam saja hingga hal itu terjadi.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.