TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Jangan gantungkan semuanya pada nikel

Kita harus mencari faktor-faktor selain nikel untuk memikat produsen mobil. Dan sesungguhnya faktor-faktor ini adalah hal-hal klasik seperti iklim investasi yang menguntungkan, perizinan yang mudah, pembebasan lahan yang aman, serta angkatan kerja yang kompetitif.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Thu, January 25, 2024

Share This Article

Change Size

Jangan gantungkan semuanya pada nikel Blue skies and seas surround the nickel sulfate plant of PT Halmahera Persada Lygend on Obi Island, South Halmahera, in this undated handout photo. (The Jakarta Post/Harita Nickel)
Read in English

D

alam debat calon wakil presiden kedua dan terakhir pada Minggu 21 Januari lalu, Gibran Rakabuming Raka mempertanyakan komitmen saingannya, Muhaimin Iskandar, terhadap landasan strategi pengembangan industri Indonesia.

“[Apakah Anda] antinikel atau apa?” kata Gibran menyindir calon wakil presiden pasangan Anies Baswedan itu.

Dalam debat tersebut, Gibran, putra sulung Presiden yang maju sebagai calon wakil presiden untuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, membela agenda pembangunan pemerintahan ayahnya yang fokus pada hilirisasi nikel.

Rencana pembangunan pemerintah RI terkait nikel didasarkan pada anggapan bahwa nikel merupakan bahan yang sangat diperlukan untuk pembuatan baterai kendaraan listrik (electric vehicle batteries atau EVB). Dan Indonesia memproduksi lebih banyak nikel dibandingkan negara lain.

Masalahnya, logam tersebut sebenarnya tidak terlalu diperlukan dalam EVB.

Teknologi EVB berkembang pesat seiring dengan investasi besar-besaran yang dilakukan industri otomotif dalam penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D). Perkembangan ini didorong oleh tuntutan elektronifikasi sektor transportasi.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Baterai lithium iron phosphate (LFP) disebut-sebut akan menjadi produk yang diunggulkan berikutnya, dan para pembuat mobil di seluruh dunia mendukungnya karena biaya produksinya yang lebih rendah. LFP, meski punya kelemahan, juga punya beberapa keunggulan teknis dibandingkan baterai NMC, yang terdiri dari nikel, mangan, dan kobalt. Sayangnya, baterai LFP tidak menggunakan nikel. Hal inilah yang mengecewakan Indonesia.

Ketika produsen EV terbesar di dunia, BYD, bulan ini mengumumkan rencana untuk membangun pabrik di Indonesia, kegembiraan seketika diredam oleh fakta bahwa produk perusahaan Tiongkok tersebut sebagian besar menggunakan baterai nonnikel. Saingan BYD, yaitu Tesla yang berbasis di Amerika Serikat, yang telah bertahun-tahun diincar Indonesia tapi tak kunjung berhasil setuju berinvestasi, juga sangat bergantung pada baterai LFP.

Pemerintah mengandalkan cadangan nikel Indonesia yang berlimpah untuk menarik investor. Dalam rencananya, pemerintah akan mengubah negara ini menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik dan EVB global. Kini, ternyata, para pembuat mobil kurang tertarik pada nikel kita dan lebih tertarik pada pasar kita.

Begitulah yang terjadi. Meskipun kita lebih memilih EVB yang menggunakan nikel, kita tidak bisa mengubah perkembangan atau tren teknologi di seluruh dunia. Bagaimanapun, kita bukanlah negara yang sanggup menjadi pencetus tren di bidang penelitian dan pengembangan baterai. Sedangkan permintaan pasar domestik di Indonesia masih sangat kecil dibandingkan dengan konsumen di Tiongkok, AS, atau Eropa.

Ini mungkin merupakan sebuah pil pahit yang harus ditelan. Bagaimana pun, semua nikel yang kita miliki bukanlah landasan yang dapat diandalkan untuk membangun industri baterai kita, apalagi menjadikan negara kita pusat EV global. Bisa saja sesungguhnya nikel juga hanya berperan kecil dalam keseluruhan rencana agenda hilirisasi Indonesia, lebih kecil dari yang diperkirakan.

Memang tidak ada yang salah. Untungnya, sebagian besar fasilitas pemrosesan nikel lokal yang dibangun sejauh ini direncanakan untuk memenuhi permintaan industri baja. Dan faktanya, kapasitas peleburan yang dibangun selama beberapa tahun terakhir begitu banyaknya, senilai miliaran dolar, sehingga Indonesia mengimpor bijih nikel dari Filipina untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Seluruh nikel yang tersedia akan bisa kita manfaatkan, dengan atau tanpa kendaraan listrik.

Dalam hal membangun sektor kendaraan listrik, kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Negara-negara lain, termasuk negara-negara berkembang seperti Meksiko, India, dan Vietnam, telah berhasil membuat kemajuan dan menarik investasi kendaraan listrik dari investor global.

Kita harus mencari faktor-faktor selain nikel untuk memikat produsen mobil. Dan sesungguhnya faktor-faktor ini adalah hal-hal klasik seperti iklim investasi yang menguntungkan, perizinan yang mudah, pembebasan lahan yang aman, serta angkatan kerja yang kompetitif. Sejujurnya, persyaratan kandungan lokal yang dikenal sebagai TKDN merupakan tantangan besar bagi banyak calon produsen.

Dengan kata lain, perkembangan industri otomotif dan manufaktur kita secara umum harus ditempatkan pada landasan yang lebih luas, dan tidak hanya menggantungkan pada ketersediaan bahan baku tertentu. Semua perlu waktu dan upaya, tidak ada jalan pintas.

Kita punya semua peluang yang diperlukan untuk mengembangkan industri EV. Peluang itu tidak hanya selalu berkat bantuan dari produsen mobil global, tetapi bisa juga dari merek kendaraan dalam negeri, khususnya di segmen sepeda motor.

Lagipula, teknologi baterai berubah begitu cepat. Tidak ada cara untuk mengetahui jenis bahan yang akan banyak diminati dalam beberapa tahun dari sekarang. Beberapa pemain global kini fokus pada penelitian dan pengembangan baterai solid-state. Baterai tersebut bisa saja mengandung nikel, tetapi bisa juga tidak. Artinya, jangan menggantungkan semuanya pada nikel.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.