TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Merayakan Yesus Kristus

Mantan Presiden Soeharto menyatakan pada 1971 bahwa Jumat Agung yang merupakan hari wafatnya Isa al-Masih, serta hari kenaikanNya, akan menjadi hari libur nasional. Mulai tahun ini, semua nama sebutan diganti. Sehingga, hari yang dirayakan saat ini adalah Kenaikan Yesus Kristus.

Editorial Board (The Jakarta Post)
Jakarta
Sat, March 30, 2024

Share This Article

Change Size

Merayakan Yesus Kristus This artist's rendering shows Jesus Christ crucified on Calvary Hill, silhouetted against the sunset. (Shutterstock/Thoom)
Read in English

S

etelah 53 tahun, umat Kristiani di Indonesia akhirnya bisa merayakan Jumat Agung sesuai dengan teologinya. Mulai tahun ini, Indonesia tidak lagi menggunakan istilah Isa al-Masih (Mesias) yang diambil dari tradisi Islam. Sejak 2023, pemerintah meresmikan penggunaan nama Yesus Kristus ketika merujuk pada tokoh sentral dalam agama Kristen tersebut.

Mantan Presiden Soeharto menyatakan pada tahun 1971 bahwa Jumat Agung yang merupakan hari wafat Isa al-Masih, serta hari kenaikanNya, akan menjadi hari libur nasional. Mulai tahun ini, nama sebutan diganti. Sehingga, hari yang dirayakan saat ini, secara resmi, disebut sebagai Kenaikan Yesus Kristus.

Butuh lima dekade bagi Indonesia untuk mencapai kompromi terkait penggantian nama tersebut. Ada semacam sensitivitas agama di negara dengan populasi muslim terbesar di dunia ini. Tetap saja, umat Kristiani di Indonesia bersyukur bahwa hari-hari penting tersebut dijadikan sebagai hari libur nasional.

Perubahan nama yang diberlakukan sejak 2023 lalu itu lebih dari sekadar semantik. Jumat Agung memperingati penyaliban Yesus. Menurut dogma Kristiani, Trinitas adalah kesatuan Bapa, Putra, dan Roh Kudus sebagai tiga persona dalam satu Ketuhanan. Dalam Islam, Yesus Kristus diakui sebagai Nabi.

Ada umat Islam yang beranggapan bahwa mereka tidak boleh mengirimkan ucapan selamat Natal kepada teman-teman mereka yang beragama Kristen. Mereka mempercayai bahwa dengan mengucapkan selama Natal, tanpa disadari mereka mengakui Yesus sebagai anak Tuhan. Meski bagi sebagian besar umat Islam, mengucapkan selamat hanyalah sebuah kewajiban sosial dan tidak ada kaitannya dengan keimanan.

Pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo layak dipuji atas keputusan monumental penggantian penyebutan Isa Almasih menjadi Yesus Kristus tersebut. Umat ​​Kristen di Tanah Air juga patut berterima kasih kepada penduduk muslim yang telah menunjukkan pengertian dan toleransi terhadap kelompok minoritas.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Kita hanya bisa berharap bahwa pengakuan terhadap iman penganut Kristen ini dapat semakin mendorong saling pengertian antarumat yang berbeda keyakinan. Dengan begitu, Indonesia dapat menjadi masyarakat yang lebih inklusif dan toleran.

Yang lebih penting lagi, kini masyarakat akan mendapatkan lebih banyak kebebasan dalam menjalankan upacara agamanya. Dengan tingkat pemahaman yang lebih baik, kita tentu bisa mengharapkan berkurangnya konflik antaragama.

Dalam beberapa dekade terakhir, penganut agama minoritas menghadapi beberapa kendala. Yang utama adalah kesulitan mendirikan mendirikan rumah ibadah, termasuk saat umat hendak membangun gereja Kristen.

Bukan rahasia lagi bahwa mendapatkan izin mendirikan rumah ibadah adalah hal yang sulit. Bahkan setelah pihak berwenang memberi persetujuan, ada upaya yang dilakukan oleh kelompok penghasut untuk menghentikan pembangunan tersebut. Kelompok intoleran ini kebanyakan mengajukan alibi bahwa masyarakat setempat di sekitar lokasi rumah ibadah menentang pembangunan gereja baru.

Umat Islam jelas tidak mengalami masalah yang sama. Mereka bahkan dapat saja membangun masjid sebelum mendapat izin dari pihak yang berwenang. Memang itulah keuntungannya menjadi mayoritas.

Pada musim liburan kali ini, kita harus optimistis terhadap sikap masyarakat dalam hubungan antaragama. Rasa optimistis boleh ada terutama setelah negara ini mengalami masa tenang pascapemilu.

Faktanya, pemilu kali ini berbeda dengan lima tahun lalu. Saat itu, politik identitas menonjol dalam politik elektoral. Sedangkan tahun ini, isu politik berbasis agama jarang sekali dibahas.

Banyak yang tentu merasa lega ketika melihat minimnya penampilan kelompok Islam garis keras dalam kampanye.

Hal ini merupakan perubahan radikal dari apa yang kita alami pada pemilu tahun 2014 dan 2019. Saat itu, ada upaya untuk menciptakan perpecahan antara kelompok mayoritas muslim dan penganut agama minoritas.

Tentu kita belum lupa, dalam dua pemilu sebelum ini, pendukung calon presiden dikotak-kotakkan. Para pendukung Prabowo Subianto kerap dikaitkan dengan organisasi atau kelompok garis keras, sedangkan pendukung Jokowi dituduh sebagai anti-Islam atau bahwa beraliran komunis.

Ada baiknya juga bahwa pada pemilu presiden tahun ini, Presiden Jokowi yang akan segera lengser memberikan dukungannya kepada Prabowo. Apalagi, bulan ini Prabowo telah dinyatakan sebagai pemenang pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dengan apa yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir, umat Kristiani di Indonesia dapat dengan damai dan tenang memperingati wafatnya Yesus Kristus pada Jumat Agung dan merayakan kebangkitanNya pada Minggu Paskah.

Selamat merayakan Paskah!

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.