Prabowo memulai misinya dengan mengunjungi Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Tokyo, awal April lalu.
Presiden terpilih Prabowo Subianto telah melakukan aksi diplomasi sejak dini demi menentukan arah kebijakan luar negerinya untuk lima tahun ke depan. Ia akan mengambil alih posisi pemimpin tertinggi Indonesia dari Joko “Jokowi” Widodo, pada Oktober mendatang.
Prabowo memulai misinya dengan mengunjungi Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Tokyo pada awal April lalu. Anjangsana tersebut menjadi sebuah keputusan strategis agar dunia – atau setidaknya beberapa negara tetangga di Asia – memahami yang akan terjadi terhadap negara yang punya perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini, kelak saat Prabowo mengambil alih kendali pemerintahan.
Prabowo beruntung punya waktu beberapa bulan untuk menyelesaikan platform kebijakan luar negerinya. Ini kali pertama bagi Indonesia, mengalami transisi kekuasaan antara dua pemerintahan yang berasal dari satu aliansi politik. Kesamaan asal ini seharusnya memastikan bahwa proses tersebut akan berjalan mulus.
Prabowo melakukan lawatan ke Tiongkok dan Jepang, serta Malaysia, dalam kapasitasnya sebagai Menteri Pertahanan. Sebelumnya, Presiden Jokowi telah mengumumkan niat untuk memperkenalkan penggantinya tersebut kepada para pemimpin dunia lain, yaitu mereka yang telah ia kenal selama 10 tahun terakhir. Dalam beberapa kesempatan, Prabowo menyatakan akan melanjutkan diplomasi ekonomi jangka pendek dan menengah yang telah dijalankan Jokowi.
Meskipun Prabowo punya hak untuk memutuskan kunjungan ke luar negeri berikutnya, akan lebih baik baginya agar memprioritaskan lawatan ke negara mitra lama Indonesia. Mereka adalah, misalnya, negara anggota Kelompok 20 (G20), negara anggota ASEAN, dan negara-negara mitra kelompok regional dalam KTT tahunan Asia Timur.
Namun, jelas juga bahwa sebagai mantan jenderal Angkatan Darat, visi Prabowo tentang diplomasi luar negeri akan lebih luas dari sekadar menyasar keuntungan ekonomi jangka pendek. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia sebagai kekuatan menengah akan antusiaa memainkan peran yang lebih penting dalam urusan global. Dan di situlah aspek geopolitik seperti keamanan dan pertahanan akan menjadi sangat penting.
Diplomasi Indonesia lebih dari sekadar mencari keuntungan ekonomi jangka pendek dan menengah. Diplomasi yang berpikiran sempit seperti itu hanya akan membuat negara ini kehilangan banyak peluang untuk memproyeksikan diri sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan di masa depan.
Sebagai bagian dari proses peralihan kekuasaan, Presiden Jokowi kemungkinan akan membawa sang Menteri Pertahanan ke Laos, untuk menghadiri konferensi tingkat tinggi para pemimpin ASEAN. Konferensi itu akan dilaksanakan pada Oktober, hanya beberapa hari sebelum Jokowi mengakhiri masa jabatan lima tahunnya yang kedua. Di ajang tersebut, para pemimpin regional akan bertemu sejawat mereka dari Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, Rusia, Selandia Baru, India, dan Amerika Serikat.
Jokowi juga dapat mengajak Prabowo menghadiri Sidang Umum tahunan PBB di New York, pada September.
Saat Presiden mengadakan pertemuan tahunan dengan PM Singapura Lee Hsien Loong di Istana Bogor pekan lalu, baik Jokowi maupun Lee menggunakan kesempatan itu untuk memperkenalkan penerus mereka. Pada 15 Mei, Wakil PM dan Menteri Keuangan Lawrence Wong akan menggantikan Lee, yang telah berkuasa selama 20 tahun.
Prabowo juga berencana mengunjungi mitra penting Indonesia di Asia, Timur Tengah, dan Eropa. Ia dikabarkan dijadwalkan bertemu Presiden AS Joe Biden atas undangan kawannya, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin. Di Timur Tengah, Prabowo harus menunjukkan lebih dari sekadar ketegasan terkait dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina, di tengah sikap Israel yang merasa sangat percaya diri akan dapat membuka hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Kunjungan perkenalan menemui para pemimpin dunia dan lembaga global lainnya dapat dimanfaatkan Prabowo untuk menegaskan kembali tekadnya melanjutkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Ada pertanyaan di kalangan diplomat di Jakarta, tentang antusiasme pemerintahan berikutnya terkait relokasi ibu kota, apakah sejalan dengan pemerintahan Jokowi. Mereka perlu konfirmasi dari pejabat tertinggi sebelum memindahkan kedutaan dan kantor mereka ke kota baru.
Presiden Indonesia berikut kemungkinan besar akan melanjutkan peran tradisional Indonesia sebagai pemimpin de facto ASEAN. Namun, Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo perlu memperluas fokus, melampaui perhimpunan regional tersebut.
Agar Indonesia dapat memainkan peran yang lebih besar di dunia yang berubah cepat, mempertahankan prinsip bebas aktif akan menjadi kebijakan luar negeri terbaik.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.