TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Kabinet gemuk: Tidak efisien maupun efektif

Melibatkan semua pihak, atau hampir semua orang, mungkin akan lebih menguntungkan secara politik, setidaknya jika dilihat dari sudut pandang presiden. Tetapi, hal itu buruk bagi demokrasi.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Tue, September 17, 2024 Published on Sep. 16, 2024 Published on 2024-09-16T08:14:30+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Kabinet gemuk: Tidak efisien maupun efektif President Joko “Jokowi“ Widodo (fifth left) sits next to Vice President Ma'ruf Amin (third right) during the final cabinet meeting at the Garuda Palace in Nusantara Capital City (IKN), North Penajam Paser regency, East Kalimantan, on Sept. 13, 2024. M Risyal Hidayat (Antara/M Risyal Hidayat)
Read in English

T

erkait ukuran pemerintahan atau kabinet, seharusnya masih berlaku pepatah “kecil itu indah”. Namun, dengan adanya undang-undang yang akan segera disahkan, yang akan mencabut batasan jumlah menteri di kabinet, pemerintahan yang akan datang akan menjadi sangat besar, dan belum tentu akan lebih efektif atau efisien. Sebagai informasi, undang-undang saat ini membatasi hanya ada 34 kementerian.

Semua pihak di DPR telah sepakat mengubah Undang-Undang Kementerian tahun 2008. Alasannya, seorang presiden harus diberi kebebasan untuk menentukan ukuran kabinet, demi “efektivitas” yang lebih besar. Bahwa ada kesan undang-undang tersebut diputuskan tergesa-gesa, serta melihat waktunya, menunjukkan bahwa undang-undang ini dirancang untuk presiden terpilih Prabowo Subianto. Ia dapat memiliki menteri sebanyak yang ia inginkan di kabinetnya. Prabowo akan dilantik pada 20 Oktober.

Alasan sebenarnya di balik keinginan DPR mencabut batasan tersebut adalah agar Prabowo dapat membagi kursi di kabinet dan jabatan strategis politis lainnya kepada partai politik dan kelompok yang punya kepentingan khusus, yang akan menjadi bagian dari pemerintahannya. Ia mengincar pemerintahan koalisi yang lebih besar daripada pemerintahan presiden Joko “Jokowi” Widodo yang akan lengser. Kursi-kursi tersebut diberikan sebagai imbalan atas dukungan dan kesetiaan kepada pemerintah selama lima tahun ke depan.

Selain menghapus batasan jumlah kementerian, undang-undang baru, yang masih menunggu persetujuan DPR secara formal, memungkinkan presiden untuk mengangkat politisi sebagai wakil menteri. Dalam undang-undang saat ini, politisi dibatasi hanya dapat menjadi pegawai negeri sipil jalur karier. Undang-undang tersebut juga mengamanatkan bahwa wakil menteri akan dihitung sebagai anggota kabinet. Jika kita mengacu pada definisi ini, ukuran kabinet Jokowi sebenarnya adalah 51, termasuk 17 wakil menteri, yang sudah mencakup beberapa politisi. Artinya, bertentangan dengan undang-undang tahun 2008.

Sekarang, hampir dapat dipastikan bahwa kabinet Prabowo kelak ukurannya lebih besar lagi. Pasalnya, ia telah menerima dukungan dari tujuh partai, di antara delapan partai politik yang terwakili di DPR. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dengan jumlah kursi terbanyak di DPR, adalah satu-satunya yang tidak ikut serta. Meski demikian, PDI-P belum sepenuhnya mengesampingkan kemungkinan bergabung dengan pemerintahan baru.

Prabowo juga akan mengandalkan dukungan dari kelompok khusus seperti organisasi bisnis dan keagamaan, serta polisi dan militer.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Melibatkan semua pihak, atau hampir semua orang, mungkin akan lebih menguntungkan secara politik, setidaknya jika dilihat dari sudut pandang presiden. Tetapi, hal itu buruk bagi demokrasi. Hal itu juga kurang sesuai untuk tujuan pemerintahan yang efektif.

Menempatkan politisi sebagai pejabat akan membuat DPR hanya memiliki sedikit oposisi yang efektif, atau bahkan tidak ada sama sekali. Semua pertarungan politik, termasuk tawar-menawar yang tak terelakkan, akan terjadi dalam koalisi secara tertutup. Publik hampir tidak akan memiliki suara terkait cara membuat sebuah kebijakan, dan pemerintahan yang transparan akan hanya tinggal angan.

Memiliki lebih banyak menteri dan kementerian juga akan lebih boros. Jelas, tidak efisien dari segi biaya. Hal itu juga tidak akan selalu lebih efektif, seperti yang dikatakan para pendukung Prabowo. Akan ada masalah koordinasi, terutama karena menteri yang diperbantukan dalam kabinet akan mewakili kepentingan partai atau afiliasinya.

Membentuk kementerian baru, atau memecah kementerian yang ada menjadi beberapa kementerian dengan tugas tunggal dapat menghasilkan efektivitas yang lebih baik. Ada usulan, misalnya, untuk memisahkan lingkungan hidup dari kehutanan, budaya dari pendidikan, dan perumahan umum dari pekerjaan umum. Namun, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa perlu waktu hingga dua tahun sebelum kementerian mulai bekerja. Ada masalah terkait mencari kantor baru, perekrutan staf, dan penciptaan struktur serta proses organisasi. Pada tahun pertama, dengan anggaran 2025 yang sudah dialokasikan, kementerian atau lembaga baru ini akan mengeruk dana dari anggaran institusi pemerintah lainnya.

Perluasan kabinet, dan dengan demikian memperbesar jajaran pemerintahan, tampaknya sudah menjadi kesepakatan. DPR akan segera menyetujui amandemen undang-undang tersebut. Ketika Prabowo mengambil alih kursi kepresidenan bulan depan, bangsa ini harus bersiap menghadapi datangnya pemerintahan yang bengkak, dengan segala konsekuensinya terhadap demokrasi dan tata negara.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.