TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Mengapa tergesa-gesa?

Pemerintahan baru akan punya lebih banyak waktu untuk menilai para kandidat dengan baik, serta memastikan transisi kepemimpinan yang lancar, tanpa terburu-buru.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Tue, October 15, 2024 Published on Oct. 14, 2024 Published on 2024-10-14T17:56:05+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Mengapa tergesa-gesa? Corruption Eradication Commission (KPK) leadership selection committee chief Muhammad Yusuf Ateh (third right), deputy Arif Satria (fourth left) and other panelists interview Padma Dewi Liman (sitting, right), a candidate for the antigraft body supervisory council, at the auditorium of the State Secretariat in Jakarta on Sept. 20. (Antara/Muhammad Adimaja)
Read in English

D

engan hanya seminggu tersisa sebelum Presiden Joko "Jokowi" Widodo menyerahkan kursi kepresidenan kepada penggantinya, ada beberapa hal dalam agendanya yang masih belum tuntas. Namun, dari semua masalah yang terdaftar, tidak ada yang lebih menarik selain desakannya untuk melanjutkan proses seleksi komisioner baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Keputusan melanjutkan proses seleksi komisioner baru KPK tersebut dibuat selama hari-hari terakhir pemerintahan Jokowi. Hal itu menimbulkan tanda tanya besar, terutama mengingat kontroversi seputar proses yang dijalankan dan sempitnya waktu yang ada untuk memeriksa kelayakan dan kepatutan para kandidat dengan benar.

KPK, yang pernah dipuji sebagai pengawas yang kuat dalam perang melawan korupsi di Indonesia, menurun peran dan reputasinya selama pemerintahan Jokowi. Pada 2019, pemerintahan Jokowi mempelopori revisi undang-undang antikorupsi, yang secara efektif melemahkan fungsi KPK. Dan sekarang, dengan berakhirnya masa jabatan kepresidenannya, Jokowi tampak bertekad untuk secara pribadi mengawasi pemilihan pemimpin baru lembaga tersebut.

Pertanyaannya, mengapa tergesa-gesa? Mengapa proses ini harus segera dimulai dan mungkin berakhir saat sudah jelas tidak ada cukup waktu untuk fit and proper test kandidat secara menyeluruh dan transparan?

Proses seleksi saat ini bukan sekadar memilih nama dari daftar. Ada pertaruhan terhadap otonomi KPK dan perannya yang krusial dalam memerangi korupsi. Para kritikus telah menunjukkan bahwa desakan Jokowi untuk mendorong proses seleksi, selama hari-hari terakhir masa jabatannya, melanggar semangat yang dibawa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 2023. Bahkan, mungkin langkah Jokowi itu tidak sesuai dengan isi putusan. 

MK menekankan bahwa presiden dan DPR memiliki tanggung jawab yang berat ketika memilih pimpinan KPK. MK memperingatkan bahwa proses ini, jika tidak ditangani dengan baik, dapat membahayakan independensi KPK. Untuk menggarisbawahi pentingnya menjaga otonomi komisi, MK memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK aktif, dari empat menjadi lima tahun.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Mengingat konteks ini, banyak yang mempertanyakan mengapa Jokowi tidak mengikuti putusan pengadilan dengan lebih saksama. Masa jabatan pimpinan KPK saat ini akan berakhir pada Desember. Jadi, mengapa tidak menunda pemilihan kandidat baru hingga saat itu, dan membiarkan presiden terpilih Prabowo Subianto melakukannya? Pemerintahan baru akan punya lebih banyak waktu untuk menilai para kandidat dengan baik, serta memastikan transisi kepemimpinan yang lancar tanpa terburu-buru.

Keputusan Jokowi untuk melanjutkan proses pemilihan komisioner KPK tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang niatnya, juga pada transparansi proses seleksi. Pihak-pihak yang selama ini menentang proses tersebut khawatir bahwa keterlibatan Jokowi dalam seleksi pimpinan KPK dapat merusak proses tersebut. Bisa saja Jokowi memenangkan kandidat tertentu tanpa uji kelayakan dan kepatutan yang pas.

Istana Kepresidenan membela keputusan Jokowi tersebut. Mereka beralasan bahwa memulai proses seleksi lebih awal memberikan cukup waktu untuk memeriksa kandidat dengan benar. Namun, meskipun waktunya tepat, proses tersebut telah menjadi tidak jelas sejak awal.

Sepuluh kandidat terakhir yang akan diusulkan ke DPR telah menuai kritik keras. Sebagian dikritik karena ada hubungan dengan kepolisian, yang pada beberapa kesempatan telah berusaha menghalangi penegakan hukum oleh KPK. Kekhawatiran telah muncul tentang sosok yang terlibat pengusiran penyidik KPK. Sang penyidik sempat dianggap sebagai calon kuat, tetapi akhirnya menghilang dari daftar.

Di bawah pemerintahan Jokowi, peringkat Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Transparency International turun paling signifikan, dihitung selama kurun 25 tahun terakhir. Pada 2022, IPK Indonesia turun menjadi 34, merosot dari puncaknya di angka 40 pada 2019, tahun yang sama saat UU KPK direvisi. KPK, yang dulunya merupakan lembaga super dalam pemberantasan korupsi, kini hanya sekadar bayang-bayang lembaga saja. Dorongan Jokowi untuk memilih pemimpin baru KPK lagi-lagi memukul kondisi Indonesia yang sudah lumayan rapuh.

Pemilihan pemimpin KPK yang baru terlalu penting untuk ditangani secara tergesa-gesa. Jokowi harus menyerahkan keputusan ini kepada pemerintahan berikutnya. Ia harus memberi kesempatan untuk uji kelayakan dan kepatutan yang tepat, sekaligus memastikan bahwa badan antikorupsi tersebut dapat kembali menjadi kuat dan independen, di bawah pemerintahan yang baru.

Saat Presiden bersiap untuk meninggalkan panggung politik, ia harus memprioritaskan integritas KPK, dan bukannya tergesa-gesa menuntaskan tugasnya. Pemberantasan korupsi terlalu penting untuk dikompromikan oleh keputusan yang diambil terburu-buru di hari-hari terakhir masa jabatannya.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.