TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Akhir sebuah masa 

Di tahun-tahun terakhir pemerintahannya, Jokowi telah membuat preseden berbahaya yang mungkin akan ditiru para pemimpin masa depan. Dampaknya terhadap perspektif politik kaum muda bangsa ini juga mengkhawatirkan. Bisa jadi mereka berhenti menghargai demokrasi. 

Editorial Board (The Jakarta Post)
Jakarta
Sat, October 19, 2024

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Akhir sebuah masa President Joko “Jokowi” Widodo (second right) takes a selfie with dancers during the inauguration of the Aneuk Muda Aceh Unggul dan Hebat (AMANAH) building at the Aceh Industrial Complex in Aceh Besar regency, Aceh, on Oct. 15, 2024. (Antara/Khalis Surry)
Read in English

 

Esok hari, ketika kita mengucapkan selamat tinggal kepada pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, emosi bangsa ini akan campur aduk. Banyak orang akan mengingat Jokowi sebagai kapten yang dengan berani mengarahkan negara ini mengarungi lautan yang ganas selama satu dekade. Namun, ada pihak-pihak yang akan mengucapkan selamat tinggal pada Jokowi, sambil memandangi segala kekacauan yang ia wariskan. 

Jokowi masuk dunia politik nasional pada 2014. Saat itu, ia adalah politikus pemula, tetapi dengan cepat merebut hati para pemilih, yang mendambakan hadirnya pemimpin yang bersedia mendengarkan rakyat dan meruntuhkan penghalang yang memisahkan kaum elit dari warganya. Tagline kampanyenya “Jokowi adalah kita” membangkitkan citra kuat yang diterima para pemilih.

Majalah Time ikut dalam antusiasme tersebut. Majalah asing tersebut menjuluki Jokowi sebagai "harapan baru" bagi Indonesia. Saat itu terucap janji memutus hubungan dengan masa lalu guna memerangi korupsi, mereformasi birokrasi, dan melindungi hak asasi manusia.

Banyak janji-janji tersebut yang sirna. Jokowi justru menunjukkan kecenderungan semakin otoriter, seiring berjalannya masa jabatan kepresidenannya. Dengan dukungan 75 persen anggota DPR, ia menjalankan praktik tirani untuk memberlakukan kebijakan sesuai keinginannya. 

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

UU Cipta Kerja merupakan salah satu undang-undang paling kontroversial dari warisan Jokowi. Pada peluncuran pertama, undang-undang tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena dinilai dibahas secara terburu-buru tanpa masukan publik yang berarti. Setelah melalui beberapa diskusi partisipasi publik ala kadarnya, undang-undang tersebut disahkan. Seketika, undang-undang baru mengubah sistem regulasi negara secara besar-besaran, dan merusak perlindungan utama pada ketenagakerjaan dan lingkungan kerja. 

Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana semakin memperburuk situasi. Revisi atas dua undang-undang tersebut melemahkan perjuangan negara melawan korupsi dan membatasi kebebasan berekspresi.

Jokowi menggunakan kekuasaan yang ia konsolidasikan untuk menghancurkan sistem, dan bukannya memperbaikinya. Sulit untuk melupakan manuver politik para anteknya yang berupaya memperpanjang masa jabatan presiden, melalui amandemen konstitusi. Mereka berdalih melakukannya demi keberlanjutan kebijakan. Sebuah dalih yang sangat lemah.

Jokowi telah membantah semua tuduhan campur tangan terkait upaya perubahan peraturan tersebut. Tetapi kemudian, ia medukung keputusan Mahkamah Konstitusi untuk melonggarkan batasan usia kandidat calon presiden dan wakil presiden. Keputusan itu memungkinkan putranya, Gibran Rakabuming Raka, mencalonkan diri sebagai wakil presiden pada pemilihan presiden Februari lalu. Gibran maju sebagai pasangan Prabowo Subianto. Dukungan Jokowi menunjukkan keinginannya untuk terus berkuasa setelah masa jabatan presidennya usai.

Lebih buruk lagi, Jokowi menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk membantu Prabowo dan Gibran memenangkan pemilihan. Ia mengklaim bahwa sebagai warga negara, ia berhak memilih salah satu calon. Selama musim kampanye, Jokowi menambah jumlah penyaluran bantuan sosial kepada keluarga berpenghasilan rendah. Mahkamah Konstitusi gagal membuktikan adanya motif politik di balik langkah tersebut, meskipun ada tuduhan dari para pesaing Prabowo dalam pemilihan umum.

Dalam beberapa tahun terakhir pemerintahannya, Jokowi telah membuat preseden berbahaya yang mungkin akan ditiru oleh para pemimpin Indonesia masa depan. Dampaknya juga terhadap perspektif politik kaum muda bangsa ini juga mengkhawatirkan. Bisa jadi mereka hilang penghargaan terhadap demokrasi, dan mengabaikan anugerah berharga tersebut demi kepentingan pribadi.

Besok, setelah menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Prabowo, Jokowi mungkin tidak akan memulai masa pensiun penuh ketenangan di kota kelahirannya, Surakarta, Jawa Tengah, seperti rencana yang selalu ia katakan. Yang jelas, investasinya telah membuahkan hasil. Gibran menduduki jabatan tertinggi kedua di negara ini dan sejumlah sekutunya menduduki posisi-posisi penting dalam pemerintahan Prabowo.

Sekretaris Negara Pratikno, yang mendampingi Jokowi sejak 2014, dan Budi Ari Setiadi, ketua kelompok relawan Jokowi, Projo, akan tetap berada di kabinet, di tengah janji-janji melanjutkan kebijakan pemerintahan Jokowi. Mereka hanya sedikit contoh, untuk memperlihatkan bahwa, artinya, pengaruh Jokowi akan tetap ada.

Apakah Jokowi, seperti raja-raja Jawa kuno, akan meninggalkan ruang publik lalu menjalani hidup penuh kontemplasi yang bersahaja? Hanya dia yang bisa menjawabnya.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!