Kabinet Prabowo yang beranggotakan 109 menteri dan pejabat senior lainnya akan perlu banyak pengaturan. Kita menunggu bukti, jadi mari kita lihat posisi pemerintah – dan negara – dalam enam bulan ke depan.
Presiden yang baru dilantik, Prabowo Subianto, telah mengumumkan kabinetnya yang terdiri dari 109 anggota. Ini adalah kabinet terbesar yang pernah ada di Indonesia dalam beberapa dekade, meskipun bukan hal yang pertama kali terjadi.
Paling tidak, pernah ada satu kabinet yang jauh lebih besar, yaitu Kabinet Dwikora. Anggota kabinet tersebut adalah 132 orang, dipimpin Sukarno pada 1966. Kabinet tersebut hanya bertahan selama sebulan di tengah kekacauan politik.
Besarnya Kabinet Merah Putih Prabowo tetap saja mengundang kecurigaan. Banyak pihak membandingkannya dengan birokrasi masa lalu dan lalu menjadi khawatir atas efisiensi dan keberlanjutan kabinet tersebut.
Lingkaran dalam Prabowo dengan cepat meredakan kekhawatiran tersebut. Dikemukakan alasan bahwa kabinet yang diperbanyak jumlahnya mencerminkan luasnya negara dan beragamnya kebutuhan.
Menurut juru bicara kepresidenan, pembagian kementerian besar menjadi unit-unit yang lebih kecil dan lebih terspesialisasi justru memungkinkan tata kelola yang lebih fokus dan efektif.
Pemerintah mungkin juga mengklaim bahwa menugaskan lebih banyak orang untuk menangani lebih sedikit tugas akan memastikan bahwa setiap menteri memiliki beban kerja yang lebih mudah dikelola. Tetap saja, banyak pihak yang skeptis tentang kemampuan kabinet yang lebih besar untuk benar-benar menghasilkan tata kelola yang lebih baik.
Keraguan muncul, terutama mengingat adanya tambahan biaya, juga potensi terjadinya kebuntuan birokrasi yang lebih besar.
Tidak dapat diabaikan bahwa pemerintahan besar Prabowo merupakan cerminan dari aliansi politik besar yang membantunya meraih jabatan tertinggi, sekaligus mengamankan mayoritas suara yang sangat besar di DPR.
Modal politik ini sangat penting, karena memungkinkan pensiunan jenderal tentara tersebut untuk mendorong keberhasilan agenda legislatifnya dengan hanya perlawanan minimal.
Kekuatan aliansi ini mengingatkan kita pada masa jabatan kedua pendahulu Prabowo, Joko “Jokowi” Widodo. Koalisinya yang besar membantu memastikan keberlanjutan program-programnya.
Namun, besarnya kabinet baru tersebut juga telah memunculkan spekulasi bahwa langkah penambahan kementerian mungkin merupakan upaya untuk mendistribusikan bantuan politik. Apalagi dengan penunjukan yang lebih didorong oleh kebutuhan untuk memuaskan partai-partai dalam koalisi, dan bukan didasarkan pada kompetensi yang dibutuhkan untuk jabatan tersebut.
Dengan para menteri yang berasal dari beragam latar belakang politik dan profesional, kabinet tersebut merupakan tindakan penyeimbangan politik sekaligus badan pemerintahan yang fungsional.
Dalam rapat kabinet pleno pertamanya pada Rabu 23 Oktober, Prabowo mengingatkan para menteri tentang pentingnya bersikap setia pada program-programnya.
Meskipun diperlukan loyalitas agar pemerintahan apa pun dapat berfungsi dengan lancar, tidak diragukan lagi bahwa akan ada kendala dalam mengelola kabinet yang begitu besar dan beragam. Konflik kepentingan, persaingan internal, dan rintangan birokrasi merupakan tantangan yang dapat diperkirakan sebelumnya.
Peringatan yang dikeluarkan Prabowo pada Rabu kemarin mungkin merupakan yang pertama dari banyak peringatan yang akan ia keluarkan dalam beberapa tahun mendatang. Ia pasti akan terus berupaya mempertahankan kendali atas badan yang lebih sulit diatur ini.
Terlepas dari kekhawatiran tersebut, mari kita untuk sementara waktu menangguhkan keraguan kita. Tentu dengan syarat, Prabowo berkomitmen meninjau kinerja kabinetnya secara berkala.
Ketua Umum Partai Gerindra telah menetapkan target yang sangat ambisius, termasuk pertumbuhan ekonomi 8 persen dan pengentasan kemiskinan absolut. Meskipun target itui merupakan tujuan yang terpuji, tetapi juga merupakan target yang sangat sulit dicapai. Apalagi, dengan jajaran pemerintahan yang begitu besar dan berpotensi terpecah-pecah.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), satu-satunya partai besar yang masih belum menjadi bagian dari koalisi Prabowo, telah meminta agar kinerja kabinet ditinjau ulang dalam enam hingga 12 bulan ke depan.
Kebetulan, kerangka waktu ini sejalan dengan rapat internal partai berikutnya. Saat itulah partai dapat memutuskan sikap akhirnya untuk bergabung dengan pemerintah. Apalagi, kerangka kerja PDI-P tersebut menawarkan periode evaluasi yang lebih realistis dibandingkan dengan pendekatan tradisional "100 hari pertama".
Hasil nyata segera tidak mungkin terjadi mengingat ukuran dan kompleksitas kabinet. Periode yang lebih lama akan memberi gambaran yang lebih baik tentang kinerja kabinet, apakah dapat memenuhi tujuan ambisius Presiden atau tidak.
Mari mendukung evaluasi secara berkala dan transparan, untuk kinerja pemerintahan baru.
Keberhasilan pemerintahan Prabowo tidak hanya bergantung pada kesetiaan para menterinya, tetapi juga bergantung pada kemampuan mereka untuk memberi hasil nyata.
Mari tetap berharap bahwa Prabowo akan tetap bijaksana saat memutuskan hal sulit. Termasuk jika harus memberhentikan menteri yang berkinerja buruk, terlepas dari afiliasi politik sang menteri.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.