PDI-P tidak menyatakan diri sebagai penentang pemerintahan Prabowo, meskipun bersikukuh untuk tetap berada di luar pemerintahan.
Minggu lalu, demokrasi Indonesia sekali lagi menghadapi tantangan berat. Mahasiswa dan anggota masyarakat sipil turun ke jalan. Mereka memprotes langkah penghematan yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto. Sayangnya, suara-suara oposisi tersebut lalu dibungkam.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menangkap Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristyanto. Itulah akibat kemelut politik, karena PDI-P semakin menjauh dari pemerintah.
PDI-P, yang dulunya partai berkuasa pendukung pemerintahan mantan presiden Joko "Jokowi" Widodo selama satu dekade, telah menjauh dari pemerintah setelah menolak mendukung Prabowo dalam pemilihan presiden 2024. Padahal Prabowo adalah calon presiden pilihan Jokowi.
Meskipun PDI-P tetap menjadi partai politik terbesar di DPR pascapemilu, PDI-P seperti tak berdaya menghadapi koalisi pemerintah yang dipimpin oleh Partai Gerindra milik Prabowo. PDI-P nyaris tidak menunjukkan nyali, justru mengekor langkah koalisi besar. Hal itu terlihat dalam putusan revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara yang secara kilat disetujui, baru-baru ini.
Prabowo dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri disebut-sebut telah menjalin hubungan baik sejak 2009. Tetapim hubungan tersebut mulai memudar di tengah keretakan yang terjadi antara Megawati dan Jokowi.
Hasto telah menjadi korban dinamika kekuasaan di antara tiga raksasa politik tersebut. Pada bulan-bulan terakhir masa jabatan Jokowi, lembaga antikorupsi membuka kembali penyelidikan kasus korupsi yang diduga melibatkan Hasto. Padahal KPK telah menunda kasus itu selama bertahun-tahun. Sosok Hasto memang telah menjadi kritikus keras Jokowi selama setahun terakhir.
Megawati telah menghabiskan waktu berbulan-bulan membujuk Prabowo untuk menjaga hubungan baik mereka. Ia juga menghindari konsekuensi jika terjadi perseteruan di antara mereka. PDI-P bahkan tidak menyatakan menentang kabinet Prabowo, meski bersikeras untuk tetap berada di luar pemerintahan. Padahal, Prabowo telah menawarkan untuk bergabung dengan koalisi yang berkuasa.
Upaya Megawati untuk lebih akomodatif terhadap Presiden tidak membuahkan hasil karena Prabowo memilih memprioritaskan hubungan dengan mereka yang berada di koalisi pemerintah dan para pendukungnya, termasuk Jokowi. Hasto tetap ditangkap meskipun dilaporkan telah ada negosiasi antara elit PDI-P dan Gerindra untuk mencegahnya masuk tahanan KPK.
Namun, sisi positifnya, penahanan Hasto dapat memberi momentum bagi PDI-P untuk benar-benar melepaskan diri dari pemerintah. PDI-P dapat kembali pada perannya sebagai kekuatan oposisi, terhadap lembaga yang pernah membuatnya mendapat kepercayaan publik yang luas selama Orde Baru. Di masa itu, pemerintah adalah rezim otoriter yang dipimpin oleh mantan ayah mertua Prabowo, Soeharto. PDI-P juga mengemban peran penyeimbang dalam fungsi checks and balances selama 10 tahun masa jabatan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal itu mengantarkan partai meraih dua kemenangan ganda, yaitu dalam pemilihan legislative serta pemilihan presiden, pada 2014 dan 2019.
Pertanyaannya sekarang, apakah PDI-P masih memiliki kobar api perlawanan? Indonesia sangat membutuhkan penyeimbang untuk menahan dominasi Prabowo. Jika tidak, negara ini akan kembali ke era otoriter.
Mari berharap PDI-P akan memainkan peran sebagai corong kritis terhadap kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan keinginan rakyat. Partai ini akan mendapatkan respek publik jika melakukannya.
Terkait hal ini, Ketua DPR Puan Maharani, putri Megawati, tidak boleh lagi duduk sebagai penonton bisu di tengah manuver koalisi yang berkuasa. Toh, Puan memimpin anggota DPR dari PDI-P, yang merupakan fraksi terbesar di DPR.
Sudah saatnya Puan berperan lebih tegas. Ia tidak boleh mengikuti sikap ibundanya, yang pengaruhnya di kancah politik nasional semakin memudar karena usia. Baru-baru ini, Megawati menarik kembali instruksinya sendiri kepada para kepala daerah yang berasal dari PDI-P, untuk menunda keikutsertaan mereka dalam retret di Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah. Instruksi itu ia ralat dengan meminta Gubernur Jakarta yang baru, Pramono Anung, untuk hadir dalam acara tersebut dan menjembatani komunikasi antara partai dan pemerintah. Acara retret itu disponsori pemerintah.
Diperlukan kritik untuk menjaga agar pemerintah tetap pada jalur yang semestinya. Protes jalanan mengusung tagar “Indonesia Gelap” terhadap Prabowo merupakan bagian dari upaya untuk mengingatkan pemerintah akan kekurangannya. PDI-P sebagai partai oposisi de facto harus memainkan peran penting.
Langkah berani PDI-P mungkin saja dapat mengembalikan keseimbangan pada demokrasi negara ini. Hal itu secara bersamaan akan menarik simpati masyarakat yang berbuah dukungan, yang dibutuhkan partai dalam pemilihan berikutnya.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.