Can't find what you're looking for?
View all search resultsCan't find what you're looking for?
View all search resultsIndonesia perlu secara agresif mengejar peluang lain yang telah lama tertunda seperti IEU-CEPA, dan pakta perdagangan serupa.
Indonesia punya waktu kurang dari 60 hari untuk menghindari kebijakan proteksionis Amerika Serikat, yang dapat berdampak buruk pada sektor ekspor utama. Namun, hanya waktu yang dapat membuktikan apakah peluang tersebut akan hilang sebelum tercapai kemajuan signifikan.
Sudah lebih dari sepekan sejak delegasi Indonesia, yang terdiri dari sosok-sosok penting, kembali dari kunjungan mereka ke Washington. Mereka bertugas merundingkan kesepakatan guna menghindari tarif impor AS yang sangat tinggi yang akan dikenakan pada Indonesia.
Pemerintah tidak punya banyak informasi yang bisa dibagikan, selain mengatakan bahwa AS cukup gembira dengan usulan Indonesia. Informasi lain adalah bahwa telah dibentuk kelompok kerja di lima sektor, guna mempercepat negosiasi.
Washington tetap menerima delegasi Indonesia dengan baik, tetapi tidak ada terobosan konkret yang diungkapkan karena rincian pembicaraan telah dilakukan di bawah perjanjian kerahasiaan. Ini merupakan praktik yang sangat aneh dalam diplomasi, yang seharusnya menganut norma transparansi.
Kita dapat mengharapkan lebih banyak lagi diskusi dilakukan dalam beberapa minggu mendatang. Mari berharap bahwa sisa dua bulan penundaan tarif AS cukup untuk menyelesaikan segalanya.
Keberhasilan pembicaraan akan menentukan masa depan beberapa industri padat karya Indonesia, terutama alas kaki, tekstil, dan elektronik. Industri tersebut mengandalkan pasar AS sebagai tujuan ekspor utama.
Bahkan sebelum tarif AS diumumkan, di Indonesia telah terjadi banyak penutupan pabrik dan PHK besar-besaran. Alasan di baliknya beragam, bisa jadi karena melemahnya permintaan domestik, bisa juga karena barang-barang Indonesia yang kurang kompetitif di pasar global.
Pemerintah telah membentuk tiga gugus tugas baru yang menangani PHK, deregulasi, dan negosiasi tarif AS, demi mengatasi tantangan ini. Meskipun gugus tugas ini merupakan awal yang baik, mereka tetap perlu pengawasan.
Kita perlu mewaspadai jika beberapa deregulasi yang telah diusulkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dapat berdampak buruk pada industri lokal. Secara khusus, kebijakan tersebut dapat berdampak pada konten lokal dan kuota impor.
Meskipun peraturan ini kadangkala terbukti tidak menguntungkan bagi beberapa perusahaan asing, peraturan tersebut sangat penting bagi investor untuk melindungi pabrik dan rantai pasokan mereka di Indonesia.
Mempertaruhkan masa depan industri kita demi keringanan tarif jangka pendek adalah jebakan yang harus kita hindari. Segala upaya untuk mencapai kesepakatan dengan Gedung Putih harus strategis, bukan nekat. Indonesia harus bersedia membuat konsesi, tetapi tidak dengan mengorbankan ketahanan ekonominya sendiri.
Selain itu, mencapai kesepakatan perdagangan dengan AS seharusnya tidak menjadi satu-satunya titik fokus. Pemerintah perlu secara agresif mengejar peluang lain seperti Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement atau IEU-CEPA) yang telah lama tertunda, serta pakta perdagangan serupa dengan negara-negara Eurasia. Hal-hal semacam itu dapat membantu pemerintah melindungi negosiasinya tidak hanya dengan Washington saja, sambil semakin membuka lebih banyak akses pasar bagi industri manufaktur lokal.
Indonesia tidak boleh melupakan pentingnya memperkuat hubungan dengan mitra dagang utama yang ada—terutama ASEAN, Tiongkok, dan Jepang. Pasar-pasar ini sudah menyumbang porsi ekspor Indonesia yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan AS. Mempererat hubungan dengan para mitra dagang utama dapat menawarkan manfaat yang lebih berkelanjutan dan jangka panjang.
Selain itu, negara-negara ASEAN, Tiongkok, dan Jepang juga merupakan bagian dari Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), yang belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh para pelaku bisnis Indonesia. Padahal, RCEP berpotensi membantu Indonesia meningkatkan ekspor dan impor hingga miliaran dolar AS.
Pembicaraan di Washington baru dimulai, sebagai langkah permulaan. Sekarang tibalah bagian yang lebih sulit, yaitu mengubah proposal menjadi kesepakatan, mempertahankan sektor-sektor utama, dan memastikan bahwa setiap kesepakatan adalah demi kepentingan nasional—bukan hanya memenuhi tuntutan asing.
Waktu terus berjalan. Periode 60 hari itu menentukan dan tidak boleh disia-siakan. Indonesia tidak bisa hanya mengharapkan yang terbaik. Ini merupakan ujian pembuktian bagi Presiden Prabowo. Ia harus bertindak cepat sebelum kebijakan perdagangan AS mengakibatkan pukulan besar bagi perekonomian kita.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.