Can't find what you're looking for?
View all search resultsCan't find what you're looking for?
View all search resultsBanyak sekolah negeri yang infrastrukturnya buruk, bangunannya sudah lama tak terawat atau bahkan bobrok, dan tidak punya pendidik yang memadai.
Meskipun baru diperkenalkan kepada publik pada Maret lalu, inisiatif ambisius Presiden Prabowo Subianto untuk memperluas akses pendidikan bagi anak-anak kurang mampu melalui ratusan sekolah asrama gratis, yang disebut Sekolah Rakyat, sudah siap diluncurkan pada tahun ajaran mendatang.
Pemerintah telah mulai menyeleksi kepala sekolah untuk lebih dari 60 sekolah yang dianggap siap beroperasi pada Juli mendatang. Sedangkan perekrutan guru dan personel lainnya dijadwalkan akan segera menyusul. Sementara itu, pekerjaan untuk mengubah fungsi gedung pemerintah yang kosong menjadi fasilitas Sekolah Rakyat, sedang dilakukan dengan bergegas, di seluruh negeri.
Bagaimana pun, jadwal yang mendesak tersebut kemudian memunculkan kritik publik dan menimbulkan pertanyaan serius tentang kesiapan program dan potensi dampaknya. Salah satu hal kontroversial paling mencolok muncul baru-baru ini di Bandung, Jawa Barat. Di sana, proyek Sekolah Rakyat yang disponsori pemerintah tersebut menggusur siswa tunanetra dari sekolah kebutuhan khusus yang sudah berusia seabad, yang terletak di dalam kompleks yang dikelola oleh Kementerian Sosial.
Meski demikian, para pejabat tetap optimis dan bersemangat terhadap program. Mereka mengklaim sudah siap untuk segera meluncurkan program tersebut. Sasaran awal mereka adalah membuka lebih dari 60 Sekolah Rakyat, sebagai bagian dari rencana yang lebih besar, yaitu mendirikan 200 sekolah semacam itu di seluruh negeri.
Setiap sekolah akan menampung sekitar 1.000 siswa dari keluarga miskin, untuk jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Pemerintah berjanji sekolah-sekolah ini akan menyediakan pendidikan dan fasilitas yang berkualitas tanpa memberlakukan kriteria seleksi akademis, atau berbasis IQ, yang biasanya membatasi. Kriteria semacam itu sering kali mengecualikan anak-anak yang kurang beruntung.
Namun, masih banyak skeptisisme. Seberapa realistiskah berharap akan tersedianya pendidikan berkualitas, ketika program tersebut didorong untuk segera mulai hanya dalam beberapa bulan setelah diumumkan?
Reformasi pendidikan yang tepat perlu perencanaan cermat, infrastruktur kuat, guru yang terdidik baik, dan sistem pendukung yang tangguh. Tidak ada satu pun di antara hal tersebut yang dapat dibangun secara baik dalam waktu sesingkat itu.
Tak dapat disangkal, Indonesia menghadapi kebutuhan mendesak untuk memperluas akses kepada pendidikan gratis dan berkualitas. Pada 2023, menurut statistik resmi, terdapat sekitar 4 juta anak berusia 6 hingga 18 tahun yang tidak bersekolah. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga berpenghasilan rendah dan tinggal di daerah terpencil. Angka ini menunjukkan adanya kesenjangan sistemik yang perlu segera diatasi.
Namun apakah Sekolah Rakyat, sistem sekolah paralel yang betul-betul baru, akan efektif dalam menyelesaikan masalah tersebut?
Sekolah negeri yang ada saat ini saja sudah sulit. Banyak yang mengalami masalah infrastruktur buruk, bangunan yang tak terawat atau bahkan bobrok, dan kekurangan tenaga pendidik yang memadai. Kekurangan ini berkontribusi terhadap menurunnya jumlah siswa baru yang mendaftar, karena banyak orang tua lalu memilih untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah swasta. Sekolah-sekolah swasta banyak yang menawarkan fasilitas yang lebih baik dan, seringkali, pendidikan yang lebih berkualitas. Tentu saja, sekolah swasta perlu dibayar.
Inisiatif Sekolah Rakyat juga menyoroti tantangan yang sedang dihadapi oleh tenaga pendidik di negara ini. Menurut pejabat yang menangani program tersebut, sebagian besar sekolah-sekolah baru akan merekrut guru-guru yang saat ini mengajar di sekolah negeri. Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis tentang dampak program terhadap sekolah-sekolah yang ditinggalkan oleh para guru ini.
Sekolah negeri, terutama di daerah pedesaan dan daerah tertinggal, sudah menghadapi masalah kekurangan guru yang berkualifikasi. Selama bertahun-tahun, kekosongan ini sebagian diisi oleh guru kontrak, yang bekerja tanpa status pegawai negeri sipil penuh. Namun, baru-baru ini pemerintah melarang pengangkatan guru-guru tersebut. Hal itu hanya memperburuk masalah, karena mengakibatkan banyak sekolah semakin kekurangan staf.
Lebih jauh, masalah lama tentang gaji guru yang rendah dan tunjangan yang tidak memadai masih belum ditangani. Faktor-faktor remunerasi ini berkontribusi pada rendahnya sikap moral dan tingginya angka guru yang berganti-ganti, yang lalu memengaruhi kualitas pendidikan. Memperkenalkan sistem sekolah baru tanpa meningkatkan kesejahteraan guru pada saat yang sama berisiko membebani para pendidik dan semakin mengganggu stabilitas sistem yang sudah rapuh.
Pendidikan yang berkualitas juga menuntut kurikulum yang dirancang dengan baik, metode pengajaran yang efektif, dan evaluasi berkelanjutan. Semua adalah langkah-langkah yang tidak dapat diburu-buru. Jadwal pemerintah yang ketat menyisakan hanya sedikit ruang untuk komponen-komponen penting ini, sehingga menimbulkan keraguan atas kemampuan program untuk memenuhi janji menyediakan "kualitas terbaik".
Daripada terburu-buru membuat kebijakan baru tanpa kajian menyeluruh, akan lebih bijaksana bagi pemerintah untuk fokus pada peningkatan mutu sekolah negeri yang sudah ada, juga pada perbaikan sistem pendidikan yang lebih luas di seluruh negeri. Merombak fasilitas, meningkatkan pelatihan dan menambah kesejahteraan guru, serta memastikan distribusi sumber daya secara benar merupakan langkah-langkah penting menuju pemerataan pendidikan.
Sekolah negeri menawarkan pendidikan gratis dan melayani sebagian besar siswa di Indonesia. Sekolah negeri seharusnya menjadi fondasi untuk memperluas akses ke pendidikan yang berkualitas, bukan dikesampingkan oleh program-program baru yang dilaksanakan secara tergesa-gesa.
Lagi pula, untuk memastikan tidak ada anak yang tertinggal dalam hal pendidikan, yang seharusnya jadi prioritas pemerintah adalah perbaikan di sisi kelemahan sistem yang berlaku sekarang.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.