Can't find what you're looking for?
View all search resultsCan't find what you're looking for?
View all search resultsAda yang mengeluarkan izin pertambangan di kawasan wisata utama. Apa yang ada di pikiran mereka?
Pertambangan dan pariwisata sama-sama penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Bagaimana pun, keduanya mendatangkan banyak devisa bagi negara.
Pemerintah akan terus menarik investasi ke dua bidang industri tersebut. Tidak masalah, selama keduanya tidak saling menghalangi, karena pertambangan dan pariwisata tidak bisa dipadukan.
Perkara dua industri yang tak bisa dicampuradukkan menjadi sangat jelas dalam operasional penambangan nikel yang baru dimulai di Kepulauan Raja Ampat, Papua. Raja Ampat merupakan wilayah kepulauan yang luas dengan ratusan pulau besar dan kecil, yang terkenal karena keindahan alamnya yang murni. Raja Ampat juga kaya akan keanekaragaman hayati, baik di permukaan maupun di bawah laut.
Jika bukan karena video Greenpeace, lima proyek pertambangan nikel di kabupaten di Papua Barat Daya tersebut mungkin akan terus berjalan. Video tersebut memicu perdebatan nasional yang panas, baik di media sosial maupun di media arus utama.
Di bawah tekanan dari kelompok pecinta lingkungan dan masyarakat, pemerintah telah mencabut izin untuk empat proyek. Tetapi izin bagi proyek yang paling maju di Pulau Gag masih dilanjutkan.
Menghentikan empat proyek yang belum beroperasi secara komersial tidak akan banyak merugikan secara perhitungan ekonomi. Tetapi beberapa pihak mungkin berpendapat bahwa sudah terlambat, dan secara hukum akan sangat rumit, untuk menghentikan proyek Pulau Gag.
Benar atau tidak, masyarakat pasti bertanya-tanya bagaimana proyek tersebut bisa mendapat lampu hijau sejak awalnya. Ada yang mengeluarkan izin pertambangan di kawasan wisata utama. Apa yang ada di pikiran para pemberi izin itu?
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia membela proyek Pulau Gag. Ia beralasan, tidak seperti empat proyek lainnya, tidak ada aturan yang dilanggar dalam proyek itu. Ia juga mencatat bahwa "proyek itu menghasilkan 3 juta [ton bijih nikel]."
Secara teknis, operasional PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Aneka Tambang (Antam), berada di luar Geopark Raja Ampat. Bisa jadi memang batas geopark tersebut dibuat di sisi yang mengelilingi Pulau Gag.
Namun, patut diragukan bahwa operasional perusahaan tambang di sana tidak akan memengaruhi ekosistem laut yang sensitif di wilayah yang lebih luas. Geopark adalah lingkungan yang dilindungi, dengan perlindungan yang skalanya lebih tinggi sebagai zona khusus yang ditetapkan UNESCO.
Jelas, ada risiko. Apakah risiko itu sepadan dengan tambahan 3 juta ton produksi nikel basah, atau sekitar 1 persen dari total produksi nikel nasional?
Faktanya, pemerintah telah berencana mengurangi secara signifikan kuota produksi tambang di seluruh negeri, demi mencegah kelebihan pasokan dan erosi harga global. Jangan lupa, Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia.
Raja Ampat tampaknya menjadi tempat yang baik untuk memulai upaya pengurangan produksi.
Peran Gag Nikel dalam keseluruhan cakupan operasi pertambangan nasional sangat terbatas. Sementara, potensi risikonya terhadap pariwisata di wilayah tersebut sangat serius.
Di luar risiko langsung pada ekosistem, yang dapat makin parah jika operasi tambang diperluas di masa mendatang, ada risiko reputasi terhadap citra keseluruhan Raja Ampat. Wilayah itu terkenal karena relatif masih sangat alami, jika dibandingkan dengan taman wisata global Bali.
Kita tidak butuh ada tulisan lain tentang "Liburan di Neraka", serupa yang diterbitkan oleh majalah Time tentang Bali pada 2011. Artikel itu menampilkan pantai-pantai yang dipenuhi sampah dan jalan-jalan yang macet. Bisa diduga, jika artikel senada terbit saat ini, tulisan itu dapat mengejutkan calon wisatawan karena menampilkan pohon-pohon yang ditebang dan air yang tercemar.
Bahkan jika bagian-bagian lain dari Raja Ampat tetap tidak terpengaruh, reputasi wilayah tersebut sebagai destinasi menyelam dapat tercoreng oleh berita-berita utama tentang penggundulan hutan, penambangan, dan polusi air.
Masalah yang lebih besar yang sedang terjadi adalah bahwa Indonesia mungkin bersikap agak berlebihan terkait hilirisasi industri nikel. Negara ini membangun begitu banyak sarana pemrosesan, sehingga kita sekarang bergantung pada pasokan impor untuk operasional smelters.
Rencana pengembangan industri hilir disusun pada saat nikel tampak sangat diperlukan dalam industri baterai, dan ketika perdagangan global relatif terbuka.
Namun, perubahan teknologi yang terjadi sejak saat itu telah menimbulkan pertanyaan tentang jumlah permintaan nikel untuk industri kendaraan listrik. Di sisi lain, ada tren proteksionisme di seluruh dunia yang berisiko bagi kemampuan Indonesia untuk mengekspor nikel olahan dan mengimpor bijih nikel.
Pemerintah harus dengan sangat hati-hati menimbang tren penawaran dan permintaan, sebelum menyetujui dibukanya proyek pemrosesan nikel yang baru.
Mengenai Raja Ampat, kisah tentang pemulihan ekologi bisa menjadi sarana promosi yang hebat. Bayangkan saja indahnya narasi dari surga yang hilang menjadi surga yang diselamatkan.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.