Can't find what you're looking for?
View all search resultsCan't find what you're looking for?
View all search resultsIEU-CEPA diproyeksikan akan mengurangi bea masuk secara signifikan. Sekitar 80 persen ekspor Indonesia ke Uni Eropa akan menikmati tarif nol dalam dua tahun pertama implementasi perjanjian tersebut.
Bukan sesuatu yang berlebihan jika menyebut kesepakatan politis mengenai pakta perdagangan bebas yang telah lama dinanti antara Indonesia dan Uni Eropa, pada Minggu 13 Juli, sebagai kemenangan diplomatik bagi Presiden Prabowo Subianto. Ia berhasil mendorong Uni Eropa mempercepat negosiasi dan membuka pasarnya bagi produk-produk Indonesia. Produk yang dimaksud, seperti minyak sawit dan nikel, yang dinilai “kotor” sebelumnya menuai kritik.
Terobosan tak terduga ini sebagian besar dipengaruhi oleh perang tarif yang secara sepihak dimulai oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Penerapan tarif Trump mendorong negara-negara dan blok regional di seluruh dunia untuk mencari aliansi baru, termasuk dengan negara-negara di Indo-Pasifik dan ASEAN.
Di bawah kepemimpinan Prabowo, Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar ke-16 di dunia, secara cerdik memanfaatkan kepentingan strategisnya dalam lanskap geopolitik yang terus berkembang ini. Hal itu dibuktikan dengan finalisasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement atau IEU-CEPA).
Perjanjian IEU-CEPA menunjukkan bagaimana kebijakan luar negeri Indonesia dapat menghasilkan manfaat nyata di seluruh bidang ekonomi, politik, dan pertahanan. Kebijakan luar negeri secara langsung melayani kepentingan nasional melalui diplomasi yang efektif. Namun, perlu diingat bahwa kita harus tetap waspada agar tidak mengeksploitasi pengaruh kita secara berlebihan. Sikap diplomatik yang terlalu agresif secara tidak sengaja berisiko merusak kepentingan nasional yang ingin kita lindungi.
Dalam konferensi pers bersama Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Presiden Prabowo memuji Eropa sebagai yang terdepan dalam sains, teknologi, dan keuangan. Presiden juga menyoroti tawaran sumber daya penting Indonesia. "Kami menganggap Eropa sangat penting bagi kami; itulah sebabnya kami ingin melihat lebih banyak keterlibatan dan partisipasi Eropa dalam perekonomian kami," ujar Prabowo.
Von der Leyen, pada gilirannya, mengumumkan bahwa, setelah kesepakatan berlaku, Uni Eropa akan menyediakan pasokan yang aman dan andal. Ia juga mengonfirmasi keputusan Komisi Eropa untuk menerapkan sistem visa cascade bagi warga negara Indonesia yang berkunjung ke wilayah Eropa. Dengan kebijakan visa ini, warga Indonesia yang sudah berkunjung ke Eropa dua kali berhak mengajukan visa jenis multi-entry.
Kedua belah pihak kini tengah berupaya menyelesaikan IEU-CEPA. Perjanjian ini telah melalui setidaknya 19 putaran negosiasi sejak Juli 2016. Seorang menteri dari kabinet sebelumnya pernah memperkirakan bahwa kesepakatan tersebut baru akan terealisasi pada akhir 2026 atau awal 2027. Prediksi itu mengingat penolakan Indonesia terhadap tekanan Uni Eropa, terutama terkait klausul perlindungan lingkungan.
Kesepakatan ini diperkirakan akan difinalisasi pada September oleh Komisioner Perdagangan Uni Eropa Maroš Šefčovič dan Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto. Setelah itu, Indonesia dan 27 negara anggota Uni Eropa akan diwajibkan untuk meratifikasi perjanjian tersebut. Upaya ini menuntut komitmen signifikan dari kedua belah pihak untuk mempercepat prosesnya.
Di sisi Indonesia, Menteri Luar Negeri Sugiono perlu segera mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Seharusnya, ini tugas yang relatif mudah, mengingat koalisi yang berkuasa di bawah Presiden Prabowo menguasai lebih dari 80 persen anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu, Menlu harus menginstruksikan para duta besar Indonesia di 27 negara anggota Uni Eropa untuk mengintensifkan upaya diplomatik dan mendorong proses ratifikasi sesegera mungkin di negara-negara tersebut.
Uni Eropa merupakan mitra dagang terbesar kelima Indonesia. Perdagangan bilateral dengan Uni Eropa mencapai 30,1 miliar dolar Amerika pada 2024, dan Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar 4,5 miliar dolar tahun ini, naik dari 2,5 miliar dolar pada 2023. Sebelumnya, hubungan Indonesia dan Uni Eropa sempat menghadapi ketegangan akibat adanya usulan larangan impor Uni Eropa atas produk-produk yang terkait dengan deforestasi. Usulan itu secara khusus memicu kemarahan Indonesia sebagai eksportir utama minyak sawit.
IEU-CEPA diproyeksikan akan mengurangi bea masuk secara signifikan. Hingga 80 persen ekspor Indonesia ke Uni Eropa akan menikmati tarif nol dalam dua tahun pertama implementasi perjanjian. Sektor-sektor yang siap meraih keuntungan, antara lain, adalah industri padat karya seperti alas kaki, tekstil, dan garmen, di samping minyak sawit, perikanan, energi terbarukan, dan kendaraan listrik.
Kesepakatan ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional. Perjanjian ini sekaligus membangun momentum bagi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP). RCEP merupakan perjanjian perdagangan terbesar di dunia, yang mulai berlaku pada Januari 2022.
Meskipun Uni Eropa memperjuangkan pembangunan, pelestarian lingkungan, hak asasi manusia, hak-hak buruh, serta tata kelola pemerintahan yang baik, kemampuan IEU-CEPA mentransformasi Indonesia menjadi negara ekonomi yang sepenuhnya menghargai lingkungan dan hak asasi manusia akan bergantung pada kekuatan dan kemampuannya memberlakukan ketentuan-ketentuan terkait lingkungan dan sosial. Di sisi lain, juga bergantung pada seberapa efektif penanganan isu-isu masyarakat sipil selama implementasi IEU-CEPA.
Apa pun itu, pemerintah Indonesia patut diapresiasi atas pencapaian diplomatik yang penting ini.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.