Can't find what you're looking for?
View all search resultsCan't find what you're looking for?
View all search resultsUpacara megah di sebuah bandar udara di Bandung pada Hari Veteran Nasional semakin memperkuat kebijakan penguatan militer pemerintahan saat ini. Hal itu bagai membunyikan alarm akan kembalinya militerisme ke Indonesia, di tengah persepsi adanya kemunduran demokrasi.
Semangat Presiden Prabowo Subianto untuk mengembangkan pertahanan nasional yang lebih kuat tentu saja tepat, mengingat wilayah Indonesia yang luas dan populasinya yang besar. Semua harus dilindungi negara. Namun faktanya, ada reformasi militer yang tersendat. Kemudian, terjadi pengabaian supremasi sipil yang tampak jelas sebelum revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kontroversial di awal tahun ini. Semua telah menimbulkan kekhawatiran bahwa Indonesia sedang mundur ke era Orde Baru. Di masa itu, militer diberi peran yang sangat besar untuk melanggengkan rezim tersebut.
Restrukturisasi TNI dan promosi jabatan bagi para ajudan Prabowo, yang diumumkan dalam parade akbar pada Minggu pekan lalu di Bandung, Jawa Barat, justru memperkuat kekhawatiran publik tentang ancaman reinkarnasi militerisme. Di antara mereka yang hari itu diberi penghormatan, terdapat tokoh-tokoh yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia sebelum gerakan reformasi 1998. Kasus tersebut belum terselesaikan hingga saat ini.
Dalam upacara tersebut, Prabowo meresmikan enam Komando Daerah Militer (Kodam) baru yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Diresmikan juga 14 Komando Daerah Angkatan Laut (Kodaeral) dan tiga Komando Daerah Angkatan Udara (Kodau). Selain itu, Presiden juga mengumumkan peresmian satu Komando Operasi Udara, enam Satuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Angkatan Darat, 20 Brigade Pembina Wilayah, 100 Batalyon Pembina Wilayah, lima Batalyon Infanteri Korps Marinir Angkatan Laut, dan lima Batalyon Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) Angkatan Udara.
Ekspansi besar-besaran ini akan membutuhkan lebih banyak pasukan, peralatan, dan fasilitas, termasuk barak. Belum lagi bertambahnya kebutuhan barang dan jasa pendukung, seperti pangan. Alokasi anggaran tambahan akan segera dilakukan untuk menutupi pengeluaran baru di sektor pertahanan, yang muncul di tengah langkah-langkah penghematan pemerintahan Prabowo.
Dalam pidatonya, Presiden mengatakan bahwa negara besar seperti Indonesia membutuhkan militer yang kuat. "Tidak ada bangsa yang bisa merdeka tanpa memiliki militer yang kuat," ujarnya.
Selain memperluas kehadiran TNI, Prabowo telah siap untuk memodernisasi alutsista, atau alat utama sistem persenjataan. Hal itu ia lakukan sejak penunjukannya sebagai menteri pertahanan pada 2019.
Setelah menjabat sebagai presiden Oktober lalu, ia berkeliling dunia dalam misi pengadaan senjata. Prabowo telah menandatangani kesepakatan untuk membeli 66 jet tempur Rafale dan 48 jet tempur KAAN dari Prancis dan Turki. Daftar belanja ini akan terus bertambah hingga mencakup kapal selam, fregat, dan kemungkinan pembelian kapal induk.
Bahkan barang-barang yang saat ini sudah direncanakan pembeliannya pun masih belum cukup, mengingat adanya diskusi untuk menggandakan anggaran pertahanan dalam beberapa tahun ke depan. Anggaran akan ditambah, dari saat ini 0,7 persen menjadi 1,5 persen dari produk domestik bruto. Angka ini memang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga ASEAN, yang anggaran pertahanannya sebesar 1,85 persen dari PDB.
Fokus Prabowo pada pengembangan militer tampaknya sejalan dengan tren global. Saat ini, negara-negara lebih memilih aksi militer daripada diplomasi sebagai cara untuk mencapai kepentingan nasional. Perang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina, serta bentrokan baru-baru ini antara Israel dan Iran, juga India dan Pakistan, ditambah Kamboja dan Thailand, hanya membenarkan pepatah lama “si vis pacem para bellum” yang kurang lebih artinya “jika ingin damai, bersiaplah untuk perang”. Pepatah tersebut mungkin sudah mengakar kuat di benak mantan jenderal seperti Prabowo.
Namun peperangan modern berubah perlahan tapi pasti. Kekuatan militer di masa depan akan sangat bergantung pada penguasaan teknologi canggih, terutama dalam pengumpulan informasi oleh intelijen. Negara-negara yang saat ini berperang menggunakan lebih banyak drone dan rudal daripada sebelumnya. Mereka meminimalkan pertempuran darat untuk menghindari korban militer yang tidak perlu, meskipun hal ini mungkin tidak mengurangi kematian warga sipil.
Selain anggaran yang tidak leluasa dan ketiadaan ancaman eksternal saat ini, pembangunan militer di Indonesia membunyikan alarm keras atas potensi penggunaan TNI untuk tujuan politik. Bisa saja TNI digunakan untuk membungkam kritik atau musuh politik, langkah yang merajalela selama Orde Baru. Ancaman kembalinya rezim militer tidak dapat diremehkan, sementara demokrasi Indonesia sedang mengalami kemunduran.
Persoalan utamanya bukan terletak pada apakah perwira militer punya kompetensi untuk menduduki jabatan sipil, tetapi pada budaya kekerasan yang mengakar, yang telah menjadi ciri khas mereka. Masalah yang juga disayangkan adalah impunitas yang mereka nikmati. Meskipun benar bahwa sejumlah tentara telah dijatuhi hukuman penjara karena kasus pembunuhan atau korupsi, banyak juga yang telah lolos dari pengadilan meskipun di masa lalu mereka terkait dengan kekejaman.
Kita membeli semakin banyak senjata, tetapi jika kita tidak dapat mengendalikan orang-orang yang menggunakannya, kita berisiko mengulangi sejarah Orde Baru. Hanya jika kita menyelesaikan reformasi yang diperlukan untuk membangun militer yang profesional, kita dapat meredakan ketakutan terkait militerisme ini.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.