ara ahli mengapresiasi hubungan Indonesia dengan pihak-pihak yang terlibat dalam krisis Myanmar. Namun, mereka mengatakan bahwa upaya tersebut harus menghasilkan rencana konkret, agar Konsensus Lima Poin ASEAN (5PC) untuk perdamaian dapat tercapai sebelum berakhirnya keketuaan Jakarta di ASEAN.
Lina Alexandra, kepala hubungan internasional di Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di Jakarta, mengatakan bahwa selama memimpin ASEAN, Indonesia harus memberikan hasil nyata untuk perdamaian Myanmar. “Sekadar mengatakan bahwa Indonesia telah berhubungan dengan para pemangku kepentingan di Myanmar sudah tidak lagi memadai. Harus ada road map untuk ASEAN dan langkah-langkah mewujudkannya,” kata Lina, Sabtu.
Minggu ini, tepatnya mulai Selasa besok, akan diadakan Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministers’ Meeting atau AMM) empat hari di Jakarta. Menjelang acara, Jumat lalu, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan bahwa Jakarta telah melakukan lebih dari 110 sesi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam krisis Myanmar selama beberapa bulan terakhir. Pertemuan dilakukan untuk menyampaikan bantuan serta membangun kepercayaan. Di antara yang sudah dilakukan adalah pertemuan antara Retno dan menteri luar negeri junta Myanmar serta pemerintah di pengasingan, juga pertemuan antara kantor utusan khusus Indonesia untuk Myanmar dan kelompok perlawanan etnis, partai politik, dan organisasi masyarakat sipil di Myanmar.
Retno mengatakan, pertemuan merupakan langkah awal menuju perdamaian abadi. Ia tegaskan bahwa sudah waktunya untuk mendorong dialog inklusif dan bahwa “perdamaian yang langgeng tidak akan tercapai dengan pendekatan zero-sum”. Zero-sum adalah istilah untuk menggambarkan bahwa kemenangan satu pihak dicapai melalui kekalahan pihak lain.
Pakar hubungan internasional senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewi Fortuna Anwar, mengatakan harapannya agar "keterlibatan tersebut dapat memberikan titik konvergensi yang menuju perubahan posisi ".
Tujuh bulan menjadi ketua ASEAN, Indonesia telah bergulat dengan tekanan internal dan eksternal dalam mengatasi krisis Myanmar. Selain itu, Indonesia pun menghadapi meningkatnya ketegangan di Indo-Pasifik. Sementara, survei telah menunjukkan bahwa krisis telah mengikis kepercayaan publik terhadap ASEAN karena perhimpunan dianggap bertindak kurang efektif dan efisien. Namun, Jakarta tetap bersikukuh bahwa pendekatan berbasis dialog akan memberikan hasil yang paling menguntungkan bagi seluruh negara di wilayah Asia Tenggara.
“Jika ASEAN tidak bisa bersatu dan pekerjaannya [di Myanmar] belum selesai, lalu bagaimana bisa [mengklaim] sentralitas ASEAN,” kata Dewi.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.