TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Istana bantah isu buka hubungan dengan Israel

Koordinator staf khusus Presiden Jokowi, Ari Dwipayana, mengatakan bahwa tidak ada kesepakatan yang dibuat antara Indonesia dan Israel untuk menjalin hubungan diplomatik.

News Desk (The Jakarta Post)
Jakarta
Tue, March 5, 2024

Share This Article

Change Size

Istana bantah isu buka hubungan dengan Israel United States President Joe Biden (right) shakes hands with Indonesian President Joko “Jokowi“ Widodo in the Oval Office of the White House on Nov. 13, 2023, in Washington, DC. Biden and Jokowi discussed a range of bilateral issues during their meeting. (-/Win McNamee/Getty Images North America/Getty Images via AFP)
Read in English

S

eorang staf khusus senior Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah mengeluarkan sebuah pernyataan yang menolak spekulasi bahwa Indonesia berencana untuk membuka hubungan bilateral dengan Israel.

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa tidak ada kesepakatan yang telah dicapai antara Indonesia dan Israel mengenai pembentukan hubungan diplomatik. "Informasi tersebut sama sekali tidak benar," kata Ari, akhir pekan lalu.

Ari merujuk pada sebuah berita yang diterbitkan oleh surat kabar Israel, Jewish Insider, pada 28 Februari. Dalam berita ditulis bahwa Israel dan Indonesia telah berencana untuk mengumumkan pembentukan hubungan diplomatik pada Oktober 2023, tetapi langkah tersebut tertunda oleh serangan teror Hamas terhadap Israel dan lalu terjadi perang berkelanjutan di Gaza.

Dalam sebuah artikel berjudul "Israel dan Indonesia berada di jalur untuk menormalkan hubungan sebelum 7 Oktober: sumber" (Israel, Indonesia were on track to normalize ties before Oct. 7: sources), media tersebut mengklaim bahwa telah terjadi kesepakatan antara Menteri Luar Negeri Israel saat itu, Eli Cohen, dan kantor Presiden Jokowi. Mereka disebut telah menyetujui rancangan akhir perjanjian bagi Indonesia dan negara Yahudi tersebut untuk saling bertukar kantor perdagangan. Rencana ini dikatakan sebagai langkah pertama menuju hubungan diplomatik penuh antara Israel dan Indonesia.

Jewish Insider melaporkan bahwa pengumuman resmi mungkin dilakukan pada Oktober 2023, bersamaan dengan pertemuan yang direncanakan di Forum Negev pada pertengahan bulan tersebut. Meskipun November juga menjadi pertimbangan karena saat itu Jokowi mengunjungi Gedung Putih.

Media tersebut juga mengklaim bahwa Andi Widjajanto, penasihat senior Jokowi, dan Ronen Levy, yang saat itu menjabat sebagai direktur jenderal Kementerian Luar Negeri Israel dan salah satu pemain kunci Israel dalam Perjanjian Abraham, bertemu di Yerusalem pada September. Mereka disebut-sebut didampingi Dan Shapiro, yang saat itu menjabat sebagai penasihat senior Departemen Luar Negeri AS untuk integrasi regional.

Ari menambahkan bahwa Presiden Jokowi tidak pernah mengirimkan utusan khusus untuk melakukan pembicaraan dengan Israel. "Presiden hanya diwakili oleh pernyataan dan sikap menteri luar negeri," kata Ari, merujuk pada Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.

The Jakarta Post telah menghubungi Andi untuk permintaan pendapat atau komentar, namun belum mendapatkan tanggapan hingga artikel ini ditulis.

Yon Machmudi, seorang pakar Timur Tengah dari Universitas Indonesia, menyerukan penyelidikan untuk memeriksa klaim-klaim yang muncul baru-baru ini. Yon juga merujuk pada foto yang menunjukkan Andi bersama para pejabat Israel. Menurut Yon, penyelidikan diperlukan mengingat kegiatan mengunjungi negara yang tidak diakui oleh Jakarta merupakan tindakan yang melanggar hukum.

Sebagai pendukung setia perjuangan Palestina, Indonesia selalu bersikap vokal dalam menentang pembangunan hubungan diplomatik formal dengan Israel. Terlepas dari kegigihan upaya penentangan tersebut, secara luas diyakini bahwa hubungan informal antara Jakarta dan Tel Aviv telah berlangsung selama bertahun-tahun, terutama di bidang ekonomi, keamanan, dan militer.

Para ahli sebelumnya berpendapat bahwa hubungan informal ini sangat kecil kemungkinannya bisa diubah menjadi hubungan resmi. Menurut mereka, pengakuan kenegaraan Israel dapat memicu krisis politik di Indonesia. Di Indonesia, perjuangan Palestina selalu menjadi isu terkuat dan paling konsisten muncul di tingkat akar rumput.

Yon mengakui bahwa pembicaraan mengenai normalisasi diplomatik dapat terjadi melalui pertemuan informal antara pejabat Indonesia dan Israel yang difasilitasi oleh pihak ketiga. Namun, masih belum jelas apakah ada kemauan politik yang nyata dari Jakarta untuk mengubah status quo diplomatik saat ini.

"Saya sangat yakin bahwa tidak ada seorang pun di pemerintahan Indonesia yang mengharapkan laporan atau foto seperti itu dipublikasikan," kata Yon kepada The Jakarta Post. "Ada kemungkinan bahwa Israel [membocorkan] laporan-laporan ini untuk memecah belah masyarakat Indonesia, karena Jakarta telah cukup keras dalam pernyataannya terhadap Israel. Apa pun itu, apa yang dibicarakan perlu dicermati. Pemerintah Indonesia selalu menutup rapat-rapat masalah ini," lanjutnya.

Sebuah laporan serupa muncul di kalangan media Israel pada bulan Juli tahun lalu. Laporan tersebut menyatakan bahwa para pejabat Tel Aviv telah melakukan pertemuan dengan rekan-rekan mereka di Indonesia untuk membahas kemungkinan Jakarta menandatangani Perjanjian Abraham.

Pertama kali dipelopori oleh mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, perjanjian ini bertujuan untuk menormalkan hubungan diplomatik dengan Israel. Beberapa negara Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Maroko telah menandatangani perjanjian tersebut.

Namun, Kementerian Luar Negeri Indonesia dengan cepat membantah klaim tersebut. Kementerian menggarisbawahi bahwa tidak ada dialog semacam itu dan menyatakan bahwa laporan-laporan yang mengatakan sebaliknya "kemungkinan besar merupakan aksi pembingkaian media oleh Israel".

Dalam lima bulan terakhir, Indonesia telah mengintensifkan upaya diplomatiknya untuk membela hak-hak kedaulatan Palestina. Upaya-upaya tersebut termasuk Menteri Retno yang menghadiri sidang dengar pendapat Mahkamah Internasional (International Court of Justice atau ICJ) pada akhir Februari lalu. Dalam forum itu, ia mengatakan bahwa Israel melakukan "manipulasi hukum internasional" untuk mengejar "proyek kolonialnya".

Upaya diplomasi Indonesia makin meningkat setelah serangan mendadak terhadap Israel pada 7 Oktober. Serangan dilakukan oleh kelompok militan Palestina Hamas, yang kemudian disusul dengan pembalasan militer selama berbulan-bulan oleh Tel Aviv.

Menurut pernyataan terbaru dari kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, lebih dari 30.000 warga Palestina telah tewas sejak Israel melancarkan serangan ke daerah tersebut. Puluhan negara telah menuduh tindakan militer Israel di Gaza sebagai upaya genosida, dengan menunjuk pada tingginya jumlah korban sipil.

Para ahli mengatakan bahwa tidak ada indikasi Indonesia akan mengubah sikapnya terhadap Israel dalam waktu dekat. Hal ini diikuti dengan janji Presiden Jokowi untuk mempromosikan perjuangan Palestina selama KTT Khusus ASEAN-Australia di Melbourne, Australia.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.