Indonesia meminta klarifikasi atas moratorium bea masuk transmisi elektronik di WTO dan siap menentang deklarasi tahun 1998 pada KTM ke-13 bulan depan.
enjelang Konferensi Tingkat Menteri ke-13 (KTM 13) bulan depan di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO), Indonesia menuntut klarifikasi atas moratorium yang telah berlangsung selama puluhan tahun terhadap e-commerce. Moratorium tersebut mencegah Indonesia mengenakan bea masuk atas barang-barang elektronik yang masuk ke Indonesia.
Moratorium tersebut, yang disepakati oleh negara-negara anggota WTO dalam Deklarasi Perdagangan Elektronik Global tahun 1998, akan ditegaskan kembali pada KTM 13 yang akan berlangsung pada 26-29 Februari di Abu Dhabi. Moratorium ini akan berakhir pada 31 Maret, jika para anggota WTO tidak menyepakati perpanjangannya dengan suara bulat.
Beberapa negara telah mengusulkan moratorium permanen atas bea masuk transmisi elektronik (customs duties on electronic transmissions atau CDET), yang secara efektif akan melarang negara-negara untuk memungut bea masuk atas produk digital, seperti perangkat lunak. Namun, Jakarta telah melawan arus sejak 2017 karena ingin mengakhiri perjanjian tersebut.
"Indonesia berpendapat bahwa moratorium bea masuk hanya berlaku untuk transmisi elektronik dan tidak termasuk konten atau barang dan jasa yang ditransmisikan secara elektronik," kata Djatmiko Bris Witjaksono, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional di Kementerian Perdagangan, kepada The Jakarta Post pada Jumat 19 Januari.
Pemerintah telah menunjuk Djatmiko untuk menangani pembicaraan moratorium CDET pada KTM 13 bulan depan.
Lebih lanjut, Djatmiko mengatakan bahwa Indonesia, bersama dengan India, Afrika Selatan, Pakistan, Bangladesh, dan Sri Lanka, telah mengusulkan agar WTO mengklarifikasi definisi, cakupan, dan dampak dari moratorium tersebut. Klarifikasi harus dilakukan sebelum para anggotanya memutuskan akan mempertahankan moratorium tersebut atau tidak.
"Sampai saat ini, belum ada kejelasan mengenai [aspek-aspek] moratorium tersebut," jelas Djatmiko. Ia tambahkan bahwa masalah ini telah mengungkapkan pandangan-pandangan yang berbeda di antara negara-negara anggota WTO. Ia menolak berkomentar apakah pemerintah akan mulai mengenakan bea masuk untuk perangkat lunak pada April 2024 jika moratorium berakhir pada 31 Maret.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.