elombang kelegaan meliputi partai politik dan aktivis prodemokrasi, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak petisi yang berusaha mengubah sistem pemungutan suara Indonesia menjelang pemilihan umum tahun depan. Keputusan MK yang diumumkan Kamis kemarin itu menghilangkan kekhawatiran terkait potensi penundaan jadwal pemungutan suara.
MK menolak petisi untuk mengembalikan sistem pemilihan umum ke pemilihan daftar tertutup yang telah dihapus sejak 2008. Dengan sistem tersebut, para pemilih memberikan mandat kepada partai politik untuk menunjuk calon legislatif mereka. Petisi tersebut sempat menyebabkan ketidakpastian di kalangan partai politik mengingat hanya ada waktu delapan bulan yang tersisa sebelum hari pemungutan suara 2024.
Dalam sistem pemilihan daftar tertutup, pemilih memberikan suaranya hanya untuk partai. Kemudian partai yang dipilih akan mengajukan kandidatnya untuk masuk di DPR, sejumlah proporsi perolehan suara untuk partai tersebut. Sistem pemilihan daftar tertutup ditinggalkan pada 2008. Sebagai ganti, diberlakukan sistem pemungutan suara proporsional daftar terbuka, yang memungkinkan para pemilih memilih langsung para individu yang akan menjadi wakil mereka dari beberapa kandidat yang tertera di kertas suara.
Petisi tersebut diajukan oleh beberapa politisi, termasuk anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang merupakan tempat bernaung Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Partai terbesar dalam koalisi pemerintah tersebut mendukung langkah untuk kembali ke sistem pemungutan suara cara lama, dengan alasan sistem pemilihan daftar terbuka saat ini mendorong adanya transaksi jual beli suara dan mendukung upaya penkultusan kandidat.
Saat membacakan putusan tersebut, Hakim Suhartoyo mengakui bahwa sistem pemilihan proporsional terbuka bukannya tanpa kekurangan. Namun, sistem tersebut lebih inklusif dan demokratis. Sementara sistem pemilihan tertutup dinilai kurang transparan, membatasi partisipasi publik, dan mendorong nepotisme.
Masalah sebenarnya, kata Hakim Saldi Isra, ada pada pengelolaan partai politik dan calon legislatifnya. Karena itu, partai dan calon legislatif justru harus berusaha keras meningkatkan integritas. Peran para penegak hukum juga krusial dalam mencegah politik uang.
Putusan itu hampir bulat, dengan hanya satu dari delapan hakim, yaitu Arief Hidayat yang pernah dua kali menjadi anggota DPR, mengungkapkan pendapat yang berbeda. Ia menyarankan transformasi sistem saat ini menjadi “sistem terbuka terbatas” pada tahun 2029. Menurutnya, sistem pemilihan daftar terbuka saat ini berpotensi menyebabkan perpecahan publik yang mendalam karena kandidat lokal cenderung berusaha agar dipilih dengan “menghalalkan segala cara”.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.