Pada Selasa, Dewan Etik Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemecatan Anwar Usman dari jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan melarang yang bersangkutan terlibat dalam masalah terkait perselisihan pemilu. Pemecatan dilakukan setelah sang hakim dinyatakan bersalah atas “pelanggaran etika serius”. Anwar terbukti menggunakan posisinya untuk membuka jalan bagi keponakannya menjadi kandidat yang dipilih di dalam pemilu, dengan mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
Meskipun dewan tidak memecat Anwar secara tidak hormat, keputusan tersebut sudah cukup melegakan bagi para pembuat petisi, pakar hukum, dan aktivis. Mereka sempat mengira dewan sedang dalam krisis kredibilitas dan tidak mungkin mengambil keputusan semacam itu.
Anwar telah diperiksa oleh Dewan Etik atas perannya dalam memungkinkan keponakannya, Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, dapat mencalonkan diri sebagai pejabat tinggi negara. MK mengeluarkan keputusan tentang persyaratan tambahan terkait batas usia minimum bagi calon presiden dan wakil presiden.
Dewan Etik terdiri dari tiga orang, yang dipimpin oleh mantan ketua hakim Jimly Asshiddiqie. Mereka menemukan bahwa Anwar telah melakukan “pelanggaran etika serius”. Menurut Dewan Etik, Anwar gagal menjunjung prinsip ketidakberpihakan ketika bulan lalu ia menolak mengundurkan diri dari kasus kontroversial tersebut.
Anwar juga dinyatakan bersalah melanggar prinsip independensi dalam peran istimewanya, dengan membuka jalan bagi “intervensi pihak luar” dalam proses pengambilan keputusan saat sidang. Campur tangan itulah yang menurut Dewan Etik membuat pengadilan menghilangkan hambatan hukum yang menghalangi Gibran, putra sulung Presiden Joko “Jokowi” Widodo, mengikuti Pilpres 2024 sebagai kandidat wakil presiden.
“Majelis memerintahkan wakil hakim ketua segera mengadakan rapat pemilihan hakim ketua baru, tanpa [Anwar] berhak dicalonkan dalam proses tersebut,” kata Jimly, Selasa, saat membacakan putusan.
Investigasi ini dilakukan atas 21 pengaduan yang diajukan terhadap kesembilan hakim agung, 15 di antaranya merujuk pada Anwar. Anwar disebut mempengaruhi keputusan majelis hakim dan mendukung penambahan pengecualian pada persyaratan soal usia calon presiden dan wakil presiden, hanya seminggu sebelum periode pendaftaran pencalonan berakhir.
Anwar pada awalnya mengundurkan diri dari proses persidangan tiga petisi yang pada akhirnya gagal mengubah ketentuan usia kandidat presiden dan wakil presiden. Namun, ia kemudian berpartisipasi dalam sebuah proses persidangan petisi yang menyebabkan beberapa hakim berubah pendapat. Di situlah ia memberikan suara yang menentukan dalam keputusan 5-4, untuk mengizinkan kandidat calon presiden dan wakil presiden yang telah menjabat sebagai pemimpin daerah yang dipiih rakyat, dapat dikecualikan dari ketentuan usia minimum 40 tahun.
Kesembilan hakim di MK semuanya mendapat teguran karena tidak bersuara menentang tindakan yang penuh konflik kepentingan yang dilakukan Anwar. Jimly menyebutnya sebagai akibat dari budaya ewuh pekewuh. Ewuh pekewuh merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang menunjukkan tidak adanya penolakan saat menghadapi praktik terlarang, serta pengabaian terhadap prinsip kesetaraan di kalangan hakim.
“Majelis hakim secara kolektif membiarkan terjadinya pelanggaran kode etik hakim konstitusi, tanpa ada niat serius untuk saling mengingatkan, termasuk ketua hakim, untuk tidak melakukannya,” kata Jimly. “Prinsip kesetaraan antar hakim telah diabaikan dan pelanggaran etika telah menjadi kebiasaan yang normal.”
Upaya perbaikan
Para aktivis, ahli hukum, dan pihak yang mengajukan aduan memuji kerja Dewan Etik dalam menyelidiki dan memutuskan pelanggaran etika yang dilakukan Anwar. Namun, beberapa pihak menyesalkan bahwa dewan tidak memecat sang ketua sepenuhnya. Mereka tidak puas dengan “sanksi yang dikompromikan”.
Salah satu yang mengajukan aduan, Yance Arizona, dosen hukum tata negara di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa Dewan Etik seharusnya memberhentikan Anwar dengan tidak hormat akibat temuan tersebut. Juga karena perannya dalam memungkinkan intervensi pihak luar, dengan jelas mengindikasikan pelanggaran etika berat.
“Sangat disayangkan sanksi yang diberikan tidak maksimal sebagaimana diatur dalam ketentuan pengadilan tentang Dewan Etik,” kata Yance.
Dewan bersikukuh bahwa meskipun mereka punya wewenang untuk menyelidiki pelanggaran etika yang melibatkan hakim konstitusi, tetapi tidak dapat memutuskan keabsahan putusan MK yang mengubah persyaratan kelayakan kandidat pemilihan presiden. Namun, upaya membalikkan keputusan kontroversial MK yang dikeluarkan pada bulan Oktober sedang dilakukan, dengan lima petisi baru yang diajukan yang menuntut agar MK mengkaji ulang pertanyaan tentang batasan usia, tanpa melibatkan Anwar.
MK dijadwalkan bersidang pada Rabu, atas salah satu petisi yang diajukan oleh seorang mahasiswa hukum di Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta. Petisi tersebut menuntut persyaratan yang lebih ketat bagi para kandidat calon presiden, yaitu bahwa satu-satunya orang yang berusia di bawah 40 tahun yang boleh mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden adalah para gubernur yang pernah dipilih kembali untuk jabatan mereka.
“Pemeriksaan ulang harus dipercepat, karena ada urgensi masyarakat untuk memastikan pemilu mendatang tidak terhambat,” kata Susi Dwi Harijanti, guru besar hukum tata negara Universitas Padjadjaran. “Hal ini juga dapat menjadi pelajaran bagi MK untuk tidak mengambil keputusan atas permohonan terkait pemilu ketika prosesnya sudah berjalan.”
Keputusan yang diumumkan pada Selasa itu juga disambut hangat oleh tim kampanye calon presiden Ganjar Pranowo dan pasangannya Mahfud MD. Mereka memuji Dewan Etik karena tidak mengizinkan Anwar terlibat dalam pengadilan terkait sengketa pemilu tahun depan, mengingat “jelas ada konflik kepentingan”.
“Semoga Mahkamah Konstitusi benar-benar menjadi penjaga konstitusi dan menjaga harapan kita untuk menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil,” kata Arsjad Rasjid, ketua tim pemenangan Ganjar-Mahfud.
Pasca putusan hari Selasa, tim kampanye calon presiden Prabowo Subianto dan pasangannya Gibran bersyukur calon mereka masih bisa bersaing di pemilu Februari. Para pejabat tim kampanye juga meminta masyarakat Indonesia untuk menghapus keraguan bahwa Prabowo dan Gibran akan gagal mengambil alih kepemimpinan Presiden Jokowi.
“Tim kami memastikan pencalonan Prabowo-Gibran tidak terpengaruh sedikit pun oleh keputusan Dewan Etik MK,” kata Hinca Panjaitan, politikus Partai Demokrat yang memimpin divisi hukum tim kampanye. (alf/tjs)
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.