Partai-partai dan para ahli menganggap usulan tersebut sebagai “kemunduran” bagi demokrasi Indonesia.
sulan terbaru untuk mengamendemen UUD 1945 telah memecah belah partai-partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat. Beberapa partai mendukung gagasan untuk menjadikan dokumen dasar negara lebih relevan dengan tantangan saat ini. Namun, partai lain khawatir amandemen tersebut akan memperburuk demokrasi di Indonesia yang saat ini dinilai mengalami kemunduran.
Usulan amandemen UUD 1945 mendapat perhatian setelah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo, politisi Partai Golkar, memberi pernyataan terkait pemilihan presiden. Pekan lalu, Bambang dilaporkan menyatakan bahwa semua faksi di DPR akan mendukung amandemen konstitusi yang membatalkan pemilihan presiden langsung, setelah melihat bahwa pemilu Februari lalu berlangsung “brutal”.
Pemilu secara langsung dipandang oleh banyak orang sebagai kemenangan bagi demokrasi Indonesia. Hal itu diraih dengan susah payah setelah selama puluhan tahun negara ini melakukan pemilu tidak langsung. Pada masa pemerintahan Orde Baru Soeharto, MPR menjadi pemilik kewenangan tunggal untuk memilih pemimpin negara.
Namun Bambang akhirnya mencabut pernyataan tersebut pada Sabtu, usai kunjungan resminya ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
“[Kami tidak mengatakan] bahwa kami memutuskan untuk mengubah apa pun, apalagi mengubah sistem pemilihan presiden. Kami hanya menyampaikan berbagai aspirasi yang kami terima,” kata Bambang dalam jumpa pers. Ia juga mengatakan bahwa pernyataannya pekan lalu ditafsirkan di luar konteks. Menurut Bambang, mustahil anggota MPR bisa melakukan amandemen UUD dalam empat bulan sisa masa jabatannya.
Namun pada konferensi pers yang sama, Ketua PKB Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa fraksinya akan mendukung amandemen konstitusi. Jika dilakukan, amandemen tersebut akan menjadi amandemen kelima. Menurut Muhaimin, hal tersebut merupakan satu-satunya cara untuk mengisi banyak “celah” dalam peraturan yang berlaku.
“Misalnya soal batasan kewenangan presiden. Tidak ada undang-undang yang bisa mengaturnya karena presiden sendiri [yang punya keputusan akhir untuk mengesahkan RUU],” kata Muhaimin. Karena itu, “Kita perlu memperkuat ketentuan kekuasaan presiden dalam UUD.”
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.