ari memuji Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menindak -- lagi-lagi -- mantan pejabat pajak. Tapi tetap semua harus amati apakah badan antirasuah itu akan semakin cermat sekaligus tegas bertindak sehingga koruptor dan semua kroninya yang bersalah dihukum setimpal. Lebih jauh, kita harus melihat seluruh sistem betul-betul diperbaiki.
Pada 1 April lalu, KPK menahan mantan pegawai pajak senior Rafael Alun Trisambodo, yang awalnya jadi pembicaraan akibat sering pamer gaya hidup mewah, atas tuduhan menerima suap dari wajib pajak selama 12 tahun terakhir.
Petugas pajak tak tahu diri itu sempat diidentifikasi dengan inisial RAT di media massa saat awal-awal penyelidikannya. Dia akan ditahan selama 20 hari karena badan antikorupsi akan terus memperdalam kasusnya seputar pekerjaan Rafael sebagai pengawas pajak di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Rafael ditetapkan sebagai tersangka pada 30 Maret, hampir sebulan setelah KPK pertama kali memanggilnya untuk dimintai keterangan guna mengklarifikasi aset-asetnya.
KPK menduga Rafael mulai melakukan kejahatan finansial setelah menjadi Kepala Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Jawa Timur pada 2011. Rafael, yang diberhentikan dengan tidak hormat dari Kementerian Keuangan, diduga merekomendasikan perusahaan konsultan pajak miliknya sendiri, PT Artha Mega Ekadhana, kepada para wajib pajak. Sebagai imbalan, dia akan menerima pembayaran yang diperkirakan penyelidik bisa mencapai $90.000 dolar Amerika.
KPK telah menyita brankas berisi uang senilai Rp32,2 miliar (atau $2,16 juta dolar Amerika) dan 70 tas mewah dari rumah Rafael di kawasan elit Simprug di Jakarta Selatan.
Ketua KPK Firli Bahuri berjanji akan mengusut orang-orang dari jaringan Rafael. Hingga pekan lalu, setidaknya dua pejabat Kementerian Keuangan telah dipanggil karena diduga terlibat dalam orkestrasi korupsi serupa. Akankah ada sosok lain lagi yang mengejutkan kita?
Kecurigaan tentang kekayaan Rafael, yang tampak tak sebanding dengan penghasilannya, muncul setelah putranya, Mario Dandy Satrio, ditangkap atas tuduhan penyerangan terhadap seorang remaja. Secara kebetulan, remaja tersebut adalah putra anggota GP Ansor, sayap pemuda Nahdlatul Ulama (NU), organisasi akar rumput Islam terbesar di tanah air.
Tertangkapnya Mario membuat akun media sosialnya tersebar luas. Di situ, Mario mempertontonkan gaya hidup mewah keluarganya, termasuk pamer Jeep Rubicon dan sepeda motor Harley Davidson. Polisi menyita jeep tersebut sebagai barang bukti, karena Mario dituduh mengganti plat nomornya sebelum diduga menculik bocah yang pada akhirnya dia siksa.
Jika bukan karena dugaan penganiayaan yang menimpa putranya, yang terekam kamera dan kemudian beredar di masyarakat melalui ponsel, publik tidak akan mengetahui dugaan korupsi Rafael. Padahal sesungguhnya korupsi macam ini sudah jadi rahasia umum.
Dalam peribahasa asing, ada istilah get the cat out of the bag untuk menggambarkan rahasia besar yang akhirnya terungkap. Dalam kasus petugas pajak Indonesia saat ini, satu kucing, atau mungkin lebih pas disebut satu tikus, telah berhasil dikeluarkan.
Sudah sering terjadi, KPK tampak enggan membongkar modus koruptor kakap. Apalagi untuk masalah yang melibatkan politisi atau pejabat tinggi. Namun sekarang, tak ada pilihan selain menuntaskan kasus korupsi ini karena semua pandangan publik sudah tersorot pada skandal tersebut.
Mari kita berharap bahwa KPK tidak berhenti pada satu orang saja. Kasus Rafael bagai membuka kotak Pandora. Meski hanya secelah, tapi sudah cukup menampakkan penyimpangan yang melibatkan pejabat dari kantor pajak.
Pada 20 Maret, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, yang memimpin Komite Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, mengungkapkan laporan tentang sekitar Rp349 triliun transaksi janggal di Kementerian Keuangan. Pernyataan Mahfud itu semakin menyulut kemarahan publik atas dugaan korupsi dan gaya hidup pejabat negara yang boros. Sejak itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji bekerja sama dengan Mahfud dalam menangani laporan keuangan yang mencurigakan di kementeriannya.
Mudah-mudahan, kasus Rafael akan membongkar semua “kotak korupsi” yang selama ini tertutup rapat. Bisa saja kotaknya terbuka dengan cepat hingga isinya berhamburan. Bayangkan kita membuka kotak mainan Jack in the Box secara perlahan, dan begitu tutupnya terbuka sempurna, kita akan dikagetkan oleh si badut yang melompat keluar. Dalam analogi ini, untuk kasus Rafael, mari menebak-nebak siapa saja “badut” yang akan muncul. Dan saat semua terungkap nyata, kita tentu merasakan kepuasan tiada tara.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.