TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Ganti rugi hak asasi manusia

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, June 28, 2023

Share This Article

Change Size

Ganti rugi hak asasi manusia President Joko “Jokowi”Widodo (left) speaks with victims of the 1965 atrocities Jaroni Surjomartono (center) and Sudaryanto Priyono during the launch of government’s non-judicial settlement of 12 past human rights violations at Geudong Hosue in Pidie regency, Aceh on June 27, 2023. (Antara/Khalis Surry)
Read in English

P

residen Joko “Jokowi” Widodo pada hari Selasa, di Rumoh Geudong di Pidie, Aceh, meluncurkan program penyelesaian nonyudisial nasional atas 12 pelanggaran HAM berat. Lokasi acara adalah tempat lebih dari 100 orang diduga disiksa dan dibunuh oleh pasukan keamanan selama lebih dari dua dekade lalu. Pada 1976 hingga 2005, TNI ditempatkan di lokasi untuk memadamkan pemberontakan yang diduga dilakukan oleh gerakan separatis.

Kebrutalan di Rumoh Geudong adalah yang terakhir dalam daftar kejahatan pemerintah terhadap kemanusiaan, sejak upaya kudeta tahun 1965 yang dituding dilakukan oleh komunis. Sedangkan acara hari Selasa diharapkan akan membawa Indonesia ke proses pemulihan akibat luka lama. Ini adalah kesembuhan yang sangat ditunggu-tunggu. Diawali pengakuan negara yang mengakui kesalahan pelanggaran hak asasi manusia dan kemudian minta maaf atas masa lalu yang kelam.

“Alhamdulillah, kita bisa memulai pemulihan hak-hak korban 12 pelanggaran HAM berat,” kata Presiden di depan para korban kekejaman masa lalu dan keluarganya. Di antara korban terdapat dua mantan warga negara Indonesia yang dicabut kewarganegaraannya setelah tragedi 1965. Jokowi mengatakan pemerintah berkomitmen untuk mencegah terulangnya kekejaman melanggar HAM di masa depan.

Kejahatan HAM berlangsung selama rentang waktu 33 tahun, dari 1965 hingga 1998, tanpa ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban. Padahal, sudah jelas kejahatan tersebut melibatkan aparat keamanan negara. Selama beberapa dekade, para pelaku hanya menjadi data angka, meskipun banyak yang meyakini bahwa pemerintah dapat mengungkap kebenaran jika punya kemauan politik yang cukup. Dipercaya juga bahwa banyak tersangka pelaku kejahatan yang masih hidup, dan menikmati impunitas, diduga karena hubungan mereka dengan kekuasaan.

Pergantian rezim tidak lantas menciptakan titik terang penyelesaian kekejaman di masa lalu, hingga tahun lalu Presiden Jokowi membentuk Tim Penyelesaian Nonyudisial atas Pelanggaran HAM Berat. Tampaknya, langkah Jokowi adalah pemenuhan janji kampanye 2014. Tim kemudian merekomendasikan 12 kasus kepada Jokowi, pada Januari 2023.

Di antara 12 kasus, termasuk pembantaian komunis tahun 1965-1966, yang menjadikan anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai target. Banyak korban yang sudah meninggal dunia dan ribuan lain merupakan orang Indonesia yang terdampar di luar negeri, kebanyakan di negara-negara sosialis seperti bekas Uni Soviet, China, dan Eropa Timur. Kasus lain adalah pembantaian Talangsari di Lampung tahun 1989, yang dikaitkan dengan Jenderal (Purn) Hendropriyono, sekutu Jokowi. Kemudian penghilangan paksa aktivis prodemokrasi 1997-1998, penembakan mahasiswa Universitas Trisakti Mei 1998, tragedi mahasiswa Semanggi I dan II, pembunuhan massal di Banyuwangi, peristiwa Simpang Kertas Kraft Aceh (KKA) tahun 1993, dan pembunuhan di Rumoh Geudong di Aceh tahun 1998. Menariknya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, sang bakal calon presiden, diberhentikan dari militer pada 1998 karena dinilai berperan dalam penculikan aktivis prodemokrasi.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan bahwa pemerintah memilih Aceh sebagai tempat acara penting Selasa lalu untuk menunjukkan rasa hormat kepada rakyat Aceh atas dukungan mereka bagi perdamaian, juga untuk mengenang mereka yang tewas dalam tsunami 2004.

Langkah pemerintah untuk mencari penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di luar pengadilan bisa dibilang sangat sedikit, juga sangat terlambat. Inisiatif ini nampak dilakukan setengah hati. Namun memang masih jauh lebih baik daripada tidak ada upaya sama sekali, terutama setelah penyangkalan dari pihak pemerintah yang telah berlangsung lama.

Upacara di Pidie pada Selasa kemarin hanyalah awal dari upaya keras mengembalikan hak-hak para korban yang jumlahnya jauh melebihi data yang dihimpun instansi pemerintah, termasuk data di Kejaksaan Agung.

Pemerintah berjanji program pemulihan hak akan menjangkau semua korban kejahatan HAM atau keluarganya sebelum Jokowi mengakhiri masa jabatan keduanya pada Oktober tahun depan. Karena Jokowi kemungkinan sulit menawarkan solusi yang komprehensif, penyelesaian masalah pemulihan hak tersebut akan menjadi tantangan bagi penggantinya.

Ujian tersulit yang dihadapi para pemimpin Indonesia, yang gagal dilewati Jokowi, adalah menyeret para pelaku kejahatan berat ke pengadilan. Paling tidak, mestinya Indonesia bisa meraih yang dicapai Afrika Selatan dan Timor-Leste, yaitu membuat para pelaku mengakui kesalahan mereka dan menawarkan amnesti di bawah kebenaran dan mekanisme rekonsiliasi.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.