TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

KTT ASEAN yang kikuk

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Fri, September 8, 2023

Share This Article

Change Size

KTT ASEAN yang kikuk Leaders from ASEAN and its partners from left to right, Philippines President Ferdinand Marcos, Jr., Singapore's Prime Minister Lee Hsien Loong, Thailand's Permanent Secretary of the Ministry of Foreign Affairs Sarun Charoensuwan, Vietnam's Prime Minister Pham Minh Chinh, Japan's Prime Minster Fumio Kishida, South Korean President Yoon Suk Yeol, Indonesian President Joko "Jokowi" Widodo, Chinese Premier Li Qiang, Laos' Prime Minister Sonexay Siphandone, Brunei's Sultan Hassanal Bolkiah, Cambodia's Prime Minister Hun Manet, Malaysian Prime Minister Anwar Ibrahim and Timor-Leste's Prime Minister Xanana Gusmao pose for a family photo during the ASEAN Plus Three Summit in Jakarta on Sept. 6, 2023. Tatan Syuflana/Pool via REUTERS (Reuters/POOL)
Read in English

S

eperti sudah diperkirakan, ASEAN memilih main aman saat berhadapan dengan China, mitra dagang terpentingnya. Sesungguhnya, beberapa anggota ASEAN, termasuk Indonesia, terganggu atas penerbitan peta baru China tempo hari. Bagi para pemimpin ASEAN, sikap yang tidak konsisten itu dapat diterima karena bagaimana pun mereka bergantung pada China, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Lagipula, memang ada perbedaan pandangan di antara para pemimpin itu.

Peta China memang jadi gangguan. Tapi, para pemimpin ASEAN tetap berhasil membahas secara mendalam isu-isu substansial, seperti peningkatan Sekretariat ASEAN menjadi Markas Besar ASEAN, yang secara lembaga lebih kuat. Mereka juga sepakat untuk menjaga isolasi junta militer Myanmar dari semua pertemuan resmi ASEAN sampai waktu yang belum ditentukan.

Dalam 165 poin Pernyataan Ketua, yang dikeluarkan setelah para pemimpin menyelesaikan pertemuan dua tahunan mereka di Jakarta pada hari Selasa lalu, tekad ASEAN mengenai Laut China Selatan dirumuskan dalam poin 157 dan 158. Para pemimpin ASEAN menghindari rujukan peta baru, yang dirilis hanya satu minggu sebelum pertemuan dengan negara mitra, seperti Amerika Serikat, Kanada, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Australia. ASEAN juga tidak menyebut China dalam Pernyataan Ketua tersebut.

Peta nasional China versi baru menampilkan Laut China Selatan dan perbatasannya. Salah satu perbatasan adalah wilayah yang disengketakan China dengan India sejak 2006. Peta versi baru tersebut dibuat Beijing dengan alasan memperbaiki peta sebelumnya yang “bermasalah” karena salah menggambarkan perbatasan wilayahnya. Peta baru dipandang sebagai unjuk kekuatan melawan negara-negara tetangga dan negara-negara yang kepentingannya terkena dampak klaim sepihak Beijing.

Para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa mereka membahas situasi di Laut China Selatan, dan “beberapa negara anggota ASEAN menyatakan keprihatinan atas reklamasi lahan, aktivitas, insiden serius di wilayah tersebut, termasuk tindakan yang membahayakan keselamatan semua orang, kerusakan lingkungan laut, yang telah mengikis kepercayaan dan keyakinan, meningkatkan ketegangan dan dapat merusak perdamaian, keamanan serta stabilitas di kawasan”.

Para pemimpin kembali menyerukan perlunya “mengupayakan penyelesaian sengketa secara damai berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui secara universal, termasuk United Nations Convention on the Laws of the Sea atau UNCLOS, Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982”.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Banyak pihak berharap para pemimpin regional, termasuk Presiden Joko “Jokowi” Widodo sebagai ketua ASEAN, akan menunjukkan keberanian dan menentang klaim sepihak China.  Bagaimana pun, sikap diam tidak akan mengubah apa pun menjadi lebih baik.

Empat anggota ASEAN – Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam – juga mengklaim sebagian kecil Laut China Selatan yang kaya sumber daya. Sementara China mengklaim hampir seluruh wilayah laut lepas. PBB tidak mengakui klaim kedaulatan teritorial China.

 

Indonesia tidak termasuk pihak yang mengajukan klaim. Namun karena China memasukkan perairan Natuna ke dalam peta barunya, maka hanya tinggal menunggu waktu saja sebelum kedua negara berseteru, lebih dari sekedar konflik kecil di zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Wakil Presiden AS Kamala Harris, Perdana Menteri Australia Antony Albanese, dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyatakan dukungannya atas pemikiran ASEAN terhadap Laut China Selatan. Mereka juga ingat kepentingan negara mereka untuk menjamin kebebasan dan keselamatan navigasi di perairan yang disengketakan.

Dalam hal ini, Perdana Menteri Li Qiang menekankan pentingnya China sebagai mitra dagang terbesar bagi kelompok regional. “Selama kita tetap berada di jalur yang benar, apa pun badai yang mungkin terjadi, kerja sama China-ASEAN akan tetap kokoh dan terus maju menghadapi segala rintangan,” kata Li, Rabu lalu.

ASEAN membutuhkan kawasan yang stabil dan damai, kawasan tanpa ada negara yang bisa memaksakan kehendaknya melawan negara lain. Oleh karena itu, kelompok regional yang beranggotakan 10 negara tersebut bersikeras memainkan peran penting dalam menerapkan peta outlook Indo-Pasifik.

Semua, termasuk AS dan China, telah sepakat, meski masing-masing punya proyeksi strategis terhadap kawasan. Forum multilateral seperti KTT Asia Timur, yang biasanya diadakan setelah KTT ASEAN, merupakan dan akan selalu menjadi mekanisme penting dalam membangun kepercayaan bagi ASEAN untuk menjaga agar semua pemain di Indo-Pasifik, termasuk negara-negara besar, memajukan kerja sama, dan bukannya meningkatkan potensi konfrontasi mereka.

Pendekatan ASEAN yang ramah terhadap China, meski mungkin canggung, adalah bagian dari implementasi politik. Bagaimana pun, masalahnya bukan sekadar benar atau salah.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.