ita harus mengutuk kekerasan di Israel dan Palestina. Pembunuhan warga sipil Israel terjadi ketika Hamas melancarkan Operasi Badai al-Aqsa pada dini hari 7 Oktober. Kemudian ada pembalasan Israel, yang lagi-lagi memakan korban jiwa tidak bersalah. Kedua tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan oleh norma-norma yang diterima secara internasional. Tidak ada pihak yang bisa menyebut diri sebagai pemenang. Keduanya sama-sama pecundang.
Karena itu, kami serukan kepada Israel dan Palestina untuk segera menghentikan kekerasan dan kembali melakukan diplomasi, betapapun tidak jelasnya prospek diplomasi tersebut. Toh selalu ada kemungkinan terobosan.
Berkali-kali dilakukan perundingan antara pihak-pihak yang bertikai, namun efeknya hanya jangka pendek. Upaya perdamaian harus terus dilakukan demi kebaikan rakyat.
Hamas mungkin akan merayakan kesuksesan serangan terhadap Israel. Namun, dampak negatifnya terlalu mahal. Banyak orang, termasuk anak-anak, tewas sia-sia akibat konflik bersenjata tersebut. Lebih banyak nyawa akan hilang karena Israel kini punya alasan membalas. Ada peribahasa eye for an eye, yang artinya kira-kira setiap tindakan jahat harus dibalas setimpal. Israel terlihat menganut prinsip tersebut.
Menurut pihak militer Israel, lebih dari 900 orang telah terbunuh di Israel. Sementara menurut pihak yang berwenang di Gaza, jumlah korban tewas di wilayah itu telah melampaui 680 orang. Ribuan orang lainnya, dari dua pihak, terluka.
Dikabarkan bahwa setidaknya 150 warga Israel disandera oleh pejuang Hamas. Pejabat dari Amerika Serikat dan negara-negara lain, termasuk Indonesia, saat ini terus berupaya memverifikasi warganya, adakah yang termasuk korban atau tawanan.
Jika tidak ada intervensi global, kekerasan bisa berkembang tanpa kendali. Pada akhirnya, kekerasan hanya akan menyebabkan kesengsaraan lebih lanjut bagi masyarakat di Gaza dan Israel.
"Kehancuran di Jalur Gaza sangat mengerikan. Impunitas internasional yang diberikan kepada Israel adalah penghinaan moral, politik, dan hukum terhadap kemanusiaan dan moralitas serta prinsip-prinsip hukum internasional. Segala upaya untuk memaafkan dan menutupi kejahatan tersebut tidak dapat diterima dan sangat tercela," demikian pernyataan yang dikeluarkan Kedutaan Besar Palestina pada hari Senin (9 Oktober).
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menyatakan perang total terhadap Hamas. Negaranya akan melakukan apa pun yang dianggap perlu untuk menghukum kelompok militan tersebut. Selama ini terkenal karena pola pikirnya yang konservatif, sang Perdana Menteri tampak mengabaikan kritik internasional yang dia terima atas keganasan terhadap Palestina.
Menanggapi pecahnya lagi kekerasan antara Israel dan Palestina, Indonesia menahan diri untuk tidak menegur pihak mana pun. Indonesia tetap menyatakan keprihatinan mendalam atas eskalasi kekerasan, sekaligus mendesak agar kekerasan segera dihentikan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa lebih lanjut. Indonesia selalu mendukung kemerdekaan Palestina, dan hal tersebut telah jadi prioritas dalam agenda kebijakan luar negeri sejak awal.
“Akar konflik adalah pendudukan Israel atas wilayah Palestina, yang harus diselesaikan sesuai parameter yang disepakati di PBB,” kata Kementerian Luar Negeri RI dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Minggu (8 Oktober).
Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, juga menyampaikan keprihatinannya dan menyerukan agar segera dilakukan gencatan senjata. “Unjuk senjata [antara kedua belah pihak] tidak seimbang, dan hanya akan memperburuk penderitaan rakyat Palestina. Solusi damai lebih disukai daripada perang terus-menerus,” kata NU.
Sekretaris Jenderal Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, “Pertempuran antara Israel dan Palestina sangat mengkhawatirkan. Bentrok tersebut mengancam keamanan dan keselamatan warga sipil. Masa depan perdamaian di Palestina semakin tidak menentu.”
Indonesia telah mendukung solusi dua negara untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun di Timur Tengah tersebut. 30 tahun silam, solusi sudah diatur dalam Perjanjian Oslo, yang disepakati oleh Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan pemimpin Palestina Yasser Arafat.
Prospek perdamaian sulit dicapai karena Israel telah memperluas kawasan pemukiman di wilayah pendudukan Palestina. Israel juga mengisolasi warga Palestina yang tinggal di Gaza dan Tepi Barat, sehingga memaksa warga Palestina untuk sangat bergantung pada kemurahan hati Israel.
Doktrin tentang eye for an eye seharusnya tidak bisa diterima dalam politik Timur Tengah. Israel tidak akan pernah bisa memenangkan perang nyata melawan Palestina jika hanya dengan kekuatan militer dan ekonomi. Demikian pula Palestina. Negara tersebut harus siap berkompromi dan dengan tulus meninggalkan segala niat licik untuk menghapus Israel dari peta dunia.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.