TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Makin banyak yang ikut, makin meriah

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Thu, October 19, 2023

Share This Article

Change Size

Makin banyak yang ikut, makin meriah Presumptive presidential nominee from the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) Ganjar Pranowo (left) and running mate Mahfud MD hold hands on Oct. 18, 2023, after the party announced that Mahfud would be its vice-presidential candidate, at the PDI-P headquarters in Jakarta. (Antara/M Risyal Hidayat)
Read in English
Indonesia Decides

Sehari sebelum masa pendaftaran calon presiden 2024 dibuka, telah diumumkan dua dari tiga calon pasangan presiden dan wakil presiden.

Pada 2 September, koalisi pemilu yang dipimpin oleh Partai NasDem menyatakan bahwa calon presidennya, mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan, akan berpasangan dengan Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Pengumuman tersebut ternyata merupakan sebuah langkah besar yang berhasil mengubah peta aliansi politik.

Kemudian, Rabu kemarin (18 Oktober), di markas besar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Jakarta Pusat, ketua PDIP Megawati Soekarnoputri mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan penunjukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebagai pasangan calon presiden Ganjar Pranowo.

Para pemilih sekarang punya gambaran yang lebih jelas tentang kandidat yang akan ikut serta dalam pemilu tahun depan. Tinggal menunggu keputusan dari koalisi yang dipimpin Partai Gerindra mengenai siapa yang akan mereka dukung untuk maju bersama calon presiden mereka, Prabowo Subianto.

Ganjar dan Mahfud diperkirakan akan mendaftar pada hari pertama, sehingga kemungkinan akan bertemu dengan Anies dan Muhaimin. Pasangan Anies dan Muhaimin telah mengatakan mereka akan berada di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera setelah pendaftaran dibuka.

Pasangan Anies-Muhaimin (atau dijuluki Amin) sudah bertekad untuk mengawali persaingan dengan baik. Di sisi lain, pengumuman kubu PDIP yang sudah lama ditunggu-tunggu itu muncul dua hari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) secara tidak langsung membuka jalan bagi putra sulung Presiden Joko “Jokowi, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai calon wakil presiden.

Putusan MK menuai reaksi keras. Banyak asumsi yang didasarkan pada tuduhan mengenai sabotase MK dan politik dinasti, yang mengurangi peluang Gibran yang berusia 36 tahun ini untuk maju sebagai kandidat dari Koalisi Indonesia Maju (KIM). KIM terdiri dari Gerindra, Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), serta tujuh partai kecil.

Kubu Prabowo akan menunggu hingga Jokowi dan rombongan kembali dari luar negeri pada Sabtu nanti. Rombongan Jokowi termasuk, antara lain, Ketua PAN dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, serta Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. Erick akan menjadi kandidat calon wakil presiden berikutnya, jika Gibran gagal maju.

Selama berbulan-bulan, pertanyaan tentang siapa yang harus mencalonkan diri bersama calon presiden telah disajikan sebagai masalah matematis. Sekaligus menyoroti kelemahan sistem pemilu kita.

Pasangan calon didorong oleh kebutuhan untuk menampilkan representasi kelompok pemilih dan pembagian kekuasaan, bukan demi kepentingan publik atau akuntabilitas.

Lagi pula, siapa yang bisa mengatakan apa kepentingan publik di negara berpenduduk 270 juta jiwa ini?

Pada 2019, Jokowi lebih memilih ulama muslim konservatif Ma’ruf Amin daripada Mahfud MD. Padahal, Mahfud merupakan seorang cendekiawan muslim terhormat yang terkait dengan kelompok agama terbesar di negara ini, Nahdlatul Ulama (NU). Namun Ma’ruf dianggap punya daya tarik yang lebih luas bagi mayoritas muslim nonmonolitik, terutama mereka yang dianggap sebagai bagian dari kelompok pemilih yang berubah-ubah.

Tahun depan, suara generasi muda akan sama pentingnya dengan suara muslim atau suara orang Jawa. Namun, kita tidak boleh membiarkan realitas pemilu ini menghalangi kita untuk memanfaatkan pemilu yang bebas dan langsung secara maksimal.

Selama bertahun-tahun, setelah banyak pembelajaran dan kenyataan yang sulit diterima, demokrasi di Indonesia masih bertumbuh atas kemauan rakyat. Jadi, merupakan kewajiban para penguasa dan elit politik untuk menghadirkan pilihan nyata bagi rakyat, di luar pertimbangan matematis.

Terlepas dari siapa yang akan ikut pemilu, lebih baik kita punya banyak pilihan daripada kembali ke masa Orde Baru. Saat itu, kita disuguhi kediktatoran de facto. Padahal, sebagai pemilih, kita selalu punya hak untuk menentukan yang terbaik bagi bangsa kita.

Prinsipnya, makin banyak yang ikut, pemilu akan makin meriah.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.