TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Agar tidak dikalahkan AI

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, December 4, 2023

Share This Article

Change Size

Agar tidak dikalahkan AI The ChatGPT logo is seen in this illustration from May 4. (Reuters/Dado Ruvic)
Read in English

S

atu tahun setelah OpenAI merilis ChatGPT, makin jelas bahwa kecerdasan buatan (artificial intelligence AI) akan menyebabkan gangguan besar terhadap cara orang hidup, bekerja, dan bermain. Kita bisa menyambutnya, atau menyesalinya, tapi kita tidak bisa menyangkalnya.

Karena besarnya dampak teknologi terhadap setiap aspek kehidupan kita, maka teknologi ini harus diatur. Pertanyaannya adalah bagaimana menegakkan aturan ini. Dan Indonesia baru saja mulai mempertimbangkan cara mengatur AI.

Uni Eropa, yang secara naluri cenderung didominasi rasa takut terhadap teknologi digital, dan kurang antusias menerimanya, telah bergerak maju. Rancangan Undang-Undang AI dari Parlemen Uni Eropa, meski belum resmi diadopsi, mengkategorikan sistem AI berdasarkan risiko dan kemudian menetapkan aturan untuk penyediaan dan penggunaan AI. Sistem AI yang masuk kategori “risiko yang tidak dapat diterima” akan dilarang, sementara sistem AI lainnya akan menjalani penilaian sebelum dipasarkan, dan penilaian ini akan diperbarui sepanjang siklus penggunaannya.

AI generatif yang disediakan oleh ChatGPT dan large language models (LLM) lainnya dipisahkan dalam kategori yang diberi peringkat berbeda antara aplikasi “risiko tinggi” dan “risiko terbatas”.

Indonesia harus mempelajari dengan cermat pendekatan yang dilakukan Uni Eropa, serta pendekatan negara-negara lain, agar dapat melihat pendekatan yang layak untuk diadopsi negara ini. Pertanyaan mendasar dalam merancang kerangka peraturan adalah soal kategorisasi AI, apakah berdasarkan fungsinya (fungsi dan penggunaan) atau cara kerjanya (teknologi dan pengembangan).

Hal ini hanyalah salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan, dalam tugas yang sangat kompleks untuk memastikan bahwa AI berfungsi baik bagi kepentingan masyarakat. Peraturan AI yang berdiri sendiri menjadi tidak masuk akal, karena risiko AI terhadap masyarakat terkait dengan isu-isu seperti privasi, big data, pengawasan, dan manipulasi. AI semakin memperkuat ancaman yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan teknologi digital.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Pekan lalu, pemerintah membagikan rancangan dokumen yang ditujukan kepada pelaku bisnis sebagai langkah awal untuk mengatur teknologi AI. Transparansi berperan penting dalam regulasi AI, sehingga Kementerian Komunikasi dan Informatika layat mendapat pujian karena telah mempublikasikan rancangan tersebut.

Dokumen setebal empat halaman tersebut, yang diterbitkan tiga tahun setelah pemerintah mengeluarkan Strategi Nasional AI 2020-2045, mengusulkan pedoman etika dalam proses membentuk kebijakan internal perusahaan untuk pemrograman, analisis, dan konsultasi AI.

Ini merupakan awal yang baik. Namun, peraturan yang mengikat secara hukum akan diperlukan setelah kita mengetahui pasti yang kita inginkan dari teknologi AI. Untuk menentukan hal terakhir ini diperlukan wacana publik yang luas yang melibatkan organisasi masyarakat sipil, dunia usaha, dan akademisi.

Semua harus dilakukan dengan segera. Setahun lalu, sebagian besar dari kita terkejut atau terperangah ketika mengetahui bahwa perusahaan teknologi telah mendorong AI sejauh itu, dengan hanya sedikit wawasan publik, dan pengawasan minim.

Kita harus memastikan bahwa masyarakat luas yang menentukan arah perkembangan AI, dan bukan hanya industri teknologi. Bagaimana pun, teknologi ini akan membentuk apa yang kita lihat dan pikirkan. Artinya, AI dapat digunakan, atau disalahgunakan, untuk memanipulasi individu dan masyarakat.

Demi transparansi, sistem kode sumber terbuka harus menjadi pilihan utama untuk aplikasi AI.

Seperti halnya keamanan, perubahan iklim, dan kesehatan masyarakat, AI memerlukan kerja sama internasional dan peraturan global. Penggunaan AI, serta risikonya, dapat melampaui batas negara.

Meskipun Indonesia bukanlah negara yang terdepan dalam pengembangan AI, Jakarta tidak perlu menghindar dari perdebatan global soal regulasi AI. Hal ini bisa dimulai dengan membentuk diskusi di dalam kawasan ASEAN atau di area Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), atau Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional.

Bagi banyak orang, pertanyaan paling menakutkan tentang AI adalah dampaknya terhadap lapangan kerja.

Sebuah survei berskala nasional yang dilakukan September lalu, oleh penyedia layanan penelitian empiris Populix, menemukan bahwa 55 persen responden khawatir akan AI akan mengambil alih pekerjaan mereka. Sementara, hanya 12 persen yang tidak peduli atau agak tidak peduli.

Mari berdiskusi terkait cara membagi secara adil keuntungan efisiensi besar yang dimungkinkan oleh AI, sehingga semua orang tetap memiliki pekerjaan. Literasi teknologi sangat penting dalam hal ini. itulah sebabnya dasar-dasar AI dan ilmu informasi harus diajarkan di sekolah menengah.

Untuk meningkatkan kecerdasan buatan, kita juga harus meningkatkan kecerdasan manusia.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.