Menteri Luhut Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah akan memberikan kewarganegaraan ganda kepada diaspora Indonesia yang bersedia kembali dan bekerja di Indonesia.
ekan lalu, menteri senior kabinet Luhut Pandjaitan mengajukan sebuah penawaran yang sangat menarik di depan audiens yang sangat spesifik, dalam acara bertajuk Microsoft Build: AI Day. Acara dilaksanakan tepat sebelum politisi tersebut mengadakan pertemuan dengan sang CEO raksasa perangkat teknologi, Satya Nadella, yang sedang mengunjungi Jakarta. Microsoft berencana berinvestasi di sini.
Dalam sambutannya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengatakan bahwa pemerintah akan memberikan kewarganegaraan ganda kepada diaspora Indonesia yang bersedia kembali dan bekerja di tanah air.
Para pendukung kewarganegaraan ganda di Indonesia mungkin tidak akan tergerak mendengar pengumuman mengejutkan dari pemerintahan, yang akan segera diganti tersebut. Kewarganegaraan ganda merupakan janji yang telah berulang kali disampaikan oleh para politisi dari berbagai partai, tetapi hanya sedikit yang ditindaklanjuti.
Namun Luhut sedang berbicara dengan para profesional yang terampil di industri perangkat lunak, bahkan mungkin pemain sektor teknologi informatika yang lebih luas. Pemerintah berharap para profesional tersebut dapat menjadi penggerak, yang bisa jadi poros perwujudan harapan tercapainya visi “Indonesia Emas 2045”.
Menteri Luhut memperkirakan bahwa pada 2029, dengan bantuan inisiatif seperti yang dibahas oleh Microsoft pada hari itu, Indonesia akan punya sekitar 3.000 profesional muda yang siap bekerja sebagai pengembang perangkat lunak di negeri ini.
Pada titik inilah Luhut mengalihkan fokusnya ke diaspora. Ia menjanjikan mereka pekerjaan dan hak kewarganegaraan yang lebih luas cakupannya, selama mereka “memenuhi persyaratan kewarganegaraan Indonesia”.
Tidak ada rincian lebih lanjut. Dan setelah mengumpulkan lebih banyak informasi dari para pemangku kepentingan pemerintah lainnya yang berwenang dalam masalah ini, makin jelaslah bahwa wacana tersebut mungkin hanya sekadar angan belaka.
Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda bagi orang dewasa. Anak di bawah umur yang salah satu orang tuanya bukan warga negara Indonesia juga diharuskan memilih satu kewarganegaraan setelah mereka berusia 18 tahun. Jika memilih Indonesia, mereka harus melepaskan paspor lainnya.
Sebagaimana dikemukakan oleh beberapa anggota DPR serta para pakar hukum, diperlukan kemauan politik yang besar untuk menerapkan kewarganegaraan ganda. Hal tersebut memerlukan perombakan peraturan dan perundang-undangan yang ada, mulai dari Undang-undang Kewarganegaraan tahun 2006 hingga ketentuan lain seperti kepemilikan properti, hak-hak pekerja, perpajakan, administrasi, dan imigrasi.
Karena itu, bahkan di era peraturan perundang-undangan yang berubah cepat, sangat jarang ditemukan ada pejabat negara dan anggota DPR yang sepakat secara cermat dan hati-hati membahas revisi UU Kewarganegaraan.
Yang jelas, Luhut mencoba pendekatan pragmatis dalam pertimbangan memberikan kewarganegaraan ganda bagi diaspora Indonesia. Hal ini, katanya, akan “membawa kembali orang-orang Indonesia yang sangat terampil” ke negara ini. Bisa jadi, ini upaya menghentikan atau mengatisipasi kondisi yang disebut brain drain, yaitu pindahnya orang-orang pintar ke luar tanah airnya.
Selama bertahun-tahun, jumlah warga negara Indonesia yang memilih untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia mengalami pasang surut. Banyak profesional terampil terpaksa mencari pekerjaan yang memberi kehidupan lebih baik di luar negeri karena kurangnya peluang di dalam negeri. Bisa juga mereka pindah akibat kesenjangan gaji yang besar.
Tahun lalu, kepala kantor imigrasi mengungkapkan bahwa hampir 4.000 warga Indonesia telah mendapatkan paspor Singapura selama kurun waktu 2019 hingga 2022. Sebagian besar mereka adalah pelajar berusia 25 hingga 35 tahun.
Di sisi lain, pemerintah telah berbuat lebih banyak untuk memikat orang asing ke Indonesia. Misalnya melalui kebijakan visa emas yang bisa dikalkulasi atau dengan merekrut pemain sepak bola asing berdarah Indonesia untuk meningkatkan peluang internasional tim nasional.
Di bawah kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo selama hampir satu dekade, belum ada bukti konkrit yang menunjukkan bahwa mengizinkan kewarganegaraan ganda akan menambah ancaman terhadap keamanan nasional atau bahkan mengakibatkan penghindaran pajak. Bahkan, hal-hal itu sudah terjadi dengan atau tanpa kewarganegaraan ganda.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan rasio pajak terhadap PDB terendah di Asia Tenggara. Angkanya sebesar 10,21 persen, jauh di bawah Vietnam dan Filipina, yang rasionya berkisar pada angka 18 persen. Padahal, dua negara tersebut merupakan salah satu dari sedikit negara di kawasan ini yang menawarkan kewarganegaraan ganda.
Sudah saatnya mempertanyakan apa yang bisa negara lakukan untuk Anda, dan bukan hanya bertanya apa yang bisa Anda lakukan untuk negara.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.