Ketergantungan yang kuat pada permintaan dalam negeri membuat ketahanan perekonomian kita tetap kuat, bahkan ketika kondisi eksternal tidak mendukung.
ekali lagi, momentum perekonomian kita terselamatkan oleh konsumsi swasta, seperti yang ditunjukkan dalam laporan PDB terbaru Indonesia.
Konsumsi tersebut sebagian didukung oleh banyaknya bantuan sosial yang diberikan menjelang pemilihan umum pada Februari lalu. Yang juga membantu adalah bulan Ramadan, yang jatuh pada kuartal pertama tahun ini. Belanja rumah tangga selama Ramadan biasanya meningkat.
Kedua faktor tersebut tentunya berperan dalam mengangkat pertumbuhan PDB dari tahun ke tahun, atau year-on-year (yoy), menjadi 5,11 persen pada periode Januari-Maret 2024. Angka tersebut menandai tingkat pertumbuhan PDB kuartal pertama yang tertinggi, sejak 2014.
Namun, cerita lainnya lebih dari itu.
Rincian yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan minggu lalu menunjukkan bahwa konsumsi swasta menyumbang hampir 55 persen PDB negara pada kuartal pertama. Porsi konsumsi swasta tersebut terus meningkat sejak 2022.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran kita sebagai konsumen dalam menunjang aktivitas perekonomian dalam negeri, terutama ketika permintaan dari pasar luar negeri sedang lemah. Konsumen juga merupakan penerima manfaat utama dari peningkatan belanja negara dan lembaga lainnya.
Belanja pemerintah naik 19,90 persen yoy pada kuartal pertama. Kenaikan sebagian didorong oleh pemilu dan pembagian bantuan sosial. Sementara itu, belanja organisasi nonpemerintah, meskipun hanya menyumbang sebagian kecil dari total PDB, meningkat sebesar 24,29 persen yoy.
Ketergantungan yang kuat pada permintaan dalam negeri memberikan perekonomian kita ketahanan, yang pada akhirnya mampu menjaga roda ekonomi tetap berputar, bahkan ketika kondisi eksternal tidak mendukung.
Meningkatnya daya beli masyarakat yang terus bertambah merupakan kombinasi yang kuat bagi perekonomian Indonesia. Hal tersebut membedakan negara kita dari banyak negara maju yang harus menghadapi penurunan populasi.
Memang benar, pasar dalam negeri yang besar menjadi nilai jual bagi Indonesia. Pemerintah pun mulai menggunakannya sebagai alat tawar-menawar dalam konteks menarik investasi, terutama di industri otomotif. Penawaran yang diberikan adalah bahwa merek asing bisa menjual kendaraan listrik impor selama mereka membangun pabrik di Indonesia.
Di sisi lain, ketergantungan pada pasar domestik berarti tidak bergantung banyak pada permintaan global dan kehilangan pendapatan devisa.
Selain itu, perusahaan asing, pada prinsipnya, dapat memperoleh manfaat dari belanja dalam negeri seperti halnya perusahaan lokal. Hal itu terutama jika mereka menawarkan barang dan jasa yang tidak dipasok oleh perusahaan dalam negeri, sehingga tidak perlu mengalami persaingan harga.
Hal ini terlihat dari angka BPS yang menunjukkan bahwa ekspor hanya meningkat sebesar 0,50 persen yoy pada kuartal pertama, sementara impor meningkat jauh lebih cepat yaitu sebesar 1,77 persen. Akibatnya, komponen ekspor bersih PDB menurun sebesar 0,23 poin persentase dari keseluruhan pertumbuhan pada kuartal pertama.
Sementara itu, faktanya pembentukan modal tetap bruto yaitu komponen PDB yang mengukur investasi bersih pada aset tetap seperti mesin atau bangunan, hanya tumbuh sebesar 3,79 persen yoy. Artinya, bukan pertanda baik bagi masa depan aktivitas industri.
Selain itu, rincian BPS berdasarkan sektor menunjukkan bahwa sektor manufaktur berkinerja buruk. Pertumbuhan tahunan sektor manufaktur adalah sebesar 4,13 persen pada kuartal pertama. Hanya sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mengalami penurunan sebesar 3,54 persen yoy.
Meski tidak terdengar mengkhawatirkan, namun kedua sektor tersebut merupakan sektor yang perlu dikembangkan agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada impor.
Mengandalkan permintaan dalam negeri sebagai sumber pertumbuhan ekonomi adalah hal yang baik. Namun, permintaan tersebut akan menjadi kurang efektif dalam menstimulasi kegiatan perekonomian dalam negeri, jika banyak barang konsumsi yang didatangkan dari negara lain.
Reformasi struktural diperlukan untuk meningkatkan daya saing Indonesia, baik di bidang manufaktur maupun pertanian.
Permasalahannya, pertanian dan perikanan yang lebih efisien akan menyebabkan hilangnya sebagian besar tenaga kerja pertanian di Indonesia. Artinya, perombakan industri-industri di sektor primer ini perlu dibarengi dengan pertumbuhan lapangan kerja secara besar-besaran di sektor sekunder dan tersier.
Tidak diragukan lagi, ini adalah tugas yang sangat besar, yang harus dilakukan oleh pemerintahan berikutnya. Sampai saat itu tiba, mohon jangan berhenti berbelanja!
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.