TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Merangkul diaspora Indonesia

Beberapa negara di seluruh dunia telah memetik manfaat dari para pemilik kewarganegaraan ganda, misalnya melalui kontribusi pekerjaan, investasi yang mereka lakukan, dan pajak yang mereka bayar. Yang lebih penting, di negara baru, mereka menjadi duta yang sangat efektif mewaklli negara asalnya.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, June 24, 2024 Published on Jun. 23, 2024 Published on 2024-06-23T08:41:57+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Merangkul diaspora Indonesia Red and white smiles: Students at Scotts Head Public School experience Indonesian culture in the classroom and in extracurricular events. (Scotts Head High School/Courtesy of Scotts Head High School)
Read in English

I

nisiatif untuk menawarkan visa seumur hidup dan fasilitas lain bagi anggota diaspora Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah mulai merangkul dan mengakui potensi kontribusi mereka terhadap negara, bahkan ketika mereka tidak lagi memiliki kewarganegaraan Indonesia. Fasilitas itu biasanya hanya diberikan kepada warga negara.  

Di masa lalu, pemerintah, dan mungkin masyarakat, menganggap mereka yang melepaskan status WNI untuk pindah ke negara lain sebagai orang yang “membuang” negaranya.

Kewarganegaraan ganda, yang telah lama menjadi tuntutan diaspora Indonesia, masih mustahil karena mengharuskan negara mengubah Undang-Undang Kewarganegaraan tahun 2006. UU tersebut melarang kewarganegaraan ganda. Perubahan UU perlu waktu, karena negara perlu melakukan diskusi, dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu mempertimbangkan serta kemudian mengesahkan undang-undang baru. Namun, rasa-rasanya, suasana hati beberapa pejabat pemerintah sedang mengarah pada dorongan untuk melegalkan kewarganegaraan ganda.

Pada Mei lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mungkin telah mengeluarkan pernyataan yang tidak masuk akal. Saat itu, ia mengatakan bahwa pemerintah ingin memberikan kewarganegaraan ganda kepada diaspora Indonesia yang berbakat, khususnya yang bekerja di industri digital. Luhut kemudian sepakat bahwa rencana ini tidak akan terwujud dalam waktu dekat, mengingat kompleksitas hukum yang melingkupinya. Ia lalu mengatakan bahwa memberi warga diaspsora visa seumur hidup akan menjadi opsi terbaik berikutnya.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyarankan agar Indonesia meniru skema Overseas Citizenship of India (OCI) sebagai solusi sementara. Diperkenalkan pada 2005, skema ini memungkinkan warga India dan pasangannya untuk tinggal dan bekerja di India tanpa batas waktu. Pemegang kartu OCI menikmati manfaat yang biasanya tidak diberikan kepada orang asing. Mereka, misalnya, dapat membeli properti. Namun, mereka tidak punya hak pilih dalam pemilu atau hak untuk mencalonkan diri dalam jabatan di pemerintahan.

Undang-undang India juga melarang kewarganegaraan ganda. Namun india bisa lebih progresif dibandingkan Indonesia, dengan bergerak lebih cekatan terkait aturan dua kewarganegaraan. Banyak negara di seluruh dunia telah memetik manfaat dari para pemilik kewarganegaraan ganda. Misalnya, melalui kontribusi tenaga kerja, investasi yang mereka lakukan, dan pajak yang mereka bayarkan. Yang lebih penting, para diaspora sering kali mewakili negara asal mereka, menjadi duta bangsa di negara-negara adopsi.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Argumen utama yang menentang kewarganegaraan ganda adalah bahwa memilik dua status warga negara menimbulkan pertanyaan terkait kesetiaan pada negara.

Dari sinilah muncul persepsi bahwa mereka yang melepaskan kewarganegaraan Indonesia adalah pengkhianat. Namun, semakin banyak orang Indonesia yang bekerja dan tinggal di luar negeri, dan beberapa di antaranya berpindah kewarganegaraan, telah membuktikan bahwa pernyataan soal pengkhianatan karena melepas kewarganegaraan adalah tidak betul. Tidak ada alasan lagi untuk mempertahankan larangan kewarganegaraan ganda.

Banyak dari warga diaspora Indonesia yang, meski hidup di luar negeri, masih mempertahankan budaya dan tradisi leluhur mereka. Mereka kemungkinan besar masih makan nasi, meski dalam porsi lebih kecil. Walaupun mereka mungkin tidak lagi memegang paspor Indonesia, kita tidak boleh membiarkan dokumen yang menentukan jati diri mereka. Tidak mengakui mereka dan menyebut mereka pengkhianat justru jadi kerugian besar bagi Indonesia.

Sulit untuk menentukan jumlah pasti diaspora Indonesia. Semua bergantung pada definisi personal tentang siapa saja yang termasuk dalam kelompok ini. Mari biarkan peraturan memutuskan siapa yang memenuhi syarat untuk skema visa permanen – dan untuk kewarganegaraan ganda – jika Indonesia bergerak ke arah tersebut.

Namun jika ingin menangkap potensi kontribusi mereka, janganlah menerapkan terlalu banyak batasan. Diaspora bukan hanya mereka yang telah beremigrasi, namun juga keturunan mereka yang lahir dan tinggal di negara adopsi. Menerapkan terlalu banyak pembatasan akan mengakibatkan hilangnya kontribusi kemampuan dan keterampilan mereka bagi Indonesia.

Fasilitas visa seumur hidup, dan kemudian kewarganegaraan ganda, akan mendukung jalan menuju Tahun Emas Indonesia 2045, ketika kita membayangkan negara ini menjadi salah satu negara maju di dunia. Saat kita memperingati 100 tahun kemerdekaan republik ini, kehadiran para diaspora benar-benar mencerminkan semangat lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.