Para pemimpin ASEAN harus berbicara dengan lantang, jelas, dan serempak terkait potensi pakta militer Filipina-Jepang. Pakta tersebut akan mengacaukan banyak masalah di kawasan ini dan sekitarnya.
eperti halnya anggota ASEAN lainnya, Filipina berhak melindungi kedaulatan dan kepentingan nasionalnya. Hal ini termasuk membentuk pakta pertahanan bilateral, seperti yang dilakukannya dengan Jepang, pada Senin 8 Juli.
Menteri Luar Negeri Jepang Yoko Kamikawa dan Menteri Pertahanan Filipina Gilberto Teodoro menandatangani Perjanjian Akses Timbal Balik (Reciprocal Access Agreement atau RAA) di Manila. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menyaksikan penandatanganan tersebut. Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida tidak hadir.
Pemerintahan Marcos rupanya tidak menginformasikan atau berkonsultasi dengan sesama anggota ASEAN mengenai perjanjian pertahanan tersebut sebelumnya. Padahal hal itu seharusnya dilakukan mengingat dampak perjanjian tersebut terhadap kawasan. Namun, penandatanganan tersebut telah diantisipasi dengan baik, karena Presiden Marcos dan PM Kishida telah mengumumkan rencana tersebut sejak November lalu.
Belum ada inisiatif dari Manila untuk mengirim utusan khusus yang akan menjelaskan kepada para pemimpin ASEAN lainnya tentang aliansi baru ini. Setidaknya, langkah itu harus diambil sebagai bentuk kesopanan diplomatik.
Yang mengejutkan, semua pemimpin blok regional, termasuk Presiden Joko “Jokowi” Widodo, diam saja mengenai kesepakatan Manila-Tokyo. Padahal, kerja sama militer bilateral ini berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap stabilitas dan perdamaian ASEAN.
Sikap acuh tak acuh ini patut disesalkan, mengingat meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan dan Indo-Pasifik. Dalam konteks semakin tajamnya permusuhan antara Filipina dan Tiongkok di perairan yang disengketakan baru-baru ini, perjanjian militer hanya akan menciptakan masalah baru dan bukan solusi. Cepat atau lambat, suka atau tidak suka, ASEAN akan terseret ke dalam konflik.
Benar, Pasal 2 Prinsip Piagam ASEAN tahun 2007 mengatakan bahwa semua anggota harus bertindak sesuai prinsip-prinsip yang disepakati bersama. Artinya, termasuk prinsip “penghormatan terhadap hak setiap negara anggota untuk menjalani kehidupan nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, dan paksaan”.
Namun Piagam tersebut juga mengamanatkan “peningkatan konsultasi mengenai hal-hal yang secara serius mempengaruhi kepentingan bersama ASEAN”. Artinya, negara-negara tetangga Filipina di ASEAN berhak mendapat informasi tentang tujuan dan konteks pakta militer tersebut.
Hal serupa juga terjadi pada keputusan Marcos untuk meningkatkan aliansi pertahanan Manila dengan Washington. Implementasinya termasuk pembukaan lebih banyak pangkalan militer untuk Amerika Serikat.
Menurut Kyodo, setelah perjanjian tersebut berlaku, Pasukan Bela Diri Jepang (Japan Self Defense Force atau Japan SDF) akan dapat berpartisipasi sebagai anggota penuh dalam latihan militer Balikatan skala besar. Latihan tersebut dilakukan Filipina dan AS setiap tahun, di perairan Filipina. SDF sebelumnya bergabung dalam latihan tersebut sebagai pengamat.
Dalam konferensi pers bersama setelah penandatanganan perjanjian tersebut, para menteri pertahanan kedua negara menyatakan "keprihatinan serius atas tindakan berbahaya dan eskalasi yang dilakukan Tiongkok" di Laut Cina Selatan.
Seperti yang diharapkan, Tiongkok bereaksi keras terhadap perjanjian militer tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lin Jian menyatakan bahwa kesepakatan itu "tidak boleh merusak perdamaian dan stabilitas regional" atau "menargetkan pihak ketiga mana pun".
“Kawasan Asia-Pasifik tidak butuh kelompok militer, apalagi kelompok kecil yang memprovokasi konfrontasi blok dan memicu Perang Dingin baru,” kata Lin. Ia juga menambahkan bahwa tindakan apa pun yang merusak persatuan dan kerja sama kawasan akan “menimbulkan kewaspadaan dan perlawanan” dari masyarakat di wilayah tersebut.
Kapal penjaga pantai Tiongkok telah berulang kali mengerahkan kekuatan mereka melawan angkatan laut Filipina di dekat perairan dangkal yang disengketakan. Tiongkok telah mengklaim hak kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan dan tidak peduli dengan keputusan pengadilan PBB yang menolak klaim Tiongkok.
Media Jepang juga melaporkan bahwa kapal-kapal Tiongkok telah berulang kali melanggar batas perairan teritorial Jepang di sekitar Kepulauan Senkaku. Kawasan Senkaku terdiri dari sekelompok pulau tak berpenghuni yang dikuasai Tokyo di Laut China Timur. Namun, kawasan ini juga diklaim oleh Beijing, yang menyebutnya sebagai Diaoyu.
Sikap pasif ASEAN hanya akan membuat kawasan ini rentan menjadi arena kompetisi, atau bahkan medan laga, antarnegara besar. Para pemimpin ASEAN harus berbicara dengan lantang, jelas, dan serempak mengenai potensi pakta militer Filipina-Jepang yang akan mengacaukan banyak masalah di kawasan ini dan sekitarnya.
Para pemimpin perlu saling mengingatkan tentang komitmen lama untuk menjaga kawasan ASEAN sebagai zona damai dan netral, yang harus dihormati oleh negara-negara di luar kawasan.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.