Dalam praktiknya, perempuan telah lama berjuang agar bisa mendapat akses aborsi yang aman, bahkan ketika mereka berhak mengakhiri kehamilan.
emerintah baru saja memberlakukan aturan baru yang memudahkan perempuan untuk melakukan aborsi secara aman, khusus untuk kasus kehamilan karena pemerkosaan atau kehamilan dengan keadaan darurat medis. Ini adalah bagian dari reformasi kesehatan yang lebih besar yang diperkenalkan tahun lalu, demi meningkatkan kesehatan reproduksi perempuan dan mengurangi angka kematian ibu.
Peraturan tersebut mengharuskan klinik dan rumah sakit besar tertentu untuk menyediakan bantuan medis sebelum dan sesudah aborsi. Bantuan diberikan pada korban pemerkosaan dengan usia kehamilan maksimal 14 minggu, serta bagi perempuan dengan kondisi medis yang mengancam jiwa, atau jika janin memiliki kelainan yang mematikan.
Peraturan tersebut disambut baik oleh kelompok hak asasi manusia dan kelompok perempuan. Namun, mereka tetap mengkritik persyaratan bagi korban pemerkosaan yang harus mendapatkan pernyataan dari polisi, untuk membuktikan bahwa kehamilan mereka disebabkan oleh pemerkosaan atau kekerasan seksual.
Sekarang, pertanyaan besarnya adalah apakah polisi akan benar-benar menerapkan kebijakan tersebut? Dan apakah ada cukup banyak rumah sakit di negara ini yang dapat menyediakan layanan aborsi yang aman?
Menurut undang-undang kesehatan terbaru dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, aborsi adalah tindakan ilegal di Indonesia, kecuali dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan yang usia kandungan tidak lebih dari 14 minggu. Aborsi juga diperbolehkan jika sang ibu memiliki kondisi medis yang mengancam jiwa atau jika janin memiliki kelainan yang mematikan. Sebelumnya, batas usia kandungan dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan adalah enam minggu.
Namun dalam praktiknya, perempuan telah lama berjuang untuk mendapatkan akses aborsi yang aman, bahkan ketika mereka berhak mengakhiri kehamilan.
Contoh kasus adalah seorang gadis korban pemeriksaan di Jombang pada 2021. Si gadis berusia 12 tahun. Ia ditolak polisi saat meminta kandungannya diaborsi yang aman, meskipun berdasarkan undang-undang dia memenuhi syarat untuk melakukannya.
Di negara dengan mayoritas muslim seperti Indonesia, kurangnya informasi tentang aborsi yang aman sering dianggap sebagai alasan korban pemerkosaan enggan mencari bantuan yang mereka butuhkan. Dalam ajaran agama, mengakhiri kehamilan masih menjadi topik yang sensitif. Masalahnya juga ada pada pendekatan dari pihak berwenang yang terlalu berpusat pada korban.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melaporkan bahwa terdapat 103 kasus kehamilan akibat perkosaan yang dilaporkan sepanjang 2018 hingga 2023. Sayangnya, hampir semua perempuan tersebut tidak dapat mengakses layanan aborsi yang aman.
Patut dipertanyakan apakah korban pemerkosaan akan meminta bantuan polisi, mengingat kepolisian belum mengeluarkan peraturan internal tentang bantuan khusus bagi korban, termasuk tentang layanan aborsi yang aman. Belum ada juga pelatihan khusus bagi petugas.
Selain itu, dalam masyarakat yang menganut paham patriarki, aborsi yang tidak aman lebih mungkin terjadi. Bayi laki-laki lebih disukai karena dianggap dapat mendatangkan kekayaan dan kemakmuran bagi keluarga, sementara anak perempuan sering dianggap sebagai beban.
Data UNICEF tahun 2006 menemukan bahwa di India, terdapat 10 juta anak perempuan telah dibunuh oleh orang tua mereka sejak 1986. Pembunuhan dilakukan dalam beragam kerangka waktu, baik sebelum maupun saat melahirkan. Bukan tak mungkin hal serupa terjadi di Indonesia.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa angka kematian ibu mencapai 183 per 100.000 kelahiran pada 2022. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 11 persen disebabkan oleh aborsi yang tidak aman.
Sebenarnya, penelitian tentang aborsi di Indonesia masih sangat sedikit, apalagi penelitian tentang kematian terkait aborsi. Meskipun demikian, Guttmacher Institute yang berbasis di Amerika Serikat, memperkirakan telah terjadi 43 praktik aborsi per 1.000 wanita usia reproduksi antara 15 dan 49 tahun, pada 2018 di Jawa. Wilayah ini merupakan tempat tinggal hampir 57 persen penduduk Indonesia. Angka tersebut lebih tinggi dari angka di Asia Tenggara, yang mencapai 34 aborsi per 1.000 wanita. Guttmacher Institute adalah sebuah kelompok penelitian pro-pilihan, sebuah istilah bagi para pendukung legalisasi aborsi.
Sangat penting untuk menyediakan layanan aborsi yang aman guna mengurangi angka kematian ibu. Indonesia termasuk salah satu negara dengan angka kematian ibu tertinggi di Asia Tenggara. Rasio kematian ibu di Indonesia jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan.
Aborsi yang aman telah menyelamatkan banyak nyawa. Paling tidak, aborsi yang aman melindungi hak-hak perempuan para korban kekerasan seksual.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.