Di Paralimpiade Paris, tim paralimpik Indonesia menorehkan dua rekor bersejarah dalam cabang olahraga boccia dan bulu tangkis.
elama satu dekade terakhir, atlet paralimpik kita telah membuktikan kemampuan mereka untuk memenangkan medali di Paralimpiade. Paralimpiade Paris adalah kompetisi olahraga tingkat tertinggi untuk atlet paralimpik.
Dan mereka betul-betul membanggakan.
Sejauh ini, saat turnamen empat tahunan ini berakhir di Paris pada 8 September, Tim Indonesia telah mengklaim 12 medali, yaitu satu medali emas, enam perak, dan lima perunggu. Ini hasil yang memuaskan, mengingat targetnya adalah satu emas, dua perak, dan tiga perunggu.
Memang, tidak menyamai pencapaian di Paralimpiade Tokyo sebelumnya. Saat itu, pada 2021, tim Indonesia meraih dua emas, tiga perak, dan empat perunggu. Tetapi, perolehan medali tahun ini, dalam jumlah total medali, menunjukkan bahwa atlet paralimpik kita berkembang luar biasa di Paralimpiade 2024.
Di Paris, tim Indonesia menorehkan dua rekor bersejarah Paralimpiade, dalam cabang olahraga boccia dan bulu tangkis.
Pada Minggu, atlet Paralimpiade Bintang Satria Herlangga, Gischa Zayana, dan Muhamad Afrizal Syafa membawa Indonesia meraih tiga medali pertamanya dalam cabang olahraga boccia. Mereka mendapat satu perak dan dua perunggu.
Olah raga boccia awalnya dikembangkan untuk orang-orang dengan gangguan koordinasi. Cabang olah raga ini merupakan permainan bola presisi yang mirip dengan bowling lapangan. Boccia pertama kali diadakan di Paralimpiade 40 tahun lalu. Menurut situs web resmi Olimpiade Paris, boccia merupakan satu dari dua cabang olahraga yang tidak ada padanannya di Olimpiade tahun ini.
Keesokan harinya, atlet bulu tangkis kita berhasil membuat lagu kebangsaan "Indonesia Raya" berkumandang di stadion. Babak final seluruhnya diikuti oleh atlet Indonesia. Secara total, tim bulu tangkis menyumbangkan delapan medali.
Leani Ratri Oktila dan Hikmat Ramdani memenangkan medali emas Paralimpiade pertama bagi negara ini. Mereka mengalahkan Khalimatus Sadiyah dan Fredy Setiawan, yang meraih perak, dalam kategori ganda campuran SL3/SU5.
Kategori SL3/SU5 adalah khusus bagi atlet dengan cacat anggota tubuh bagian bawah dan mereka yang cacat anggota tubuh bagian atas, yang bermain sambil berdiri, termasuk mereka yang menggunakan tangan dan tidak menggunakan tangan.
Leani juga memenangkan medali perak untuk Indonesia dalam kategori tunggal putri SL4. Atlet yang bermain di kategori ini memiliki cacat tubuh di bagian bawah, tetapi masih bisa menjaga keseimbangan. Leani kalah dari Cheng He Fang dari Tiongkok. Meski tidak mendapat emas, pebulu tangkis putri berusia 33 tahun ini tetap menjadi atlet Paralimpiade paling cemerlang bagi Indonesia, karena ia telah mengumpulkan total tiga emas dan dua perak, secara keseluruhan, di Paralimpiade Tokyo dan Paris.
Medali bulu tangkis lainnya diperoleh dari peraih medali perak Qonitah Ikhtiar Syakuroh pada nomor tunggal putri SL3. Kemudian Suryo Nugroho pada nomor tunggal putra SU5. Sementara itu, medali perunggu diraih Subhan dan Rina Marlina pada nomor ganda campuran SH6. SH6 adalah kategori lomba untuk atlet bertubuh pendek tetapi bisa berdiri. Perunggu yang lain diraih Deva Anrimusthi dan Fredy Setiawan pada nomor tunggal putra SU5/SL4.
Sabtu lalu, pada nomor atletik, Saptoyogo Purnomo yang berusia 25 tahun berhasil meraih perak. Ia mencatatkan waktu 11,26 detik pada nomor lari cepat 100 meter putra kategori T37. Kategori ini khusus untuk atlet dengan gangguan koordinasi.
Tahun ini, Indonesia mengirimkan 35 atlet para-atlet ke Paris. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan saat ke Tokyo yang hanya 23 atlet. Dari Jepang, mereka membawa pulang total sembilan medali.
Pemerintah dikabarkan telah menggelontorkan dana sebesar Rp36,2 miliar ($2,34 juta dolar Amerika) kepada Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia untuk mendukung atlet paralimpiade dalam meraih medali di Paris. Sementara itu, 29 rekan senegara mereka yang berlaga di Olimpiade Paris dikabarkan telah menerima sekitar Rp40 miliar dari APBN untuk berlaga di ajang empat tahunan tersebut.
Mirip dengan persiapan di Paralimpiade sebelumnya, atlet paralimpiade Indonesia kembali menjalani persiapan yang lebih tenang untuk Olimpiade Paris. Mereka tetap fokus pada program latihan intensif yang dipusatkan di Surakarta, Jawa Tengah.
Dukungan dan liputan media yang diberikan tidak terlalu besar dibandingkan dengan atlet Olimpiade lainnya. Namun, atlet Paralimpiade, dengan bantuan pelatih dan asisten, tetap berkomitmen pada tujuan mereka.
Kerja keras dan prestasi mereka cukup jadi bukti yang seharusnya mendorong pemerintah untuk memberikan sedikit perhatian lebih kepada atlet paralimpiade yang berprestasi.
Sebab, menghadiahi uang tunai sebagai apresiasi perolehan medali adalah satu hal. Sedangkan dukungan finansial berkelanjutan untuk membantu para atlet mencapai prestasi tertinggi mereka di Paralimpiade merupakan perbuatan terhormat.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.