Kala pemerintahan baru siap mengambil alih kepemimpinan, koalisi yang berkuasa harus sadar bahwa campur tangan politik dalam organisasi profesional seperti Kadin merupakan preseden yang berbahaya.
uru-hara yang terjadi baru-baru ini terkait kepemimpinan dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) telah memicu kekhawatiran. Banyak yang mencemaskan campur tangan politik yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.
Kadin yang dulunya dianggap sebagai lembaga independen yang mewakili komunitas bisnis, kini tampak terjerat dalam persaingan politik. Contoh yang jelas adalah pemecatan sang ketua, Arsjad Rasjid, baru-baru ini, yang diikuti pengangkatan Anindya Bakrie dalam kongres luar biasa. Kongres pada 14 September tersebut didukung pemerintah.
Dukungan pemerintah terhadap kongres tersebut masuk akal karena Arsjad memimpin tim kampanye kandidat oposisi Ganjar Pranowo. Tetapi tata cara pergantian kepemimpinan seperti itu sama sekali tidak dapat diterima. Menurut Arsjad, dukungan pemerintah telah melanggar anggaran dasar dan tata tertib organisasi. Hal itu ilegal.
Anindya adalah putra Aburizal Bakrie, mantan Ketua Umum Golkar. Partai tersebut adalah salah satu partai yang mencalonkan presiden terpilih Prabowo Subianto. Hadir pula dalam kongres luar biasa tersebut Menteri Investasi Rosan Roslani dan Ketua MPR Bambang Soesatyo, yang juga merupakan politikus Golkar.
Kadin adalah organisasi nonpartisan yang berperan menjembatani sektor swasta dan pemerintah. Selama ini, Kadin membantu membentuk kebijakan ekonomi dan memperjuangkan kepentingan bisnis.
Namun, dengan adanya laporan yang menunjukkan bahwa pengangkatan Anindya sebagai ketua lebih bermuatan politik ketimbang berdasarkan prestasi, muncul keraguan serius tentang netralitas dan profesionalisme Kadin.
Hilangnya independensi ini terjadi pada saat ekonomi Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang stabil, untuk menanggulangi masalah akibat ketidakpastian pasar global dan pemulihan ekonomi pascapandemi.
Yang mendasar adalahnya kecenderungan pemerintahan Jokowi yang semakin menjadi-jadi mempengaruhi organisasi-organisasi besar demi konsolidasi kekuasaan. Kadin hanyalah korban yang paling baru dari tren ini.
Pertikaian politik di dalam Partai Golkar semakin menggambarkan bagaimana manuver politik merambah ke sektor-sektor lain. Perselisihan menyebabkan Airlangga Hartarto mengundurkan diri sebagai ketua umum partai dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengambil alih jabatan. Langkah-langkah ini tidak hanya merusak kredibilitas lembaga-lembaga terkait, tetapi juga melemahkan kemampuan mereka untuk berfungsi secara efektif.
Konsekuensi dari campur tangan pemerintah tersebut lebih dari sekadar politik. Investor dan pemimpin bisnis telah lama mengandalkan Kadin untuk mengadvokasi kebijakan yang ramah pasar. Namun, persepsi bahwa kepemimpinan Kadin ditentukan oleh loyalitas politik dan bukan atas kompetensi dapat mengikis kepercayaan, khususnya di kalangan investor asing, terhadap sektor bisnis Indonesia.
Kegelisahan pasar dapat terjadi jika investor percaya bahwa agenda politik mendikte keputusan yang mempengaruhi ekonomi. Beberapa pemimpin bisnis telah menyuarakan kekhawatiran mereka. Para pebisnis itu menyerukan penyelesaian segera atas perselisihan kepemimpinan. Mereka sadar bahwa bahwa ketidakpastian yang berkepanjangan dapat menghambat pembuatan kebijakan ekonomi dan merusak iklim investasi Indonesia.
Ini adalah momen kritis bagi masa depan politik dan ekonomi Indonesia. Kala pemerintahan baru siap mengambil alih kepemimpinan, koalisi yang berkuasa harus menyadari bahwa campur tangan politik dalam organisasi profesional seperti Kadin merupakan preseden yang berbahaya.
Langkah-langkah mempengaruhi organisasi professional semacam itu mungkin menawarkan keuntungan politik jangka pendek, tetapi berisiko merusak lembaga-lembaga yang mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Sangat penting bagi Kadin untuk diizinkan beroperasi secara independen, dengan kepemimpinan yang didasarkan pada prestasi, bukan hanya koneksi politik.
Pemerintah perlu mundur dan mengizinkan Kadin kembali fokus pada misi utamanya, yaitu advokasi bisnis Indonesia. Konsekuensi dari campur tangan yang berkelanjutan terlalu besar untuk diabaikan.
Stabilitas ekonomi Indonesia, kepercayaan investor, dan integritas lembaga-lembaganya dipertaruhkan. Kadin yang netral secara politik dan dipimpin secara profesional sangat penting bagi masa depan negara ini. Pemerintahan yang akan datang harus memastikan hal itu tetap seperti itu.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa dia terbuka bagi kedua kubu Kadin untuk melakukan pembicaraan damai. Namun, bagaimana mungkin pemerintah bisa bertindak sebagai perantara yang jujur ketika Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Agtas sudah menyiapkan draf peraturan presiden yang mengakui Anindya sebagai Ketua Umum Kadin?
Pemerintah memang perlu turun tangan agar perpecahan Kadin tidak berlarut-larut. Satu-satunya pilihan pemerintah adalah memastikan konflik ini diselesaikan sesuai peraturan dan hukum yang berlaku.
Lagi-lagi, minimnya kepastian hukum menjadi kendala utama bagi iklim investasi di negeri ini.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.