Risiko penyebaran nyamuk atau telur yang terinfeksi Wolbachia sangat kecil, atau bahkan tidak ada sama sekali.
Baru-baru ini, nyamuk Wolbachia kembali jadi berita utama. Pembicaraan mengemuka setelah ada rencana otoritas kesehatan meningkatkan upaya mereka melawan demam berdarah menggunakan telur nyamuk yang sudah diberi bakteri tersebut.
Dinas Kesehatan Jakarta memulai proyek percontohan tersebut pada Jumat, dengan melepaskan 1.400 ember telur nyamuk yang terinfeksi Wolbachia di Kembangan, Jakarta Barat. Wilayah ini merupakan daerah dengan tingkat kejadian demam berdarah tertinggi di seluruh kota, pada tahun lalu.
Hampir 1.200 rumah tangga secara sukarela merawat telur-telur tersebut hingga menetas menjadi nyamuk dewasa yang akan menyebarkan bakteri Wolbachia ke nyamuk Aedes aegypti lainnya. Aedes aegypti adalah vektor utama demam berdarah. Wolbachia berpotensi melemahkan virus tersebut.
Pelepasan nyamuk Wolbachia di Jakarta Barat mendapat tanggapan hangat di Indonesia. Negara ini memang masih menajdi wilayah endemik demam berdarah. Kementerian Kesehatan memilih Jakarta Barat sebagai satu dari lima wilayah untuk proyek percontohan membasmi demam berdarah menggunakan pendekatan Wolbachia,
Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, hingga minggu ke-33 tahun ini, DBD telah menjangkiti lebih dari 181.000 orang dan menewaskan 1.079 orang. Angka kejadian tersebut telah melampaui angka kumulatif tahun lalu, yang mencapai 114.720. Artinya, metode baru ini tepat sasaran.
Menurut berbagai penelitian dan uji coba, metode ini telah mengurangi infeksi hingga 77 persen dan menurunkan tingkat rawat inap hingga 86 persen,
Namun, rencana tersebut juga menemui kendala karena beberapa pihak menyebarkan informasi menyesatkan yang mengklaim bahwa teknologi tersebut berdampak buruk bagi manusia dan lingkungan sekitar. Bakteri Wolbachia, menurut mereka, dapat membuat manusia dan hewan peliharaan jatuh sakit. Mereka juga mengatakan bahwa meningkatkan populasi nyamuk dapat menyebabkan lonjakan penyakit lain yang juga ditularkan oleh nyamuk, seperti Zika. Tapi, klaim ini dikeluarkan tanpa bukti ilmiah yang memadai.
Kekhawatiran tentang Wolbachia bukan hal baru. Tahun lalu, pada November, Kementerian Kesehatan membatalkan rencananya untuk melepaskan telur nyamuk yang terinfeksi Wolbachia di Denpasar dan Buleleng karena penolakan masyarakat, yang dipicu oleh disinformasi.
Di Jakarta, pendekatan Wolbachia rentan dipolitisasi. Maklum saja, salah satu kandidat gubernur Jakarta, Dharma Pongrekun, dikenal karena sangat menentang teknologi tersebut.
Ketika ditanya tentang rencana pemerintah Jakarta soal Wolbachia, Dharma memperingatkan masyarakat tentang dampak teknologi tersebut terhadap manusia. Ia tegaskan bahwa sifat manusia adalah membunuh atau menangkap nyamuk, dan bukan menyebarkan serangga tersebut.
Pandangan kritis terhadap teknologi baru memang diperlukan untuk membantu mengembangkan dan meningkatkannya. Berpikir kritis sendiri merupakan tanda yang menunjukkan bahwa peradaban yang makin maju telah mendorong terobosan dalam banyak aspek kehidupan.
Dalam kasus Wolbachia, penelitian telah menemukan bahwa metode tersebut aman. Risiko penyebaran nyamuk atau telur yang terinfeksi Wolbachia terhadap manusia, hewan peliharaan, dan lingkungan sangat kecil atau bahkan tidak ada. Tidak ditemukan adanya mutasi DNA manusia, tidak ditemukan adanya cacing hati yang hidup lama pada anjing atau kucing, dan tidak ditemukan adanya peningkatan signifikan populasi nyamuk yang dapat membawa penyakit lain yang ditularkan melalui nyamuk.
Sebuah uji coba di Yogyakarta pada 2017 menemukan kemanjuran metode Wolbachia. Kisah sukses tersebut merupakan hasil dari hubungan yang kuat antara tim peneliti dan otoritas kesehatan setempat, perwakilan pemerintah, dan tokoh masyarakat di seluruh kota. Uji coba ini didahului tiga bulan keterlibatan sosial, yang merupakan kunci untuk mendapatkan dukungan publik yang pada akhirnya meminimalkan resistensi terhadap metode baru tersebut.
Metode Wolbachia telah melalui penelitian cermat yang dilakukan puluhan peneliti, termasuk tim yang terdiri dari 25 ilmuwan dari berbagai bidang yang dikumpulkan oleh Kementerian Kesehatan. Pada titik ini, seharusnya tidak ada alasan bagi kita untuk terlalu penuh prasangka terhadap rencana pelepasan nyamuk Wolbachia.
Metode Wolbachia hanyalah salah satu dari banyak cara untuk mengalahkan demam berdarah. Dan metode itu menawarkan peluang terbaik untuk mencapai tujuan menghentikan kematan akibat demam berdarah pada 2030 di Indonesia. Kita harus mencermati hadirnya ilmu pengetahuan terbaik yang tersedia saat ini, demi mencegah lebih banyak orang jatuh sakit atau meninggal karena demam berdarah.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.