Gambarannya tidak selalu suram, meskipun kita mungkin perlu berupaya keras untuk melihat perkembangan yang menggembirakan.
Apa yang dapat diharapkan oleh seluruh umat Kristen Indonesia sebagai berita Natal dari pemerintah yang paling ditunggu? Seperti yang dikatakan dalam Alkitab, seorang malaikat Tuhan menampakkan diri kepada para gembala di Betlehem, lalu berkata, "Jangan takut. Aku membawa kabar baik kepadamu, yang akan menyebabkan sukacita besar bagi semua orang". Apa kabar baik bagi mereka dan bagi seluruh bangsa?
Berkurangnya kebebasan beragama dan meningkatnya intoleransi adalah isu-isu yang menyita perhatian umat Kristen di Indonesia, setiap kali hari raya tiba. Namun, Malam Natal hari ini adalah momen yang tepat bagi para pengikut Yesus Kristus untuk menemukan alasan agar bersyukur kepada Tuhan, karena telah terlahir sebagai orang Indonesia. Gambarannya tidak selalu suram, meskipun kita mungkin perlu berupaya keras untuk melihat tanda-tanda perkembangan yang menggembirakan.
Kita punya banyak alasan untuk bersyukur, meski berada di tengah situasi ekonomi nasional yang kurang meyakinkan. Ingat, terlepas dari berbagai kekurangan dan praktik buruk selama pemilihan legislatif dan pemilihan presiden pada Februari silam, serta pemilihan kepala daerah serentak pada November lalu, pemilu berjalan dengan damai dan demokratis. Kelompok anti-minoritas dan intoleran sangat terpinggirkan selama kampanye, jika dibandingkan dengan situasi pemilihan presiden 2014 dan 2019 yang memecah belah. Suara mereka yang anti-minoritas hampir tidak terdengar tahun ini.
Lima partai nasionalis dan sekuler memenangkan pemilihan legislatif. Mereka menguasai 411 dari 580 kursi DPR. Tiga partai berbasis Islam, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), berbagi 169 kursi. Sejak kemerdekaan Indonesia pada 1945, partai-partai sekuler dan berorientasi nasionalis telah mendominasi politik Indonesia. Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, tetapi tidak pernah menjadi negara Islam.
Setara Institute for Democracy and Peace, juga kelompok masyarakat sipil lainnya, secara rutin menulis dalam laporan tahunan mereka bahwa "penyusupan ke dalam rumah ibadah" masih mendominasi dalam daftar pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Tindakan intoleransi dan bahkan kebencian ini tidak hanya menyebar di tingkat akar rumput, tetapi juga dilaporkan terjadi di kalangan pejabat negara. Padahal, para pejabat memiliki kewajiban konstitusional untuk memperlakukan semua orang Indonesia secara setara, terlepas dari agama, suku, atau latar belakang mereka.
Selama lima tahun ke depan, Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan memimpin negara ini. Latar belakang mereka meyakinkan, dan mari berharap bahwa mereka akan membuktikan komitmen untuk menjamin kebebasan beragama, serta akan mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi semua warga negara.
Untuk Natal tahun ini, Presiden Prabowo telah menginstruksikan agar semua pejabat negara memastikan setiap orang dapat merayakan hari suci dengan sukacita dan aman. Wakil Presiden Gibran telah meminta orang-orang untuk segera melapor kepada pemerintah, termasuk melapor kepada wakil presiden, jika melihat gangguan selama hari raya keagamaan tersebut. Polisi dan lembaga negara lainnya telah dikerahkan untuk memastikan kebebasan masyarakat merayakan Natal di gereja-gereja di seluruh negeri.
Paus Fransiskus bersaksi betapa terkesannya dia dengan hubungan antaragama di negara ini, ketika dia memimpin misa di Stadion Gelora Bung Karno, selama kunjungan empat hari ke Jakarta pada September lalu. Saat berkunjung ke Masjid Istiqlal, ia bertemu Imam Besar Nasaruddin Umar. Salah satu momen paling mengharukan selama kunjungan singkat itu adalah saat sang imam berjabat tangan dan mencium kening Paus. Pemimpin tertinggi Katolik itu pun mencium tangan tuan rumahnya beberapa kali. Prabowo kemudian mengangkat Nasaruddin sebagai menteri agama.
Umat Kristen di Indonesia telah menerima kenyataan bahwa banyak dari rekan-rekan muslim mereka menolak mengucapkan "selamat Natal" kepada mereka. Hal ini terjadi karena fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melarang umat Islam menyampaikan ucapan tersebut, karena menyiratkan bahwa umat Islam mengakui Yesus sebagai Tuhan. Umat Islam punya hak untuk menjalankan hal-hal yang mereka yakini sebagai kebenaran.
Di luar negeri, kita juga perlu mengkhawatirkan situasi di Betlehem, tempat kelahiran Yesus. Sudah dua tahun berturut-turut, tidak ada keceriaan Natal di Betlehem. Para turis menjauhi kota Palestina itu dan banyak penduduk mencari jalan keluar di tengah perang Gaza yang terus berlanjut. Mari berdoa untuk warga Palestina di Gaza dan di Tepi Barat.
Seperti yang disebutkan dalam pembukaan tajuk rencana ini, malaikat juga memberi tahu para gembala: "Akan ada tanda: Kamu akan menemukan seorang bayi dibungkus dengan kain dan terbaring di dalam palungan." Kita juga dapat melihat tanda-tanda keceriaan serta harapan untuk masa depan.
Selamat Natal!
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.