Pengecekan rutin dan menyeluruh terhadap seluruh proses, mulai dari pengadaan bahan hingga distribusi makanan, sangat penting.
Program ambisius dari pemerintah, yaitu makan bergizi gratis untuk pelajar, diluncurkan dengan meriah pada Senin 6 Januari. Beberapa menteri memeriksa fasilitas terkait, tetapi Presiden Prabowo Subianto tidak terlihat.
Peluncuran program multitahun untuk meningkatkan gizi bangsa merupakan janji utama kampanye Prabowo. Program ini disambut baik oleh pelajar dan guru di banyak provinsi. Namun, pertanyaannya apakah pemerintah dapat mempertahankan program tersebut secara efektif dan transparan saat semua sudah menjadi rutinitas tanpa ada dokumentasi media?
Inisiatif tersebut akan meningkat ke tahap yang lebih tinggi pada 2029. Saat itu, pemerintah berharap dapat membagikan makanan gratis kepada 82 juta pelajar dan ibu hamil di seluruh negeri, yang menjadi sasaran program.
Masih terlalu dini untuk menilai kinerja pemerintah. Tetapi, publik berhak mengetahui rincian administrasi program, yang telah dipercayakan kepada Badan Gizi Nasional (BGN).
Wajar jika muncul pertanyaan seperti pihak mana yang memantau pengadaan bahan. Juga cara apa yang digunakan sehingga anggaran Rp10.000 (62 sen Amerika) per porsi akan menutupi asupan gizi yang dibutuhkan. Kemudian dipertanyakan juga pihak yang bertanggung jawab menyusun menu, juga adakah yang bertanggung jawab jika penerima makanan memiliki alergi atau terkena penyakit bawaan akibat mengonsumi makanan gratis tersebut.
Tidak semua dari 190 dapur yang dijanjikan siap tepat waktu untuk peluncuran program pada Senin kemarin. Di Jawa Timur, misalnya, hanya delapan dari 17 dapur yang dapat mewujudkan program. Kendala, antara lain, terjadi di kabupaten Pacitan dan Ponorogo.
Pemerintah telah melakukan serangkaian uji coba, sebagian besar di daerah perkotaan di Jawa, bahkan sebelum Prabowo menjabat pada Oktober tahun lalu. Namun, analisis uji coba tidak dipublikasikan.
Publik hanya diberitahu bahwa anggaran untuk makanan telah dipotong dari Rp15.000 per orang per makanan, karena keterbatasan keuangan.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pemerintah telah mengalokasikan Rp71 triliun untuk program tersebut. Dana tersebut hanya cukup sampai Juni. Artinya, masih dibutuhkan Rp140 triliun lagi untuk memberi makan semua anak yang jadi sasaran program hingga Desember.
Keamanan pangan menjadi hal lain yang perlu diperhatikan, mengingat besarnya program ini. Satu kasus keracunan makanan dapat merusak seluruh agenda.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah dilibatkan dalam program ini untuk memastikan keamanan makanan tersebut. Namun, badan tersebut hanya mengambil sampel di Jakarta dan Makassar. Padahal, program makanan gratis menjangkau 3 juta siswa di seluruh naegeri dalam tiga bulan pertama program tersebut.
Pengecekan rutin dan menyeluruh terhadap seluruh proses, mulai dari pengadaan bahan hingga distribusi makanan, sangat penting. Selama beberapa tahun terakhir, negara ini telah melihat beberapa kasus keracunan makanan yang menimpa anak-anak di sekolah.
Kepercayaan publik terhadap program ini juga akan bergantung pada kelancaran distribusi makanan. Dalam survei yang dilakukan oleh lembaga think tank Center of Economic and Law Studies (CELIOS) bulan lalu, 46 persen responden menyatakan kekhawatiran tentang potensi inefisiensi dalam distribusi makanan.
Sekitar 37 persen responden khawatir terhadap potensi korupsi, 14 persen mencemaskan kurangnya nilai gizi pada menu, dan 3 persen memikirkan defisit anggaran.
Program ini telah disambut dengan skeptisisme sejak Prabowo, selama kampanye, menyatakannya sebagai prioritas utama. Inisiatif tersebut merupakan respons terhadap tingginya angka stunting dan malnutrisi pada anak-anak di negara ini. Dan kondisi tersebut menghambat upaya Indonesia untuk menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045.
Lembaga survei Indikator Politik Indonesia memperkirakan bahwa program makanan gratis yang sukses akan membuat Prabowo mendapat peringkat persetujuan yang tinggi. Survei yang dilakukan pada pertengahan Oktober tahun lalu menunjukkan bahwa 77,6 persen responden mendukung program tersebut, sementaraa 66 persen mengatakan mereka yakin kebijakan tersebut dapat mengatasi masalah malnutrisi.
Sekarang proyek besar itu sedang berjalan. Semua pihak yang bertanggung jawab atas program harus membuktikan bahwa makanan gratis lebih dari sekadar janji kampanye belaka.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.