Pemotongan anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini sangat tidak dapat dipahami. Pemangkasan itu dilakukan untuk menghemat lebih dari Rp306 triliun (18,9 miliar dolar Amerika), guna mendanai program-program prioritas pemerintahannya.
Bersikap hati-hati dalam hal fiskal di tengah segala ketidakpastian saat ini adalah hal yang baik. Tetapi cara dan skala pemotongan anggaran ini menimbulkan pertanyaan serius tentang urgensi, alasan, dan dampak jangka panjang dari keputusan tersebut.
Meskipun beberapa aspek telah diperjelas dan kemudian dibatalkan, kami tidak pernah menduga bahwa pemotongan akan begitu dalam di kementerian dan lembaga tertentu. Akhirnya, pemotongan anggaran itu akan menimbulkan dampak yang tidak perlu.
Sungguh menyedihkan melihat bahwa, demi memenuhi target, pemerintah mempertimbangkan untuk menghentikan para pekerja kontrak di kantor pemerintahan, juga menghapus beasiswa. Memang, rencana tersebut kemudian dibatalkan.
Dapat dimengerti jika orang-orang kecewa dengan pemotongan yang dilakukan berdasarkan alasan untuk memuluskan jalan bagi program makan bergizi gratis.
Seorang penyiar dari stasiun radio milik negara yang merangkum kisah-kisah mereka yang terdampak pemotongan anggaran, menyajikan sebuah kontras menyedihkan. Ia mengatakan bahwa pemotongan anggaran mungkin membantu menyediakan makan siang bagi beberapa siswa di sekolah, tetapi karena orang tua mereka tidak lagi bekerja, mereka mungkin tidak akan mampu membeli makan malam.
Selain itu, mereka yang merancang pemotongan tidak mempertimbangkan secara menyeluruh bahwa kebijakan tersebut juga bertentangan dengan prioritas swasembada pangan Prabowo. Pasalnya, pemerintah membatalkan ribuan hektar proyek irigasi dan menunda pembangunan lebih dari selusin bendungan yang seharusnya dibangun mulai tahun ini.
Pemotongan anggaran di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia sebesar 50 persen juga menunjukkan bagaimana pemerintah meremehkan sikap waspada bencana. Padahal Indonesia adalah negara yang menghadapi banyak bencana alam dahsyat, yang hingga kini pun direspons secara kurang memadai.
Para pelaku bisnis juga mengantisipasi bahwa pemotongan ini dapat mengganggu layanan publik, khususnya yang terkait dengan perizinan dan birokrasi. Padahal, layanan itu bahkan dalam kondisi normal pun sudah dianggap sulit diprediksi dan seringkali memakan waktu lama.
Jika ada catatan positif tentang kebijakan pemotongan anggaran tersebut, mungkin itu adalah fakta bahwa untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, Presiden Prabowo akhirnya memasukkan Kepolisian Nasional dan Kementerian Pertahanan dalam daftar lembaga yang juga terkena pemotongan anggaran ini. Kedua lembaga tersebut merupakan dua pembelanja terbesar dalam anggaran negara. Keduanya juga menikmati kenaikan anggaran yang hampir konsisten setiap tahun.
Namun, Presiden Prabowo harus melihat lebih saksama. Dengan lebih dari 100 anggota, kabinetnya mungkin merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Banyak kementerian dan lembaga yang tanggung jawabnya saling tumpang tindih. Memangkas kelebihan jumlah pembantu presiden ini seharusnya menjadi langkah pertama yang ia ambil dalam setiap upaya pemotongan biaya.
Pemotongan yang tiba-tiba ini menunjukkan kurangnya perencanaan yang matang. Pemerintah tampaknya telah bertindak tergesa-gesa. Buktinya, beberapa pemotongan yang paling kontroversial dibatalkan setelah menuai protes publik.
Penyesuaian anggaran sebesar ini seharusnya didahului dengan analisis yang cermat dan melalui konsultasi dengan para pemangku kepentingan.
Hingga saat ini, publik masih menebak-nebak akan digunakan untuk apa uang yang sangat ingin dihemat pemerintah ini. Sejauh ini, kita baru paham bahwa sekitar Rp100 triliun akan disalurkan untuk menggenjot program makan bergizi gratis. Padahal, untuk program itu, pemerintah telah menganggarkan lebih dari Rp 71 triliun.
Kegunaan sisa anggaran Rp 200 triliun lebih masih jadi misteri. Pemerintah juga tidak dapat menjelaskannya secara rinci, selain memastikan bahwa pemerintah akan mengalokasikan kembali dana tersebut ke bidang-bidang yang dianggap punya efek domino yang signifikan terhadap perekonomian.
Dewan Perwakilan Rakyat, yang seringkali keputusannya tampak tidak digubris pemerintah, seharusnya bersikap kritis. Mereka tidak seharusnya memberikan stempel karet kepada pemerintah hanya karena lembaganya tidak termasuk yang terkena pemotongan anggaran.
Pemotongan anggaran baru-baru ini mungkin tidak hanya menyiratkan kesalahan kebijakan. Lebih jauh, pemotongan itu mencerminkan prioritas yang tidak tepat. Jika tidak ada keadaan darurat, tindakan pemerintah lebih tepat disebut sebagai pengelolaan fiskal asal-asalan, tidak ada kehati-hatian dalam hal ini. Langkah pemotongan anggaran lebih seperti mempertaruahkan masa depan negara secara gegabah.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.