TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Penghalang praktik antikorupsi

Ada persepsi yang berkembang bahwa pemerintahan saat ini hanya mengganti perantara pemegang kekuasaan yang lama dengan yang baru, tanpa memberlakukan reformasi substantif.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, March 12, 2025 Published on Mar. 11, 2025 Published on 2025-03-11T18:47:11+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Penghalang praktik antikorupsi Agrarian and Spatial Planning Minister Nusron Wahid (second left) walks along a bamboo bridge on Jan. 24 while inspecting the 30-kilometer sea fence in Kohod village, Tangerang regency, Banten. The ministry revoked more than 250 land use and ownership permits along the sea fence, which was allegedly built by private contractors to lay the groundwork for a land reclamation project. (Antara/Putra M. Akbar)
Read in English

 

Terungkapnya pagar bambu sepanjang 30 kilometer yang membentang di laut lepas pantai Tangerang, Banten, baru-baru ini, telah membayangi agenda antikorupsi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

Bangunan ilegal ini, yang didirikan atas nama pengembang properti terkemuka, tidak hanya menghalangi jalur penangkapan ikan tradisional. Lebih jauh, pagar itu mengungkap jaringan sertifikasi tanah ilegal dan pengabaian atas kelestarian lingkungan.

Penangkapan kepala desa Kohod, karena diduga memalsukan dokumen untuk memfasilitasi penerbitan sertifikat tanah bagi 280 bidang tanah di laut, merupakan langkah terpuji menuju akuntabilitas. Namun, tindakan ini hanya menyentuh lapisan teratas dari sebuah jaringan yang lebih luas, yang melibatkan pejabat publik dan entitas swasta.

Fokus hanya pada pejabat lokal, sementara pejabat eselon yang lebih tinggi tetap tak tersentuh, menimbulkan kekhawatiran tentang komitmen pemerintah pada keadilan.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Peraturan terkait lingkungan hidup tampaknya telah diabaikan secara terang-terangan dalam skandal pagar bambu yang menjadi sorotan ini. Perambahan wilayah laut telah mengganggu ekosistem lokal serta mengancam kelangsungan mata pencaharian masyarakat pesisir, yang bergantung pada perairan ini. Tanggapan pemerintah yang hanya sekadarnya saja atas pelanggaran aturan lingkungan ini menunjukkan ketidakpedulian yang meresahkan terhadap pengelolaan ekologi dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, keterlibatan tokoh-tokoh berpengaruh dalam pembongkaran pagar juga menambah lapisan sandiwara politik dalam kisah tersebut. Anggota parlemen Partai Gerindra Siti “Titiek” Hediati Herijadi, putri pendiri Orde Baru Soeharto dan mantan istri Prabowo, adalah salah satu yang terlihat meninjau pagar. 

Meskipun partisipasinya menarik perhatian publik, kemunculan para tokoh tidak banyak membantu mengatasi masalah sistemik yang sedang terjadi. Ada persepsi yang berkembang bahwa pemerintahan saat ini hanya mengganti perantara kekuasaan yang lama dengan yang baru, tanpa memberlakukan reformasi substantif.

Implikasi dari skandal ini lebih besar dari sekadar pelanggaran aturan lingkungan dan hukum yang langsung terjadi. Hal itu menimbulkan kekhawatiran terhadap proyek infrastruktur yang akan datang, terutama proyek Tanggul Laut Raksasa yang diusulkan. Terdaftar sebagai salah satu dari 77 proyek strategis nasional yang akan direalisasikan pada 2025-2029, tembok raksasa tersebut dibuat dengan tujuan melindungi Jakarta dari naiknya permukaan air laut.

Jika pemerintah tidak dapat menegakkan kepatuhan dan integritas dalam kegiatan-kegaitan kecil, bagaimana masyarakat dapat mempercayai fungsi pengawasannya terhadap inisiatif-inisiatif berskala besar?

Memastikan bahwa proyek-proyek tersebut mematuhi standar lingkungan, dan tata kelola yang etis, secara ketat, sangat penting untuk mencegah terulangnya kesalahan-kesalahan masa lalu.

Biaya yang harus dibayar masyarakat dari bencana ini sangat besar. Nelayan telah kehilangan akses ke daerah penangkapan ikan tradisional, yang mengancam mata pencaharian dan warisan budaya mereka. Muncul pula dugaan pencurian kartu identitas dan pemalsuan dokumen, dengan nama-nama penduduk setempat disalahgunakan untuk melegitimasi klaim tanah ilegal. Hal itu merupakan pelanggaran yang aneh, berdasarkan hukum yang berlaku.

Penyalahgunaan kepercayaan ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan perlindungan hukum yang kuat bagi masyarakat yang rentan.

Untuk memulihkan kepercayaan publik, pihak berwenang harus melakukan penyelidikan menyeluruh. Semua harus disidik, terlepas dari posisi atau koneksi mereka.

Ini termasuk memeriksa pemimpin daerah seperti gubernur Banten dan walikota Tangerang, serta pejabat tinggi di kementerian yang mengawasi urusan ekonomi, pertanahan dan tata ruang, serta keuangan. Bahkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan markas besar Kepolisian Nasional juga harus diperiksa untuk kemungkinan kelalaian atau kolusi.

Pemerintahan Presiden Prabowo bagai menghadapi ujian lakmus yang akan menunjukkan seberapa besar komitmennya dalam pemberantasan korupsi dan penegakan supremasi hukum. Skandal pagar laut adalah kesempatan untuk membuktikannya. 

Jika Prabowo tak dapat melakukannya, ia berisiko melanggengkan siklus impunitas dan merusak tujuan pembangunan bangsa. Pengamat yang jeli, termasuk calon investor, mengamati untuk melihat jika Indonesia dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memetakan arah baru menuju transparansi dan akuntabilitas.

Skandal pagar laut lebih dari sekadar insiden yang tidak biasa. Justru, skandal ini menjadi tempat pembuktian bagi tekad pemerintah untuk mengatasi korupsi yang telah mengakar, juga dalam menangani kerusakan lingkungan.

Pemerintah harus bertindak tegas untuk membongkar jaringan yang memungkinkan terjadinya skandal pagar bambu ini, dan menerapkan perlindungan untuk mencegah kejadian berulang di masa mendatang.

Pemerintah hanya dapat berharap untuk membangun masa depan yang berkelanjutan dan adil bagi semua warga negaranya, jika tetap berkomitmen pada keadilan dan akuntabilitas.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.