TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Bersama mematikan perdagangan

Dunia tengah mengalami pergeseran dalam perdagangan dan investasi. Ada langkah proteksionisme yang menandai berakhirnya konsep pasar terbuka. Padahal, pasar semacam itulah yang vital bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, April 7, 2025 Published on Apr. 6, 2025 Published on 2025-04-06T16:28:19+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Bersama mematikan perdagangan Demonstrators gather outside the Minnesota State Capitol on April 5, 2025, during the nationwide “Hands Off!“ protest against United States President Donald Trump and his advisor, Tesla CEO Elon Musk, in St. Paul, Minnesota, the US. (AFP/Tim Evans)
Read in English

 

Masyarakat global beramai-ramai mengecam Amerika Serikat, akibat semakin cepat bergesernya kebijakan menuju proteksionis dalam perdagangan dan investasi. AS mengenakan “tarif dasar" sebesar 10 persen pada semua produk yang diimpor ke AS, kecuali untuk komoditas tertentu yang dinilai strategis.

Menghubungkan pergeseran kebijakan itu hanya dengan Presiden AS Donald Trump saja adalah pikiran yang menyesatkan. Bagaimana pun, kepala negara AS yang lain juga telah mendorong langkah proteksionis itu. Pemerintahan Joe Biden, misalnya, mengesahkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi dan Undang-Undang CHIPS, pada 2022.

Pemerintahan Biden juga mempertahankan langkah-langkah proteksionis terhadap Tiongkok yang diperkenalkan oleh Trump. Bahkan melipat gandakan upayanya dengan mengawasi langkah-langkah untuk menghindari kebijakan tersebut, melalui negara-negara ketiga seperti Vietnam atau Meksiko. 

Kedua pemerintahan juga menekan negara lain agar tidak menggunakan teknologi Tiongkok atau menerima investasi Tiongkok. Keduanya juga menyingkirkan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO), dengan membentuk Badan Banding yang menghambat upaya WTO menyelesaikan sengketa.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Mengingat bahwa dua partai yang biasanya beroposisi menjadi bersepakat soal proteksionisme dalam kebijakan perdagangan dan investasi AS, kita tidak boleh menghibur diri dengan percaya bahwa situasi akan berubah secara fundamental ketika ada pemerintahan baru yang berkuasa di Washington.

Konsep America First sangat mengakar dalam DNA politik negara tersebut sejak presiden AS pertama, George Washington. Ia menyatakan: "Merupakan kebijakan sejati kami untuk menjauhi aliansi permanen dengan negara asing dari bagian mana pun."

Dunia tengah mengalami pergeseran dalam perdagangan dan investasi, dengan kebijakan proteksionisme yang menandai berakhirnya pasar terbuka. Padahal, pasar terbuka, atau pasar bebas, adalah hal vital bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Kita sendiri pun menanggung sebagian kesalahan, karena semua pemerintah, termasuk pemerintah kita, hanya peduli dengan perdagangan yang adil jika yang disebut adil itu sesuai dengan kepentingan nasional atau kepentingan tertentu. Di sisi lain, mereka akan menyebut sebuah kebijakan tidak adil jika kebijakan itu bertentangan dengan kepentingan nasional tersebut.

Jika kita mau jujur, kebijakan ekonomi AS tidak berbeda dengan kebijakan ekonomi kita.

Washington menuntut agar perusahaan global membuat produk mereka di AS jika mereka ingin menjual produk itu di negara tersebut. Hal itu sama seperti kita yang mendapatkan komitmen investasi dari Apple sebelum mengizinkan iPhone terbaru mereka dijual di negeri ini.

Fondasi kemakmuran global sedang terkikis karena pemerintah di seluruh dunia tanpa disadari bekerja sama dalam mematikan cita-cita perdagangan bebas. Mereka menggantinya dengan kontrol impor dan ekspor, sanksi sepihak, dan pembatasan atau mandat investasi, apa pun yang mereka anggap sesuai.

Konsekuensi dari hal ini sangat mengerikan bagi negara-negara berkembang. Sangat mengerikan terutama bagi negara-negara kecil yang bergantung pada pasokan lintas batas untuk kegiatan ekonomi. Negara-negara kecil itu mungkin saja tidak punya pasar yang besar, sehingga dapat digunakan sebagai alat negosiasi saat berbicara tentang investasi dalam pembangunan pabrik.

Tanpa lembaga multilateral yang mampu menegakkan prinsip-prinsip perdagangan global sejak WTO dilemahkan, tentu saja hanya tersisa sedikit harapan untuk perubahan yang berlaku umum. Memang, kebijakan tertentu akan diubah jika pemerintah menemukan ada langkah dalam proteksionisme yang merugikan kepentingan mereka.

Yang terbaik yang dapat dilakukan Jakarta saat ini adalah bekerja sama dengan Washington dalam upaya mencapai "kesepakatan" yang terus-menerus dibicarakan Trump. Indonesia harus mencegah atau mengurangi "tarif resiprokal " 32 persen yang akan dikenakan kepada kita.

Kita punya lebih banyak pengaruh untuk melakukan langkah ini, jika dibandingkan dengan banyak negara lain, termasuk kenyataan bahwa pasokan nikel kita adalah yang terbesar di dunia global. Mineral penting itu termasuk yang dikecualikan dari tarif baru AS. Kita juga punya kontrak eksplorasi dan produksi yang berpotensi sangat menguntungkan bagi perusahaan minyak dan gas AS.

Kita juga memiliki pasar domestik yang besar, yang secara strategis melekat dalam Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional yang lebih luas.

Untuk memfasilitasi dialog dengan AS, Presiden Prabowo Subianto harus segera menunjuk duta besar baru untuk AS. Jabatan duta besar RI untuk AS telah dibiarkan kosong selama hampir dua tahun tanpa alasan yang jelas.

Namun, di luar dialog bilateral, Jakarta harus mengoordinasikan pendekatannya dengan negara-negara ASEAN+3 atau negara anggota BRICS lainnya. Hanya secara bersama-sama kita dapat meningkatkan pengaruh untuk mempertahankan kepentingan kita yang tumpang tindih di pasar terbuka dengan lebih baik. Kita juga harus mencegah persaingan satu sama lain.

Namun, dalam jangka panjang, dan ini seharusnya menjadi panduan kita dalam bersikap di Perserikatan Bangsa-Bangsa, kita tidak boleh mengabaikan cita-cita perdagangan global yang bebas. Kita tidak boleh menukarnya dengan sebuah kebijakan yang menentukan proses bisnis antarnegara. Jika kita mengesampingkan pasar bebas, kita akan merugikan negara kita sendiri, dan juga merugikan dunia.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.