Can't find what you're looking for?
View all search resultsCan't find what you're looking for?
View all search resultsAlih-alih bertindak bak rezim otoriter, pemerintah seharusnya menyelidiki alasan orang-orang "memprotes" menggunakan bendera bajak laut.
One Piece, serial manga Jepang pemenang penghargaan yang sangat populer, baru-baru ini menjadi berita utama nasional di negara ini. Namun, serial yang yang telah diadaptasi ke berbagai media tersebut kali ini sohor untuk alasan yang salah.
Menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia, warga negara, mulai dari pengemudi truk hingga pemilik rumah, memilih untuk mengibarkan bendera bajak laut "Jolly Roger" dari serial tersebut. Padahal, seharusnya mereka memasang bendera nasional merah-putih.
Mereka yang memasang bendera tokoh One Piece mengatakan bahwa bendera tersebut, yang bergambar tengkorak dengan topi jerami yang dikenakan oleh tokoh utamanya, Monkey D. Luffy, melambangkan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan. Bagi mereka, bendera tersebut telah menjadi simbol kuat atas ketidakpuasan mereka terhadap kondisi demokrasi Indonesia, juga berbagai masalah yang saat ini melanda negara ini.
Beberapa orang bahkan mereka-reka ulang logo Hari Kemerdekaan ke-80 Indonesia menggunakan gaya khas bendera One Piece. Sepertinya memang sudah tepat jika ikon-ikon dari budaya populer digunakan untuk melambangkan perjuangan kontemporer, yang ditandai dengan adanya PHK massal di berbagai sektor dan kesulitan ekonomi akibat melonjaknya harga kebutuhan pokok.
Lagipula, dalam manga, Luffy dan kru Topi Jeraminya digambarkan selalu melawan sosok-sosok kejam dan lalim yang menyiksa rakyat jelata. Masyarakat Indonesia yang pertama kali menggunakan Jolly Roger dari Topi Jerami untuk mewakili gerakan perjuangan pasti berharap dapat menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak Luffy.
Namun, alur cerita semakin rumit ketika beberapa pejabat pemerintah bereaksi keras terhadap fenomena pengibaran bendera One Piece. Semua diawali oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, seorang politikus dari Partai Gerindra pimpinan Presiden Prabowo Subianto. Ia mengatakan kepada pers bahwa ia telah menerima informasi dari aparat keamanan soal gerakan bendera One Piece, yang merupakan upaya "sistemik" untuk memecah belah bangsa.
Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai kemudian ikut ambil bagian. Ia menyebut tindakan pengibaran bendera bajak laut sebagai "tindakan makar." Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Budi Gunawan, seorang pensiunan jenderal polisi, bahkan mengancam akan menjerat mereka yang menggunakan bendera One Piece dengan pasal "penghinaan" pada bendera merah putih.
Di lapangan, muncul beberapa laporan tentang intimidasi oleh aparat kepolisian dan militer pada orang-orang yang mengibarkan bendera bajak laut di rumah mereka. Di Tuban, Jawa Timur, beberapa bendera bahkan disita.
Tanggapan berlebihan yang sesungguhnya tidak perlu dari para pejabat ini sungguh membingungkan. Kami mengutuk tindakan represif yang merupakan pembatasan kebebasan berekspresi, hak asasi yang diakui konstitusi.
Menyebut seseorang sebagai pengkhianat dan mengancam mereka dengan hukuman penjara, apalagi mengirim petugas keamanan, baik berseragam atau berpakaian sipil ke rumah mereka, hanya semakin memperlihatkan betapa pemerintah saat ini sulit menerima kritik dan tidak ingin melihat adanya ketidakpuasan terhadap pemerintah.
Mengibarkan bendera dari manga populer sama saja dengan mengibarkan panji-panji partai politik atau ormas. Bendera-bendera ini tidak akan pernah mengancam persatuan nasional, jadi tidak ada gunanya mengkriminalisasi para pengibarnya.
Alih-alih bertindak seperti rezim otoriter, pemerintah seharusnya menyelidiki alasan orang-orang ini "memprotes " menggunakan bendera bajak laut. Pemerintah seharusnya datang kepada orang-orang ini dengan telinga terbuka untuk mendengar semua keluhan mereka.
Masyarakat mungkin tidak punya tempat untuk melampiaskan rasa frustrasi karena kehilangan pekerjaan, kesulitan mendapatkan pekerjaan, atau harus hidup dengan polusi dan lingkungan yang tidak sehat selama bertahun-tahun. Presiden Prabowo memang telah memastikan bahwa pemerintah tidak akan menindak bendera-bendera tersebut. Tetapi seringkali perintah dari pejabat tertinggi gagal terwujud di lapangan.
Paling tidak, para pejabat pemerintah dapat mulai duduk lalu membaca atau menonton One Piece. Hal itu perlu agar mereka dapat belajar dari Luffy bahwa menjadi raja, atau tokoh pemimpin lainnya, bukanlah tentang memerintah rakyat. Luffy akan mengajarkan bahwa menjadi pemimpin adalah tentang membantu semua rakyat hidup bebas tanpa merugikan orang lain.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.