emerintah telah memutuskan untuk mensubsidi tarif tiket kereta cepat Jakarta-Bandung sebagai upaya meningkatkan daya beli konsumen dan menarik penumpang. Keputusan ini dipertanyakan oleh para ahli, mengingat target pasar kereta cepat adalah kelas menengah ke atas.
Hari Kamis lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyatakan bahwa tiket kereta cepat akan disubsidi, seperti halnya semua transportasi massal yang ada di Indonesia. Jokowi berharap subsidi akan menurunkan harga tiket dan menarik masyarakat untuk memilih menggunakan kereta cepat dan tidak lagi mengendarai mobil pribadi.
Konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang bertanggung jawab untuk membangun dan mengoperasikan kereta cepat, telah mengusulkan harga tiket Rp250.000 ($16,30 dolar Amerika) untuk jarak terjauh, untuk masa operasional tiga tahun pertama. Usulan tersebut jauh lebih rendah dari perkiraan harga tiket awal, jika non subsidi, yaitu Rp350.000 per penumpang.
Namun, subsidi kereta cepat mengharuskan pemerintah mengalokasikan setidaknya Rp1,1 triliun per tahun dari APBN. Perhitungan dana tersebut diperoleh dengan asumsi kereta akan mengangkut 30.000 penumpang per hari. Jumlah penumpang adalah hasil proyeksi Polar UI, institusi yang melakukan pengujian, pengukuran, observasi, dan layanan rekayasa
dari Universitas Indonesia.
Angka tersebut diperkirakan setara dengan harga tiket kereta api yang selama ini dioperasikan oleh Kereta Api Indonesia (KAI), yang menghubungkan Jakarta dan Bandung. Kelas eksekutif kereta tersebut bertarif Rp250.000. Artinya, harga tiket kereta cepat berada di bawah harga kursi termahal untuk kelas termewah kereta api PT KAI.
Para ahli mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa keputusan tersebut harus dikritisi. Bagaimana pun, sasaran subsidi adalah orang miskin, sedangkan target pasar perkeretaapian terdiri dari kelas menengah ke atas.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.