toritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mempertimbangkan untuk mengkategorikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sebagai pembangkit listrik "ramah lingkungan". Kategori ini bisa dicapai apabila pembangkit listrik tersebut terhubung dengan rantai pasok industri berkelanjutan, seperti kendaraan listrik (electric vehicle atau EV).
Beberapa ahli mengkritik ide tersebut dan mengatakannya sebagai kemunduran dalam komitmen negara untuk membatasi emisi karbon. Alih-alih memobilisasi investasi, mengkategorikan pembakaran bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik sebagai kegiatan bisnis hijau akan merusak kredibilitas taksonomi pajak dan merugikan perusahaan keuangan negara.
Taksonomi Hijau Indonesia (THI) Versi 1.0 telah dirilis tahun lalu. Namun, Ketua OJK Mahendra Siregar mengatakan bahwa OJK sedang dalam proses merevisi dokumen tersebut sebagai tanggapan atas perubahan yang dibuat pada Taksonomi ASEAN untuk Keuangan Berkelanjutan pada bulan Juni.
Terutama, versi kedua Taksonomi ASEAN menyebutkan bahwa penghentian dini PLTU batu bara bisa dimasukkan dalam kategori hijau, sehingga proses penutupan PLTU memenuhi syarat untuk pembiayaan berkelanjutan.
"Ini adalah taksonomi pertama di dunia yang mengakui [pensiun dini PLTU batu bara] sebagai upaya hijau. Di negara atau forum lain, proses tersebut baru bisa disebut hijau jika dilakukan bersamaan dengan pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan," jelas Mahendra dalam konferensi pers pada hari Selasa (5 September). Ia menambahkan bahwa OJK sedang mempertimbangkan untuk memasukkan PLTU batu bara yang memasok energi bagi industri hijau dan berkelanjutan, seperti pembuatan EV dan baterai EV. "Apakah energi yang digunakan untuk memproduksi produk tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai energi ramah lingkungan? Kami sedang dalam proses melakukan penelitian lebih lanjut," katanya.
Ia jelaskan bahwa dalam merevisi taksonomi, OJK perlu memeriksa apakah produk dari rantai pasok tertentu dapat memberi dampak positif ke energi hijau dan terbarukan. Ia juga menekankan pentingnya menyeimbangkan kebijakan lingkungan dengan kemajuan sosial dan pembangunan ekonomi. "Ada kemungkinan bahwa perhitungan akan menyatakannya sebagai satu kesatuan yang terintegrasi, [rantai pasokan] dapat dikategorikan sebagai hijau," ujarnya.
OJK adalah lembaga pemerintah yang ditugaskan untuk menyusun THI, bekerja sama dengan beberapa kementerian, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Dalam prosesnya, OJK juga menerima masukan dari Bank Indonesia dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.