TheJakartaPost
Please Update your browser
Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.
Bank Dunia: RI terpinggirkan di rantai nilai global, perlu reformasi perdagangan
Change text size
Gift Premium Articles
to Anyone
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Pile it high: Containers are loaded on Dec. 18, 2018, at Tanjung Priok Port in North Jakarta. (Antara/Sigid Kurniawan)
B
aru-baru ini, Bank Dunia memuji Indonesia yang telah membuat banyak perubahan di sisi hukum, untuk mendorong investasi di negara ini. Namun, Bank Dunia juga mengatakan bahwa Jakarta belum cukup banyak mereformasi kebijakan-kebijakan perdagangan yang merugikan sektor manufaktur.
Kepala ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo mengatakan bahwa Indonesia perlu mengimplementasikan reformasi yang lebih mendalam untuk memfasilitasi impor dan ekspor.
"Indonesia relatif terpinggirkan di tatanan rantai nilai global," ujar Mattoo pada hari Senin (2 Oktober) dalam sebuah konferensi pers. Ia tambahkan bahwa penurunan di sektor manufaktur Indonesia dapat diperbaiki dengan mereformasi kebijakan-kebijakan perdagangan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pangsa sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia terus menurun dari tahun ke tahun.
Pada 2010, sektor ini berkontribusi pada 24,80 persen PDB Indonesia. Namun, angka tersebut menyusut menjadi 20,84 persen pada tahun 2015, dan kemudian turun lagi menjadi 18,34 persen pada tahun 2022.
Menurut Mattoo, reformasi perdagangan diperlukan untuk memperbaiki situasi ini. Ia tekankan bahwa kebijakan saat ini gagal “mempermudah impor untuk mendukung ekspor”. Yang ia maksud adalah perusahaan yang mengimpor suku cadang untuk membuat produk untuk diekspor.
Berbeda dengan Mattoo, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan bahwa impor menghambat perkembangan sektor manufaktur.
