Keputusan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri untuk mengajukan salah satu anggota partainya, Ganjar Pranowo, sebagai calon presiden, sebelum Idul Fitri lalu, tampaknya mengejutkan sebagian besar pengamat. Keputusan tersebut dianggap didorong perubahan pendapat di masyarakat setelah Indonesia kehilangan hak menjadi tuan rumah turnamen sepak bola Piala Dunia U-20 FIFA 2023.
Namun, salah satu politisi PDIP secara pribadi meyakinkan bahwa keputusan Megawati tersebut sudah diperhitungkan sejak berbulan-bulan silam. Penilaian juga didasarkan pada ujian loyalitas bagi Ganjar, sang Gubernur Jawa Tengah, yang banyak mendapat tawaran pencalonan dari partai lain.
Megawati sebagai sosok yang berhasil membawa Presiden Joko “Jokowi” Widodo mencapai jabatan presiden, menurut pakar politik, dihadapkan pada pilihan sulit terkait calon presiden. Secara politis, ia harus memutuskan membuka jalan bagi “orang luar” untuk membantu PDIP meraih hat-trick bersejarah, jika capresnya menang, pada 2024, dan melupakan pilihan melantik darah dagingnya demi mempertahankan kekuasaan “dinasti” Sukarno di PDIP.
Sebelum dipersiapkan menjadi presiden, Jokowi adalah walikota yang kurang dikenal dari Surakarta, Jawa Tengah. Keberhasilannya sebagai pemimpin, pertama menjabat Gubernur DKI Jakarta dan sekarang sebagai presiden, tidak mungkin terjadi tanpa dukungan Megawati.
Lantas apa yang membuat pemimpin tertinggi PDIP tersebut memilih keputusan sulit?
Risiko yang diperhitungkan
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.