Pendaftaran peserta pemilihan umum 2024 semakin dekat. Masyarakat menunjukkan ketertarikan pada kandidat yang punya visi utama terkait aksi iklim dan keberlanjutan dalam rencana kerja mereka. Namun, beberapa pemilih menggarisbawahi, sedikit sekali politisi yang memprioritaskan dua hal tersebut.
Reiko Iesha, seorang pembuat konten berusia 23 tahun, menyebut betapa menakutkannya bahaya lingkungan yang membayangi bangsa ini. “[Iklim] adalah masalah penting bagi saya dalam prioritas pemilu, karena perubahan iklim mempengaruhi seluruh dunia. Masalahnya, ketika mendengar apa yang terjadi di tempat lain di seluruh dunia, dan sebagai orang Indonesia, saat ini saya mengalami juga [hal yang saya dengar],” kata Reiko kepada The Jakarta Post. Reiko menjelaskan bahwa sulit menemukan rencana aksi terkait iklim dan keberlanjutan dari para kandidat untuk pemilu 2024. Menurutnya, kelalaian memasukkan isu lingkungan dalam rencana kerja adalah hal yang mengkhawatirkan. “Para tokoh politik jelas sadar adanya masalah iklim, tetapi sejauh ini, sangat sedikit janji kandidat yang fokus pada hal itu,” katanya.
Periode kampanye pemilihan resmi dimulai pada 28 November. Namun sebagian besar calon telah diam-diam berpromosi secara pribadi, memanfaatkan celah dalam peraturan kampanye.
Basa-basi
Pengamat politik Naifa Ufaira, warga Jakarta berusia 24 tahun, mengatakan bahwa masalah iklim adalah faktor penentu yang jadi pertimbangan baginya dalam memberikan suara. Dia menyayangkan fakta bahwa para calon presiden hampir tidak membicarakan masalah iklim. “Dari yang saya lihat dan dengar, masalah iklim tidak jadi perhatian mereka. Mereka menyebutkan perubahan iklim di sana-sini tetapi tanpa bobot dan tidak ada tindakan signifikan apa pun,” katanya kepada The Jakarta Post.
Max Mandias, 35 tahun, chief innovation officer di Green Rebel Foods yang selalu menyarankan pola makan alami dan gaya hidup berkelanjutan, memprediksi banyaknya “omong kosong soal perubahan iklim” tahun ini. “Meski, dalam pemungutan suara, hal itu bukan faktor penentu bagi saya, kita harus memilih secara jujur, dengan memikirkan masalah iklim,” kata Max kepada The Jakarta Post. Dia kecewa mendapati fakta bahwa sangat jarang kandidat potensial yang menjanjikan sesuatu terkait perubahan iklim, dan mengatakan bahwa yang dia dengar hanyalah soal ekonomi dan infrastruktur.
“Sesungguhnya, menurut saya, perubahan iklim bukanlah masalah sepele,” kata Max. “Kita tidak bisa hanya mengatakan, ‘Jangan ada lagi ekspor minyak sawit!’ meskipun itu mungkin solusi logis. Kita juga paham soal kenyataan pahit terkait masalah iklim di lapangan,” katanya.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.