Seorang anggota Majelis Guru Besar Universitas Indonesia menyatakan bahwa ia dan para guru besar lainnya mengalami intimidasi setelah melakukan seruan agar Presiden Jokowi memulihkan demokrasi Indonesia.
Di tengah gelombang perlawanan yang semakin meningkat dari kelompok-kelompok masyarakat sipil atas campur tangan pihak berwenang menjelang pemilihan umum 2024, beberapa anggota akademisi telah melaporkan dugaan intimidasi. Mereka diminta polisi untuk membuat pernyataan propemerintah.
Secara khusus, ada dugaan bahwa Polri melancarkan "operasi senyap" untuk mengimbangi kritik dari puluhan universitas dan kelompok akademisi. Belakangan, muncul tuntutan pemilu yang jujur dan adil dari kalangan akademisi tersebut.
Dugaan keterlibatan Polri pertama kali muncul setelah Ferdinandus Hindarto, rektor Universitas Katolik Soegijapranata di Semarang, Jawa Tengah, mengatakan bahwa ia diminta merekam sebuah testimoni yang memuji pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Permintaan datang dari orang-orang yang mengaku sebagai polisi.
Permintaan tersebut, yang disampaikan melalui layanan pesan Whatsapp, muncul setelah universitasnya dan universitas-universitas lain yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) mengeluarkan sebuah pernyataan. Dalam pernyataan tersebut, mereka enyuarakan keprihatinan mengenai kurangnya imparsialitas Jokowi dan pejabat negara lainnya menjelang hari pemungutan suara.
Minggu ini, Ferdinandus mengatakan kepada media bahwa ia menolak permintaan tersebut. Ia tambahkan bahwa ia bersikeras bahwa kampus-kampus harus tetap netral dalam pemilihan umum, agar mahasiswa dan dosen dapat memutuskan sendiri cara memilih yang mereka inginkan.
Hardiwinoto, wakil rektor Universitas Muhammadiyah Semarang, mengalami hal serupa. Wakil rektor tersebut mengatakan bahwa ia didatangi oleh dua orang petugas Polsek Tembalang yang memintanya untuk merekam pernyataan dukungan terhadap pemerintahan Jokowi. "Mereka merekam saya dengan ponselnya. Saya diminta memuji prestasi pemerintahan Jokowi. Setelah itu, mereka mengirimi saya tautan pernyataan saya yang sudah beredar luas," katanya kepada harian Tempo.
Administrator senior di universitas tersebut mengatakan bahwa ia terkejut ketika mengetahui bahwa video tersebut telah dipublikasikan secara luas dan diberitakan oleh berbagai media.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.