Wacana perlunya sebuah “dewan media sosial”, meniru Dewan Pers yang sudah ada, muncul kembali. Gagasan dikeluarkan baru-baru ini, di tengah serentetan kebijakan asal-asalan yang dibuka oleh pegiat sosial media.
enteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi telah menghidupkan kembali rencana untuk membentuk dewan yang memantau konten media sosial. Dewan juga akan mengawasi pembuat platform, sehingga media sosial menjadi “lebih akuntabel”. Namun, ada kekhawatiran akan dampak potensial kebijakan dewan terhadap kebebasan berpendapat secara daring.
Wacana perlunya sebuah “dewan media sosial”, meniru Dewan Pers yang sudah ada, muncul kembali. Gagasan dikeluarkan baru-baru ini, di tengah serentetan kebijakan asal-asalan yang mencuat ke masyarakat gara-gara dibuka oleh sosial media. Kebijakan yang dipertanyakan, mulai dari biaya kuliah yang tinggi dan pembatasan impor, hingga pengungkapan korupsi yang mengejutkan yang dilakukan negara, serta ragam kasus kejahatan yang belum terpecahkan.
Namun, berbeda dari tujuan Dewan Pers, yang melindungi pekerjaan jurnalis, media sosial tidak punya aturan serupa yang bisa disejajarkan. Para aktivis lebih khawatir terhadap potensi pemerintah akan bertindak berlebihan dan mengekang kebebasan berpendapat.
Konsep dewan media sosial pertama kali dikemukakan tahun lalu, tak lama setelah Budi dilantik sebagai menteri. Mantan ketua Projo, kelompok relawan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, tersebut berbicara tentang perlunya memantau konten media sosial yang “meresahkan”.
Baru-baru ini, Budi kembali mengungkit rencana pembentukan dewan tersebut, dan menggarisbawahi pentingnya memiliki dewan untuk menengahi perselisihan yang terjadi di media sosial. Tugas itu serupa dengan tugas Dewan Pers.
“Katakanlah ada konten [yang memicu perselisihan] di TikTok. Kita tidak bisa memprosesnya melalui Dewan Pers, bukan?” katanya kepada majalah Tempo pada 23 Mei.
Belum ada kerangka kerja yang diberikan terkait batasan konten media sosial yang “dapat diperselisihkan” atau “dinilai meresahkan”. Namun, Selasa kemarin Budi menyarankan agar dewan tersebut beranggotakan akademisi, jurnalis, pakar industri, dan tokoh masyarakat yang bertugas membahas konten yang dilaporkan.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.