ukuman seumur hidup yang baru-baru ini dijatuhkan kepada seorang jenderal polisi bintang dua untuk perdagangan narkoba, kurang dari tiga bulan setelah inspektur jenderal lainnya menerima hukuman mati untuk pembunuhan berencana, dapat dilihat dari dua sudut yang berbeda.
Di sisi yang suram, kedua peristiwa tersebut merupakan pukulan besar dan abadi bagi reputasi Polri. Bahkan satu polisi jahat saja sudah terlalu banyak, karena institusi harus menegakkan hukum dan ketertiban di jajarannya sendiri jika ingin memaksa semua masyarakat tertib dan taat hukum. Seperti kata pepatah Indonesia, “Sapu kotor tidak akan bisa menyapu dengan bersih.”
Sisi baiknya, bagaimanapun, tuntutan terhadap dua perwira tinggi, yang oleh beberapa orang disebut sebagai calon bintang dan kandidat potensial untuk posisi puncak di masa depan, telah menyampaikan pesan yang jelas tentang penegakan keadilan tanpa bias dan keberpihakan. Semangat dan ketegasan Polri membangun kasus melawan Inspektur Jenderal Teddy Minahasa dan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo sudah menetapkan tolok ukur baru dalam upaya penyelidikan pelanggaran yang melibatkan perwira tinggi.
Pekan lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis Teddy dengan penjara seumur hidup setelah ia dinyatakan bersalah mendalangi komplotan pencurian dan penjualan 5 kilogram sabu sitaan Polda Sumbar. Saat kejadian tahun lalu, Teddy menjabat sebagai Kapolda Sumbar dan akan dilantik sebagai Kapolda Jatim. Vonis itu lebih ringan dari hukuman mati yang dituntut jaksa.
Sementara Februari lalu, Ferdy dihukum karena merencanakan pembunuhan ajudannya sendiri, seorang perwira polisi berpangkat rendah. Ia pun merusak barang bukti untuk menutupi kejahatan tersebut. Dia akan menghadapi regu tembak jika secara hukum menghindari eksekusi. Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan hukuman mati Ferdy bulan lalu, sebuah hukuman yang tetap dipertahankan dalam KUHP meski ditentang oleh kelompok hak asasi manusia.
Namun, di bawah kode etik, hukuman mati Ferdy dapat diubah menjadi hukuman seumur hidup jika dia berperilaku baik selama 10 tahun.
Polri telah memberhentikan Ferdy dan Teddy secara tidak hormat. Namun untuk lebih menunjukkan komitmen terhadap keadilan, lembaga tersebut harus mengeluarkan pernyataan bahwa institusi menerima hukuman bagi keduanya.
Di luar itu, demi persamaan hak di depan hukum, polisi tidak boleh mengambil tindakan yang bisa diartikan sebagai upaya melindungi kedua mantan jenderal itu. Teddy dan Ferdy kini ditahan polisi di “rumah tahanan khusus” di dalam markas Korps Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Jenderal polisi lainnya yang dihukum karena kejahatan di masa lalu juga menjalani hukuman penjara di tempat tahanan eksklusif, tidak seperti penjahat lain yang ditahan di penjara yang penuh sesak.
Vonis untuk Teddy telah memaksa polisi untuk melakukan reformasi di internal mereka. Program tersebut diluncurkan pasca pergantian rezim pada 1998, untuk mengubah polisi menjadi institusi yang lebih akuntabel dan kredibel.
Tak ayal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mendapat tugas berat membersihkan institusi di tengah tudingan konflik antara faksi-faksi yang bersaing. Pembersihan tidak bisa sekadar basa-basi, terutama karena selalu ada potensi perlawanan dari oknum-oknum di tubuh Polri.
Lingkup kerja bersih-bersih harus mencakup banyaknya masalah penyimpangan yang melibatkan polisi, tapi tiba-tiba lenyap secara ajaib. Misalnya kasus dugaan rekening bank “gemuk” mencurigakan milik beberapa jenderal polisi, yang pertama kali muncul pada 2010 sebagai tanggapan atas temuan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Beberapa hasil jajak pendapat baru-baru ini menyebutkan bahwa polisi telah mendapatkan kembali kepercayaan publik. Hal ini seharusnya mendorong Listyo berbuat lebih banyak untuk membangun kembali institusi tersebut. Mari kita nantikan hadirnya polisi yang menjadi institusi yang adil dan bereputasi cemerlang, yang layak dimiliki bangsa kita.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.