TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Pemilu di TikTok Indonesia

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Fri, July 21, 2023

Share This Article

Change Size

Pemilu di TikTok Indonesia Central Java Governor Ganjar Pranowo poses under a huge banner featuring PDI-P heir apparent Puan Maharani in this recent photo in Semarang, West Java that he posted on Twitter on Oct. 2, 2022 with the caption “Ready!“. (JP/viaTwitter @ganjarpranowo/-)
Read in English
Indonesia Decides

Pemilihan umum 2024 kemungkinan akan dicatat dalam sejarah sebagai pemilihan TikTok pertama di Indonesia. Pasalnya, popularitas aplikasi jejaring sosial video dari China tersebut makin meningkat di Indonesia.

Platform media sosial yang berbasis di Amerika Serikat seperti Facebook, Instagram, dan Twitter masih akan berperan dalam pemilu mendatang. Tapi mereka tidak akan menjadi pemain tunggal lagi. Faktanya, mereka mungkin tidak lagi menjadi “medan pertempuran” utama bagi para kandidat peserta pemilu yang ingin menjaring generasi pemilih baru: Generasi Z.

Kebangkitan TikTok adalah bagian dari perubahan generasi dalam masyarakat global, yang terjadi saat China muncul sebagai kekuatan ekonomi. TikTok telah menggemparkan dunia. Tinggal tunggu waktu saja sebelum aplikasi tersebut bisa menentukan bentuk politik elektoral kita.

Kita telah mengalami berbagai jenis “pemilu daring” sebelum ini. Yang pertama terjadi adalah pada 1999 ketika milis, yang sebagian besar dibuat oleh orang Indonesia di luar negeri, berfungsi sebagai saluran komunikasi tanpa sensor bagi mahasiswa dan aktivis politik. Gaya pemilihan daring tersebut jadi milik Gen X, yang saat ini menggantikan baby boomer sebagai pembuat kebijakan. Milenial yang sebagian besar (tampak) bergerak di Twitter, telah menikmati masa jaya saat dua pemilihan umum terakhir, dengan melambungkan politikus daerah yang saat itu tidak dikenal, Joko “Jokowi” Widodo, menjadi bintang politik. Singkatnya, Jokowi adalah hasil dari pemilihan Twitter yang kita lakukan.

Gen Z akan menjadi setidaknya seperempat dari seluruh pemilih yang punya hak suara tahun depan. Saat ini, mereka merupakan kelompok usia terbesar di negara ini, yaitu 27,94 persen dari populasi. Mereka diproyeksikan akan memainkan peran kunci dalam pemilu mendatang. Pemilu tahun depan juga dianggap sebagai periode kritis yang akan membentuk, jika tidak menentukan, masa depan negara.

Alasan TikTok akan menjadi faktor besar dalam proses pemilu kita sudah jelas. Pengguna TikTok di Indonesia sekarang 113 juta, menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah AS. Jumlah itu juga menjadi sekitar separuh dari seluruh pemirsa TikTok di Asia Tenggara.

Para kontestan pemilu kini mulai menganggap TikTok sebagai saluran digital utama untuk kampanye. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), partai Islam terbesar di ibu pertiwi, secara agresif mencari pengikut di platform tersebut. PKS memimpin sebagai partai berpengikut terbanyak, yaitu 57.800 pengikut, diikuti oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan 48.100 pengikut, lalu Partai Gerindra yang punya 47.700 pengikut.

Angka-angka itu tampak jauh dari mengesankan, terutama jika dibandingkan dengan performa para kontestan di platform besutan AS yang  lebih tua, dan penuh “badut ramai” macam Twitter dan Facebook. Namun, sungguh keliru jika menilai efek TikTok akan terbatas selama pemilu.

Seringkali orang kurang tertarik terlibat dengan akun resmi partai politik atau politisi di media sosial. Karena itu, banyak yang memilih menggunakan teknik "astroturfing". Astroturfing adalah tindakan memobilisasi sekelompok pengguna media sosial berbayar untuk menciptakan kesan bahwa seorang kandidat politik didukung oleh masyarakat akar rumput. Kampanye tidak resmi seperti ini rawan disalahgunakan untuk menyebarkan disinformasi.

Di Filipina, TikTok diyakini berperan dalam kemenangan pemilu Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr., putra Ferdinand Marcos Sr sang diktator. Salah satu klip pendek pro-Bongbong yang viral di TikTok menampilkan percakapan antara Bongbong dan mantan menteri pertahanan dari masa pemerintahan ayahnya, yang diakhiri dengan klaim bahwa Filipina jauh lebih aman saat ada di bawah pemerintahan darurat militer Marcos.

Pengguna TikTok telah melaporkan melihat berbagai video tentang calon presiden meskipun dua calon presiden pada Pilpres 2024, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, belum membuat akun resmi mereka di platform tersebut. Proses perebutan hati dan pikiran para TikTokers baru akan memanas setelah partai-partai politik mendaftarkan calon presiden dan wakil presiden mereka pada November mendatang.

Kebijakan TikTok untuk menjaga integritas pemilu di negara tempatnya beroperasi sudah cukup jelas. Ia memperkenalkan beberapa program yang memudahkan penggunanya untuk mengikuti pedoman komunitas, melaporkan konten yang menyesatkan, dan terhubung ke saluran informasi pemilu resmi. Tetapi bahkan dengan kebijakan seperti itu, disinformasi masih dapat lalu lalang dengan bebas di platform, menimbulkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap pemilu.

Penyelenggara pemilu, sementara itu, belum memaparkan kebijakan jelas mengenai pemanfaatan platform media sosial dalam pemilu 2024. Penyelenggara seolah mengecilkan ancaman gangguan yang ditimbulkan oleh perubahan cepat, kadang mengubah pola permainan, yang dimungkinkan oleh teknologi digital.

Kita tidak boleh menganggap enteng masalah ini. Semua pemangku kepentingan harus hadir dengan kebijakan yang lebih kuat dan efektif untuk memastikan integritas pemilu 2024.

 

 

 

 

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.